Simpulan premis: Si A pasti melamar (invalid)
Pernyataan di atas adalah contoh cara berpikir berdasarkan logika. Penerapannya tentu saja luas bergantung premis-premis tertentu. Jika mengetahui cara berpikir yang benar, kita dapat terhindar dari sifat bucin atau galau. Kita tidak lagi membelikan seblak kesayangan untuk pacar dengan jarak tempuh yang tidak masuk akal, kita tidak menuntut pacar antar jemput dengan jarak yang juga tidak masuk akal, kita tidak akan marah-marah sampai pasangan tidak tahu masalahnya apa, kita tidak mungkin menganggap pukulan, tamparan sebagai bentuk cinta, dan lain-lain.
Cinta manusia sebenarnya adalah bentuk komitmen bersama, bukan hanya asumsi satu pihak semata. Komitmen bersama itu bisa terbangun jelas dengan adanya komunikasi yang baik. Komunikasi yang baik adalah yang berlandaskan logika berpikir. Hal inilah yang membedakan antara kita, manusia, dengan ayam, singa, merak, dan lainnya. Kita punya nafsu, hasrat, tapi jangan lupa bahwa kita punya cara untuk berpikir.
Komitmen antarmanusia dalam sebuah hubungan itulah yang sebenarnya menjadi landasan untuk hal-hal ke depan. Misalnya, komitmen di awal adalah monogami. Berarti, ketika nantinya pasangan kita justru poligami, kita tidak akan segan mengambil tindakan karena dia melanggar komitmen di awal.Â
"Ah, komitmen bikin kaku, santai ajalah, jalani dulu aja."
Nah, ini juga risiko nih. Misalnya, kita akan melakukan perjalanan di tempat entah berantah tanpa peta. Bisa sampai tujuan? Ya, mungkin. Bisa tersesat? Ya, bisa jadi.
Santai dalam hubungan tanpa adanya komitmen sama saja dengan mengamini asumsi maya yang belum tentu terjadi dalam realita.Â
Jadi, yuk belajar logika supaya cinta kita tidak buta!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H