Masih segar dalam ingatan kita ketika psikolog spesialis pengasuhan anak Elly Risman dibully sejumlah warganet akibat mengitik kebijakan pemerintah melalui Bekraf yang mengundang SNSD alias Girls Generation menyambut gelaran Agustusan di Jakarta. Tak tanggung-tanggung, para K-Popers (sebutan untuk penggemar budaya pop Korea) tersebut menghujani aktivis Yayasan Kita dan Buah Hati tersebut dengan umpatan kasar yang tak layak dilemparkan seorang anak muda kepada yang lebih dewasa. Konon, Elly salah menuding SNSD sebagai simbol seks dan pelacuran. Beliau akhirnya harus minta maaf secara terbuka di jagat twitter. Demikianlah fanatiknya para penggemar penggemar Korea itu.
Semua bermula dari drama-drama yang tayang di layar kaca Tanah Air. Salah satu K-drama yang paling populer pada masanya adalah Full Houseyang dibintangi oleh Rain dan Song Hye Kyo. K-drama inilah yang kemudian membuka pintu bagi Korean waveatau gelombang hallyuyang melanda Indonesia, termasuk K-pop di dalamnya.
Pada awal tahun 2000-an fans K-pop di Indonesia masih terhitung belum banyak meski sudah terkena invasi. Baru sekitar tahun 2011, industri K-Pop mulai melirik potensi pasar di Indonesia dan gelombang hallyu pun kian terasa.Â
Konser Super Junior bertajuk Super Show 4pada April 2012 menjadi momentum hebat yang menandai ledakan demam K-pop di Indonesia. Sejak itu, Indonesia menjadi negara wajib pemberhentian tur Asia mereka. Sebut saja nama-nama seperti 2PM, BIGBANG, 2NE1, hingga BTS yang ikut menggelar panggung di sini. Sejak breakthrough-nya pada 2011, K-pop menjadi genre musik yang banyak digemari masyarakat Indonesia. Fans K-pop memang relatif lebih banyak wanita muda. Apa sebab? Sederhananya, karena para artisnya bisa dibilang good looking. Lookism: Diskriminasi Berdasar Fisik
 Sampai di sini sebenarnya masih dalam taraf wajar. Namun bila dikulik ada suatu alarm bahaya yang harus dibaca. Maimon Herawati menyebut ancaman ini sebagai "dari mata turun ke paha". Industri K-Pop dihiasi dengan cewek-cewek seksi, mulus, cantik, tinggi, yang demen joget-joget, menghiasi layar kaca. Lalu para cowok dengan gaya macho, kulit putih bersih, mulus, dan rambut warna warni, juga tak mau kalah.
Tubuh dieskploitasi habis-habisan. Paha mulus amat mudah ditemukan kalau kita cari "girl band korea" di mesin pencari. Mereka meneror generasi millenial (Y) dan generasi Z dengan menampilkan kecantikan dan ketampanan sempurna. Para artis ramai-ramai melakukan operasi plastik. Mata sipit dibeloin, dagu diruncingin, rahang kotak ditiruskan, keriput dihilangkan, kulit putih, mulus, licin! Mereka bergentayangan di musik, drama, film, reality show, dan semua industri hiburan.
Apakah ini seratus persen salah? Di mana salahnya? Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi UNPAD ini menyebut istilah "lookism". Orang semata-mata dinilai dari bentuk mukanya. Tampang pas-pasan dijamin tak bisa sukses. Meski otak cemerlang level profesor pun tak akan menjanjikan kegemilangan, jika ia tak memiliki rupa menawan. Akhirnya operasi plastik jadi senjata andalan. Mirisnya, para orangtua pun menjadikan operasi plastik ini sebagai hadiah pada momen spesial semisal kelulusan anak remajanya.
