Mohon tunggu...
Dimar Wardani
Dimar Wardani Mohon Tunggu... Administrasi - Yakinkan dengan Iman Usahakan dengan Ilmu Sampaikan dengan Amal

pantang menyerah sebelum semuanya tuntas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antisipasi Rape Culture Meminimalisir Diskriminasi Perempuan

17 April 2019   06:41 Diperbarui: 20 April 2019   16:38 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perubahan zaman yang sangat signifikan melalui segala aspek keseluruhan dari perkembangan strukturalisasi era sekarang. Adanya kehadiran dunia maya dan media sosial dengan munculnya berbagai bentuk konten semisal konten kekerasan seksual maka sebagai bukti canggihnya teknologi yang sangat mudah diakses dan langsung sebagai asumsi publik. 

Secara sosiologis, konten-konten yang sedang merajalela dapat menyerang gelombang pikir remaja dan anak-anak. Karena konten terbuka dan sangat mudah diakses dan secara kultur konten ini bertentangan dengan budaya lokal khususnya masyarakat Indonesia, yang menepatkan "seksualitas sebagai sesuatu yang sakral dan tabu". 

Bisa dikatakan arena media sosial dijadikan sebagai arena transaksi seksual dan dalam kondisi kekinian media sosial ini dijadikan sebagai penopang budaya Rape Culture.

Rape Culture merupakan lingkungan pemerkosaan dianggap biasa dan kekerasan seksual terhadap perempuan dianggap sebagai hal yang lumrah. Oleh sebab itu pemahaman perilaku kekerasan seksual dari apa yang dipahami pelaku tentang apa yang diperbuatnya.

Dapat dikatakan pula  rape culture dibentuk dan diperkutat melalui sosial dan budaya sama halnya bahasa misoginis, pembendaan terhadap tubuh perempuan dan perayaan terhadap praktik kekerasan seksual. 

Dalam jangka panjang, internalisasi nilai-nilai yang 'keliru' mengenai seksualitas dan relasi pria-wanita menjadi faktor yang signifikan dalam membentuk perilaku yang cenderung tidak menghormati terhadap hak-hak dan rasa aman, bagi perempuan.

d091w3yuyaajklu-5cb666dba8bc1504c55f5cec.jpg
d091w3yuyaajklu-5cb666dba8bc1504c55f5cec.jpg

Sebagian besar data Catahu yang kompilasi Komnas Perempuan bersumber dari data kasus/perkara yang ditangani oleh PA. Dari total 406.178 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dikompilasi Komnas Perempuan pada tahun 2018, sebanyak 392.610 kasus atau 96% adalah data PA dan 13.568 kasus atau 3% adalah data yang berasal dari 209 lembaga mitra pengada layanan yang mengisi dan mengembalikan formulir pendataan Komnas Perempuan.

Budaya perkosaan didenifinisikan sebagai lingkungan di mana tindak perkosaan adalah lazim dan kekerasan seksual terhadap perempuan merupakan sesuatu yang normal dan sesuatu yang dimaafkan oleh media dalam budaya populer.

Dengan kemunculan internet pemberitaan mengenai kekerasan terhadap perempuan yang saat ini semakin marak, pada awalnya bertujuan untuk menyadarkan masyarakat atas tindakan-tindakan yang tidak benar dan menyalahi aturan, namun menjadi sebuah reproduksi kekerasan ditingkat wacana dan semakin meninggikan ketimpangan relasi gender dengan menguatkan posisi maskulinitas (laki-laki) (Walby, 2014).

Oleh karena itu, upaya penanganan dan pencegahan terhadap tindak kekerasan seksual tidak dianjurkan dan hanya akan bersifat reaksioner dan artifisial. 

Dari pemahaman bahwa tindakan sosial adalah pengejawantahan tatanan mental yang ada di dalam kesadaran, maka menyelidiki lebih jauh tentang cara pandang dan persepsi yang menjadi dasar perilaku sangat penting. 

Bahwa mengharapkan perubahan perilaku haruslah diawali dengan mengubah apa yang ia pahami tentang hal-hal terkait perilaku yang dimaksud.

Dengan demikian praktik kekerasan seksual, tindak pelecehan seksual tidak dilihat sebagai perbuatan tunggal, akan tetapi akibat dari rangakaian panjang dari pola sosialisasi di dalam keluarga, peran media, dan perilaku di dalam peer-group pelaku. Mengidentifikasi elemen-elemen yang ada media merupakan jaringan pertama yang dicandu dan sebab rape culture tersebut menjadi merajalela.

Sumber Gambar : Geotimes.co.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun