Mohon tunggu...
anwar rafiudin
anwar rafiudin Mohon Tunggu... Mahasiswa - hi saya anwar

Assalamu'alaikum wr.. wb., halo teman teman salam kenal nama saya ANWAR seorang Mahasiswa yang sangat tertarik belajar berbagai macam hal termasuk dunia karya tulis, terima kasih sudah berkunjung saya mohon kalau ada kritik dan saran tolong langsung beritahu kepada saya agar saya bisa memperbaikinya.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dilema Pencari Suaka Etnis Rohingnya

16 Desember 2023   04:19 Diperbarui: 16 Desember 2023   23:02 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konflik Etnis Rohingya di Myanmar berawal pada tahun 1991 sampai sekarang penganiayaan yang cukup mencekam sebagaimana yang didapatkan oleh Human Rights Watch dan Amnesty Internasional. Etnis Rohingya ini tidak diterima kewarganegaraannya oleh pemerintah Myanmar dengan dikeluarkannya Burma Citizenship Law 1982. Dalam Pasal 3 Burma Citizenship Law 1982. Berlandaskan Pasal ini, semestinya etnis Rohingya mempunyai kewarganegaraan Myanmar, namun dalam Pasal 4 dinyatakan bahwa “The Council of State may decide whether any ethnic group is national or not”. Padahal mereka sudah berabad-abad tinggal di Rakhine (Arakan) sebelum kemerdekaan Burma.

Secara teoretis, etnis ini masih dikategorikan sebagai pencari-suaka (asylum-seeker), Myanmar bukan salah satu negara yang menyepakati dua Konvensi tentang Stateless Persons sebagaimana di atas, yakni Convention to the Relating of Stateless Persons 1954 dan Convention on the Reduction of Statelessness 1961.

Menurut hukum Internasional, terdapat perbedaan antara pencari suaka dan pengungsi. Seorang pengungsi ialah sekaligus seorang pencari suaka, dan seorang pencari suaka belum tentu merupakan seorang pengungsi. Status sebagai pengungsi dimiliki pasca mendapat pengakuan oleh instrumen hukum baik internasional ataupun nasional.

Perlindungan atas pengungsi ini pun berkenaan kondisi yang terjadi di negara asal dan implikasi yang dihasilkan, yakni bertambahnya jumlah pengungsi ke negara-negara tetangga. Sebelum menetapkan seseorang sebagai pengungsi atau hanya pencari suaka, orang tersebut dikategorikan sebagai imigran, mengingat adanya proses migrasi (perpindahan) subjek hukum dari satu negara ke negara lain dengan tujuan tertentu, baik untuk mencari pekerjaan, mencari suaka, atau harapan berpindah kewarganegaraan.

Perlu ada pengaturan khusus tentang status mereka saat ini berdasarkan hukum internasional. Ranah Hukum dalam Meregulasi Perlindungan bagi Para Pencari Suaka dan Pengungsi; 1. Pengaturan dalam Hukum Internasional Universal Declaration of Human Rights yang disahkan oleh Majelis Umum PBB pada 10 Desember 1948 melewati Resolusi 217 A (III) dalam Pasal 14 menyatakan bahwa:

  • 1. Everyone has the right to seek and to enjoy in other countries asylum from persecution.
  • 2. This right may not be invoked in the case of prosecutions genuinely arising from non-political crimes or from acts contrary to the purposes and principles of the United Nations.

Maka pemberian izin masuk bagi para pencari suaka beserta perlakuan yang diberikan kepada mereka merupakan hal bernilai dalam hukum internasional. Proteksi ini untuk menjamin penerapan HAM supaya para pencari suaka tidak dipulangkan secara didesak ke negara asalnya.

Pengungsi dalam posisi yang rawan menerima perlakuan yang buruk oleh para penguasa di negara tempat mereka mengungsi atau masyarakat yang membuat stereotip buruk seperti dianggap tidak tahu diri, seperti di platfrom tik tok seperti “usir rohingnya”, “bubarkan UNHCR, “Rohingnya The Next Isrewell” . dan berita yang belum dibuktikan kebenarannya seperti rohingnya ke Dubes Myanmar di malaysia dikatakan hendak meminta tanah padahal mereka menentang kekejaman otoritas myanmar dan bus mereka tumpangi ditahan polisi sehingga mereka mengamuk".

