Ada pula yang bilang Corona buatan Cina, kerjaan Amerika di laboratorium Fort Detrick dan sebagainya. Lalu ada lagi broadcast yang menyebut bahwa "kafir komunis Cina saja ramai-ramai ke masjid, masak kita meninggalkan masjid" mendalihkan video shalat ummat Islam di Ningxia. Klimaksnya tampak pada aksi ricuh protes warga yang menentang kebijakan sejumlah masjid untuk menghentikan sementara shalat berjamaah, "Cuma PKI yang ingin umat jauh dari masjid".Mengerikan sekali jika simulakra yang dibentuk oleh seliweran kebencian di dunia maya menghasut benak publik.
Sebelumnya, kita pernah terpapar kabar "membahagiakan" bahwa bawang merah bisa menyerap virus Corona. Lalu familiar di telinga kita bahwa virus ini bisa mati jika kita berjemur di bawah sinar matahari. Sampai teranyar kemarin ada hoaks telur anti Corona. Seorang bayi baru lahir bicara kepada ibunya bahwa makan telur rebus bisa jadi penangkal Corona. Masyarakat Indonesia Timur di Maluku dan Sulawesi heboh memborong telur. Lalu harganya melonjak drastis. Padahal penyebar pesan itu pun tak jelas siapa.
Tak kalah seru hadir pula video ramalan seorang Habib Husen bin Hasyim Al-Ba'agil di Majelis Ar-Ridhwan Tuban tentang Corona. Seolah beliau adalah wali yang punya kemampuan menerawang masa depan sejak lama. Belakangan terkonfirmasi itu ceramahnya baru 14 Maret 2020. Kalau tanggal segitu, kita semua juga sudah bisa prediksi dong. Tidak ada yang istimewa. Tapi framing media dengan judul clickbait-nya sukses membodohi publik.
Bukan cuma itu, seorang "dokter" yang populer dengan JSR-nya, Zaidul Akbar malah secara pede merilis resep "Anti Virus Corona" dengan mengombinasikan kunyit, lengkuas, secang dan jeruk nipis. Padahal ini belum teruji secara in vitro. Tidak jauh berbeda dengan ZA ada seorang dokter hewan mengaku virologis, Moh. Indro Cahyono yang amat laris sepekan terakhir setelah diwawancarai sejumlah media arus utama dan Anang Hermansyah di kanal youtubenya,menyatakan "jangan panik", "ini tidak berbahaya", "sama seperti flu biasa". Pernyataannya sejalan dengan seorang Juru Bicara Kemenkes yang menjadi narasumber di kanal youtube dokter belia Clara Hayes. Lalu disalin kanal lain dengan judul "Donwori Bihepi".
Apa yang berbahaya dari semua hoaks ini? Setidaknya dalam catatan saya ada dua. Pertama, hoaks terkait konspirasi telah membuang energi kita yang seharusnya bisa dipakai untuk kegiatan produktif. Kalaupun benarlah, Covid19 ini buatan Illuminati, terus kita mau apa? Mengeluh? Atau cukup zikir dan doa? Mungkin pikiran kita terlalu terasuki film yang dibintangi Matt Damon, Contagion (2011) atau drama Korea Terius Behind Me (2018).
Kedua, hoaks seputar obat atau vaksin telah ditemukan serta klaim "virus ini tidak berbahaya" menjadi dalih banyak warganet untuk tanpa rasa bersalah tetap berkerumun bahkan untuk hal remeh temeh sembari mengabaikan imbauan pemerintah soal physical distancing. Ini mirip dengan gagasan herd immunity (kekebalan kawanan) sebagai solusi pandemi ini di Indonesia. Padahal mengandalkan pola ini, sama dengan "mengikhlaskan" 3% populasi kita. Itupun tanpa jaminan apakah organ tubuh pasien sembuh itu tetap utuh sempurna serta tak ada garansi bahwa yang kembali sehat tak akan terjangkit lagi.
Nah, berbagai kenyataan ini tak boleh dibiarkan. Apalagi ada ungkapan sok bijak "jangan menyebar ketakutan" atau "berhentilah membuat teror informasi". Ini sungguh menyesatkan sebab saat ini banyak sekali warga yang tidak teredukasi dengan baik. Sedih sekali ketika ide untuk lockdown yang diatur UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dimaknai sebagai serangan terhadap pemerintah. Malah ada seorang komedian tunggal yang mengidentifikasi diri sebagai "cebong", begitu mengeluarkan usulan ini langsung divonis berubah haluan menjadi "kadrun". Naudzubillah. Inilah masa di mana obyektivitas bahkan sains telah dibunuh syahwat politik, di manapun kubunya.
Jadi tugas kita: minimal tidak ikut mendistribusikan hoaks. Caranya? saring sebelum sharing. Jika tidak sanggup menyaring, malas memverifikasi, merasa ribet untuk mengecek validitas suatu berita: abaikan. Â Setelah itu, ajaklah orang terdekat kita, keluarga dan sahabat agar manut pada imbauan otoritas. Untuk masalah kesehatan kita percayakan pada Ikatan Dokter Indonesia, Kemenkes atau organisasi profesi lainnya.Â
Urusan fatwa agama kita serahkan kepada ulama mumpuni di MUI. Kita sadarkan kawan-kawan tentang pentingnya bertaklid kepada para pakar ini. Jangan lagi terjadi seperti sebagian saudara kita di Jamaah Tabligh yang nekat membuat Ijtima Dunia libatkan 8.000-an massa di Gowa Sulsel, serta terbaru kemarin di markas utamanya Masjid Jami Kebon Jeruk keukeuh melaksanakan shalat jumat. Ternyata 3 jamaah positif Covid19 sehingga ratusan jamaah wajib diisolasi di dalam masjid selama 14 hari.
Di level yang lebih mantap, mari kita tumbuhkan budaya baca dan menulis. Kenapa hoaks laris manis? Karena kita terbiasa mereproduksi tulisan orang lain. Mulai besok, mulailah merangkai gagasan sendiri. Insya Allah kita bisa jadi agen perubahan ini. Mari sama berjuang sebelum hoaks Corona meruntuhkan akal sehat kita. Supaya tidak ada lagi yang percaya pada meme satire berikut, "Jangan percaya semua yang Anda baca di internet terutama quote dari orang-orang terkenal," (Abraham Lincoln)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H