Mohon tunggu...
Anugrah Roby Syahputra
Anugrah Roby Syahputra Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Ditjen Bea & Cukai, Kemenkeu. Ketua Forum Lingkar Pena Wilayah Sumatera Utara. Menulis lepas di media massa. Bukunya antara lain Gue Gak Cupu (Gramedia, 2010) dan Married Because of Allah (Noura Books, 2014)

Staf Ditjen Bea & Cukai, Kemenkeu. Pegiat Forum Lingkar Pena. Penulis lepas. Buku a.l. Gue Gak Cupu (Gramedia, 2010) dan Married Because of Allah (Noura Books, 2014)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Merindukan Natsir Baru

17 Juli 2018   13:49 Diperbarui: 17 Juli 2018   13:54 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perseteruan dalam politik adalah keniscayaan. Hanya saja bagaimana mengelola perbedaan agar menjadi rahmat itu membutuhkan seni. Natsir salah satu pelakonnya yang layak diapresiasi. Sebagai pemimpin partai Masyumi, murid A. Hassan ini kerap bersuara lantang tentang berbagai problematika umat. Sementara di Konstituante ada banyak ideologi bersarang. Oleh karenanya, perdebatan adalah hal lumrah baginya.

Misalnya dengan DN Aidit. Ketua Comite Central PKI tersebut sering beradu argumen dengan Natsir. Masing-masing membawa pemikirannya. Sampai-sampai wajah keduanya memerah. Aidit bahkan hampir saja mau melemparkan kursi karena tak tahan emosi. Tapi itu semua hanya di forum persidangan resmi. Isi debatnyapun fokus pada tema yang diangkat. Di kala rehat mereka justru minum kopi bersama, berbincang hangat dan bertukar kabar keluarga. Beberapa kali Natsir juga dibonceng sepeda oleh Aidit untuk pulang ke rumah saat tak ada tumpangan. Romantis sekali.

Beda dengan politisi zaman sekarang yang tak jarang melempar fitnah, menyerang lawan bukan dengan kritik program tapi ad hominem: menyerbu sisi-sisi pribadi untuk kepentingan kampanye hitam. Selain dengan Aidit, pendiri suratkabar Pembela Islam ini selalu berdebat keras dengan Ketua Partai Katolik Indonesia (Parkindo), Ignatius Joseph Kasimo. Bila Natsir acap menyitir Al-Qur'an, 

pun selalu mengutip ayat-ayat Alkitab. Suhu di ruang Konstituante jadi memanas. Namun begitu selesai sidang, semua mendingin kembali. Canda dan tawa berderai lagi. Tampak senyum merekah di sana-sini.  Saat Natal pun, Natsir tak sungkan sowan ke rumah lawan debatnya itu untuk menjalin silaturahmi.  Layaklah  beliau terkenal dengan filsafat politiknya, "Carilah kemenangan dalam politik, tetapi musuh tak merasa dikalahkan."

Pasca retaknya hubungan Masyumi dengan Sukarno, perwakilan PNI di parlemen selalu menggoyang kabinet Natsir. Dua kali PNI memboikot sidang sehingga tak memenuhi kuorum. Pada tanggal 22 Januari1951, parlemen yang didominasi PNI menyampaikan mosi tidak percaya dan mendapat kemenangan sehingga pada tanggal 21 Maret 1951, Natsir mengembalikan mandatnya kepada Presiden. Walau dicerca demikian dahsyatnya, ketika salah satu pimpinan PNI Ki Sarmidi Mangunsarkoro meninggal, Natsir tetap pergi melayat dan menangis di rumah duka. Hal ini tentu mengejutkan banyak pihak. Majalah terbitan Masyumi, Abadi mewartakannya di halaman utama dengan judul, "Air Mata Natsir Mengalir di Rumah Mangunsarkoro".

Masya Allah. Seperti oase di zaman kini dimana masih ada politisi nasional yang enggan bertatapmuka dengan lawan politiknya karena kesumat lama. Betapa menawannya akhlak penerima Faisal Award ini mengejawantahkan rahmatan lil alamin. Tak kalah berjiwa besarnya lagi, meski pernah dipenjara Sukarno dan partai besutannya dibubarkan, ia tak pernah menjelek-jelekkan sang proklamator di hadapan orang lain.

 Di rapat pekanan Petisi 50 yang menggugat monopoli filsafat Pancasila oleh Orde Baru, Chris Siner Key Timu mengaku Natsir tak pernah menyinggung nama Soekarno sedikitpun. "Dari situ saja sangat terlihat sifat kenegarawanannya itu, " tulisnya dalam 100 Tahun Mohammad Natisr: Berdamai dengan Sejarah.  

Semangat Persatuan

Kekuatan yang paling mencolok dari seorang Natsir adalah semangat persatuannya. Seperti pasca penyerahan kedaulatan dari Belanda. Sesuai hasil Konferensi Meja Bundar di Den Haag, kita hidup dalam sistem federal bernama Republik Indonesia Serikat (RIS). Namun hanya beberapa hari RIS dibentuk, demonstrasi merebak di mana-mana. Malang, Sukabumi, Jakarta, Makassar dan Sumatera Timur bergejolak. Negara di ambang disintegrasi nyata. 

Dia tak ingin republik hancur dilindas perang. Natsirpun berinisiatif membuka pintu dialog. Hasilnya, muncullah Mosi Integral gagasan Natsir. Pada 15 Agustus 1950, dalam sidang bersama Senat dan Parlemen RIS, Presiden Sukarno membacakan Piagam Pembentukan NKRI. Lalu pada 17 Agustus 1950, diumumkanlah lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Inilah proklamasi kedua kita yang sekaligus sebagai pernyataan bubarnya 16 negara bagian, termasuk RI, dan melebur ke dalam negara baru bernama NKRI.

Selain peduli pada persatuan bangsa, Natsir juga serius menyoroti soliditas internal umat Islam. Ia mengingatkan bahwa ukhuwah islamiyah tak bisa ditumbuhkan dengan mendirikan berbagai organisasi dengan Anggaran Dasar dan kartu anggota, semboyan dan poster-poster belaka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun