Tiga Mangkuk  BaksoÂ
Karya Anuk Kuswanti
Udin, nama panggilannya. Kebanyakan orang memanggilnya Bang Udin. Bang Udin seorang penjual bakso keliling. Ia sering mangkal di ujung gang yang masuk ke Dusun  Wangkring.
Sehabis asar, Bang Udin sudah siap dengan dagangannya. Kurang lebih satu jam ia mangkal di ujung gang. Setelahnya, ia berkeliling dusun. Tak jarang pula ia beralih ke dusun lain jika dagangannya belum habis.
"Sudah jam 17.00 nih, gak seperti biasanya, baksoku belum laku satu porsi pun," pikir Bang Udin. Dia sudah berkeliling Dusun Wangkring, bahkan sudah dusun sebelahnya. Gang demi gang ia susuri dengan telaten, sambil terus berdoa meminta kelapangan rezeki pada Sang Maha Kaya.
"Bakso... bakso... bakso ...!!!" Teriak Bank Udin membelah kesunyian senja yang berbalut gerimis mengiris. Sampai ujung gang tak satu pun insan memenuhi panggilannya, seolah semua larut di dapur masing-masing dengan aneka rupa kuliner desa.
"Bang Udin lewat! Bang Udin lewat!" Terdengar samar di telinga Bang Udin percakapan anak-anak yang ternyata duduk-duduk di bawah pohon kamboja. Tampak  olehnya tiga anak yang memandangnya penuh makna.
"Kenapa kalian ada di sini, ini sudah hampir magrib?" tanya Bang Udin.
"Kami sedang nunggu ibu pulang, Bang?" jawab anak laki-laki yang paling besar.
"Lha ibumu ke mana?" lanjut Bang Udin.