Agitasi Kaum Sodom
Adian Husaini dalam LGBT di Indonesia, Perkembangan dan Solusinya (2015) menyebutkan bahwa pengesahan perkawinan sejenis di Amerika Serikat pada 2015 menjadi tambahan energi bagi upaya serupa di negara lain. Termasuk Indonesia yang pada 13-14 Juni 2013 telah diadakan "Dialog Komunitas LGBT Nasional Indonesia" di Bali.
Pertemuan itu merekomendasikan kepada pemerintah agar "mengakui secara resmi keberadaan kelompok LGBT yang memiliki beragam orientasi seksual dan identitas gender sebagai bagian integral dalam masyarakat Indonesia."
Di samping itu, menurut Sinyo Egie (2016), terdapat perbedaan mendasar antara orang yang memiliki Same Sex Atrraction (SSA, kecenderungan menyukai sesama jenis) dengan LGBT.
Bedanya LGBT mengakui bahwa ketertarikannya pada sesama jenis adalah anugerah kebaikan dari Tuhan yang harus disyukuri dengan tindakan seksual atau pernikahan sesama jenis dan mereka menginginkan agar orang yang memiliki ketertarikan sesama jenis mendapat hak hidup dengan identitas dan legalitas sebagai homoseksual.
Sedangkan SSA masih marasa ada yang salah dalam perasaannya dan memiliki keinginan untuk kembali kepada fitrahnya sebagai manusia.
Lebih jauh, Aliansi Indonesia Cinta Keluarga (AILA) meneliti bahwa ada gagasan untuk legalisasi LGBT dalam proses penyusunan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang kini tengah dibahas di Senayan. Tak ayal puluhan ormas dan komunitas mempetisi DPR agar membatalkan atau setidaknya merevisi total RUU yang memang disokong penuh komunitas LGBT tersebut.
Bukan hanya itu, LGBT juga menuduh orang yang menyatakan perilaku mereka menyimpang sebagai pengidap penyakit kejiwaan bernama homofobia. Agitasi dan propaganda semacam ini secara massif disiarkan melalui berbagai kanal.
Pada tanggal 17 Mei setiap tahunnya, komunitas LGBT juga menggelar peringatan International Days Against Homophobia (IDAHO) di 40 negara. Artinya, sangat mungkin jika kelak lobi politik mereka berhasil, kita yang masih memegang teguh fitrah dan nilai-nilai agamalah yang dianggap menyimpang dan gila.
Menyatakan LGBT sebagai sebuah penyimpangan seksual bukanlah berarti legitimasi untuk melakukan kekerasan atau merendahkan mereka. Justru kesadaran tentang penyimpangan ini membuat kita lebih peka dan menyayangi mereka dengan membantunya melaksanakan terapi ke tempat yang tepat sebagaimana dilakoni Yayasan Peduli Sahabat.
Adanya sejumlah novel dan kumpulan cerpen di penerbit nasional yang mempromosikan LGBT tidaklah dapat dijadikan standar kebenaran. Bagaimanapun, republik ini berdasarkan Pancasila yang sumber hukumnya adalah agama dan budaya ketimuran kita.Â