Di indonesia ada Hoax bahwa UHCR meminta pemerintah meminta pemerintah memberikan makan, rumah, dan ktp kepada rohingnya, lalu rohingnya menghacurkan rumah susun di sidoarjo yang sudah diklarifikasi oleh kasubsi ketertiban redenim, Wahyu Tri Wibowo diduga bukan orang rohingnya karena jumahnya hanya 4 orang sisanya berasal dari beberapa negara lain, atau rohingnya memperkosa warga lokal faktanya korban juga anak di bawah umur merupakan orang rohingnya, ini telah dikonfirmasi Bang Boh warga aceh yang mengurus pengungsi sejak 2008, dalam Space The Muslim Gaze, Sabtu 9 desember 2023.

Dalam kurun waktu bertahun-tahun, negara-negara memastikan kewajiban untuk melindungi pengungsi dengan mengaksesi Konvensi 1951 berkaitan Status Pengungsi (Convention Relating to the Status of Refugee), yang merupakan dokumen dasar perlindungan pengungsi. Norma hukum lainnya yang meregulasi perihal ini adalah perjanjian yang disahkan tanggal 28 Juli 1951 oleh United Nations Conference of Plenipotentiaries on the Status of Refugees and Stateless Persons yang dikuatkan dengan Resolusi Majelis Umum PBB No. 429 (V) tanggal 14 Desember 1950. Konvensi ini mulai berlaku pada 22 April 1954.

Demi memberikan proteksi yang setara dan menyeluruh, dalam Konvensi ini turut ditegaskan bahwa tidak ada diskriminasi dalam implementasi ketentuan mengenai pengungsi. Meskipun Myanmar dan Indonesia bukan negara-negara yang meratifikasi Konvensi 1951, namun prinsip non-refoulement yang terkandung dalam Pasal 33 (1) ini merupakan ius cogens dan hal ini seharusnya diaktifkan bagi para imigran Rohingya. Pemerintah tidak memiliki otoritas untuk menetapkan seseorang atau kelompok orang sebagai pengungsi atau bukan. Kewenangan tersebut dipegang oleh UNHCR. Dalam Pasal 27 undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 mengenai Hubungan Luar Negeri ditunjukkan bahwasanya:

  • (1) Presiden menetapkan kebijakan masalah pengungsi dari luar negeri dengan memperhatikan pertimbangan Menteri.
  • (2) Pokok-pokok kebijakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden. Pada penjelasan Pasal 27 ayat 1 dinyatakan bahwa pada dasarnya masalah yang dihadapi oleh pengungsi adalah masalah kemanusiaan, sehingga penanganannya dilakukan dengan sejauh mungkin menghindari terganggunya hubungan baik antara Indonesia dan negara asal pengungsi tersebut.

Indonesia bukan menjadi negara tujuan, maka diperlukan satu dokumen yang menjadi syarat untuk mereka bisa pindah ke ke negara tujuan. Namun prakteknya, ada koordinasi yang terputus antara para pihak yang memberi bantuan contohnya saja antara IOM dan UNHCR dalam mengurus dokumen para pengungsi yang berakibat pada terhambatnya pengurusan dokumen untuk secara legal diakui sebagai status pengungsi. Beberapa pengungsi sudah dibawa ke negara ketiga yaitu Canada dan Amerika, dengan status international refugees.

Para pengungsi ini hanya menginginkan Indonesia sebagai negara transit, untuk dapat bertahan hidup tanpa adanya ancaman pemusnahan. Mereka memilih di Indonesia sembari menunggu bantuan atau pertolongan dari masyarakat internasional. Orang-orang Rohingya di Aceh yang merasakan kesulitan keuangan, banyak dari mereka yang berdagang kebutuhan sehari-hari, beberapa dari mereka diperdaya untuk menjual ganja oleh oknum tertentu, dan jadi korban perdagangan manusia.

Menurut Ruman Aceh, sebelum terdampar di Aceh, para pengungsi masuk ke Thailand dan Malaysia, tetapi mereka direspon dengan penolakan dari pemerintah dan masyarakat setempat. Penerimaan dan legitimasi sosiologis tibanya etnis ini ke Indonesia tentu membawa kondisi penuh kepedihan sebab ketika itu pengungsi Rohingya datang ke Aceh karena kapal yang mengangkut mereka tidak selayaknya memuat banyak penumpang.

Pelayanan terhadap pengungsi Rohingya ini ditangani oleh pemerintah dengan bantuan dari lembaga internasional seperti IOM dan UNHCR, juga beberapa LSM seperti; ACT (Aksi Cepat Tanggap), Darut Tauhid dan beberapa NGO lainnya. Namun, ada oknum yang memanfaatkan kesempatan ini untuk tujuan eksploitasi dan mencari dana dengan menyebarkan informasi palsu tentang rohingnya, dan terkumpul tersebut belum sampai kepada orang rohingnya. Selama di daerah pengungsian memang banyak bantuan dan fasilitas yang disalurkan untuk etnis Rohingya, namun belum terkoordinasi baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun