Oleh: Anung Anindita
"Kamu lebih cantik pakai hijab."
"Kok hijabnya dilepas?"
"Hijabmu kurang panjang."
"Pakai hijab, tapi akhlaknya kok kaya begitu."
Saat ini, kenyataannya adalah banyak orang yang mempermasalahkan kebenaran berhijab sesuai dengan pemahamannya masing-masing. Padahal, esensinya, berhijab adalah salah satu bentuk komunikasi umat dengan Tuhannya. Lantas, apakah yang tidak berhijab tidak melakukan komunikasi dengan Tuhan yang sama? Apa pun bentuk komunikasi antara manusia dan Tuhan, itu adalah hal privasi yang seharusnya tidak diikuti dengan campur tangan orang lain. Mengapa demikian? Berikut adalah beberapa alasan ihwal "hijab" tidak perlu diperkarakan antara satu manusia dan manusia lainnya.
1. Privasi
Perihal hijab sebagai topik pembicaraan untuk melakukan kegiatan nasihat agaknya harus hati-hati. Perkataan seperti "Kapan mau pakai jilbab sih?" tidak bisa begitu saja dapat diterima mitra tuturnya dengan kondisi baik-baik saja. Mungkin bisa, tetapi ada kemungkinan tidak bisanya juga. Artinya, faktor kedekatan dan pemahaman antara satu dan lainnya harus diperhatikan. Jika ingin memperbaiki segala sesuatu, mulailah dengan diri sendiri terlebih dahulu. Hal tersebut lebih memungkinkan banyak orang terinspirasi tanpa perlu lelah melakukan provokasi.
2. Dirimu Bukan Tuhan
Melakukan penghakiman atas segala sesuatu yang dilakukan seseorang berdasarkan keyakinan pribadi seharusnya tidak dilakukan. Menilai "apakah itu baik/ buruk", seperti melabeli "perempuan baik atau tidak" melalui panjang/ pendeknya hijab yang dipakai juga tidak perlu dilakukan. Hal tersebut dapat membuat siapa pun yang mendengarnya menjadi sakit hati. Terlebih, tidak ada yang mengetahui secara pasti mengenai proses seseorang mengenakan hijab dengan situasi dan kondisi tertentu. Jadi, berhati-hatilah dalam memberikan komentar atau penilaian.
3. Agama Berdiri dengan Toleransi
Seperti halnya wacana selalu membutuhkan konteks agar tidak rancu antara makna dan maksud, begitu pula agama. Semua hal terjadi karena suatu alasan. Misal, ada seseorang yang membuka jilbabnya dengan alasan tertentu, janganlah langsung memberikannya stigma sehingga orang itu merasa tidak nyaman dengan lingkungannya. Seperti yang sudah disampaikan di poin 1, buatlah dirimu menginspirasi tanpa menyakiti, melakukan provokasi, atau melakukan pelabelan sendiri terhdapat orang lain. Artinya, dibutuhkan sikap "biasa saja" yang sekarang ini susah dilakukan karena semua orang berlomba untuk berkomentar. Namun, sikap "biasa saja" bukan berarti tidak peduli atau tidak acuh. Biasa saja memiliki makna menerima perubahan orang lain tanpa menyakiti atau menjelekkan.
Bayangkan betapa banyak keindahan yang bisa sama-sama kita lihat jika kita bisa bijak menggunakan kata-kata yang terlontar hingga orang lain tidak lagi merasa terintimidasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H