 Fenomena Depresi dan Bunuh Diri
Yang menarik dari berita akhir-akhir ini adalah kabar bunuh dirinya Jonghyun Shinee. Kim Jonghyun ditemukan tewas di apartemen yang ia sewa dengan dugaan kuat bunuh diri karena depresi pada Senin (18/12). Tanda pagar #RosesForJonghyun sempat menjadi trending topic nomor 1 Twitter di Indonesia. Penyanyi berusia 27 tahun dengan lebih dari 2 juta pengikut di Instagram ini meninggalkan pesan singkat pada kakak perempuannya berisi, "It's been hard, Let me go. Tellme I've worked hard. This is my farewell." Sang kakak langsung menyadari itu adalah pesan perpisahan sebelum bunuh diri karena Jonghyun telah bertahun-tahun mengalami depresi. Ia langsung lapor polisi namun nyawa Jonghyun tidak tertolong, dan meninggal dunia di rumah sakit.
Kasus Jonghyun sesungguhnya bukanlah hal pertama dalam belantara hiburan Negeri Ginseng. Sebelumnya, Ahn Sojin trainee DSP yang ikut berpartisipasi dalam KARA Project juga bunuh diri karena kontraknya diputus tiga bulan sebelum debut. Ada pula Ja Yeon pemeran Sunny dalam drama Boys Before Flowers yang mengakhiri  hidupnya sebab tak kuat dipaksa melayani 31 pria dalam kamar agar karirnya tetap berjalan. Selain itu, tercatat Lee Eun Jo meregang nyawa sesudah insomnia akut pasca adegan bugilnya dalam The Scarlet Letter.
Sebuah penelitian yang ditulis aktris Park Jin-hee menyebutkan, 4 dari 10 aktor Korea telah menderita depresi dan memiliki dorongan bunuh diri dari waktu ke waktu. Parahnya, ada 20 persen responden yang telah benar-benar membeli "alat" untuk bunuh diri. Ini menunjukkan bahwa tekanan ekstrem untuk tetap tampil menarik dan berada di pusat perhatian membuat mereka mengalami ketidakstabilan mental sehingga membuat pilihan bunuh diri. (tirto.id, 20/12/17) Padahal obyek penelitiannya adalah 260 aktor dengan pendapatan mulai dari 10 juta won per episode hingga kurang dari 1 juta won per bulan. Ini bukan jumlah sedikit tapi tak menjamin kebahagiaan dan kesehatan mental mereka.
Tak dapat dipungkiri Korea Selatan, memang dikenal sebagai negara dengan salah satu angka bunuh diri tertinggi di dunia. Di sana bunuh diri bukanlah hal aneh. Seperti dilansir dari The New York Times, terdapat 14.160 penduduk Korea Selatan yang melakukan bunuh diri pada tahun 2012. Belakangan, menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2015, setiap 100.000 populasi Korea Selatan terdapat 24,1 orang yang melakukan bunuh diri. Angka ini membawa Korea Selatan kepada peringkat ke-10 dunia dan keempat di Asia dalam angka bunuh diri.
Apa yang kemudian patur jadi catatan kita? Sebuah riset yang dilakukan oleh Soo Ah Jang, dkk pada tahun 2016 lalu menyebut adanya kemungkinan kasus bunuh diri selebritas Korea menginspirasi kasus bunuh diri lainnya. Menurut Myung W, dkk umumnya peniru ini didominasi perempuan berusia 20-39 tahun. (tirto.id, 21/12/17). Naudzubillah. Tentu kita tak ingin tragedi keputusasaan semacam ini melanda republik tercinta.
Hari ini, saya melihat ada tagar #WeLoveYouBaekhyun di twitter. Ternyata personil EXO ini dihujat karena berkomentar soal depresi. Ah, sudahlah. Toh, semua ingin hidup bahagia tanpa pernah terpenjara atau disandera sesuatu yang seolah-olah adalah prestasi memesona.
Oleh karenanya, wajar saja bila ada saran penuh cinta untuk menyaring setiap budaya yang merasuk ke dalam tubuh tradisi Nusantara. Bukankah kita punya filter bernama Pancasila? Di situ ada nilai agama nan adiluhung yang jadi pedoman kita.
"It isn't what you have or who you are or where you are or what you are doing that makes you happy or unhappy. It is what you think about it." (Dale Carnegie)
Salam cinta,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H