Mohon tunggu...
Anugrah Rafa
Anugrah Rafa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jakarta

Saya memiliki ketertarikan di bidang musik, game, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Bagaimana 'Skena' Mempengaruhi Banyak Aspek

8 Desember 2024   21:00 Diperbarui: 8 Desember 2024   21:03 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Akhir-akhir ini, cukup banyak orang yang menggunakan istilah "skena" terutama di media sosial. Di tahun 2023, kata "skena" merupakan salah satu kata yang trending di google. Walaupun kata "skena" cukup trending di google, sebenarnya kata "skena" tidak ada dalam KBBI. Namun menurut beberapa sumber, kata "skena" berasal dari kata bahasa Inggris yaitu scene. Dilansir dari laman Prambors FM, skena adalah perkumpulan kolektif yang merujuk pada konteks sosial yang memiliki perkembangan fenomena budaya, seni, dan musik (Arbina et al., 2024). Seperti yang kita ketahui, istilah "skena" banyak dikaitkan sebagai orang yang memiliki gaya pakaian khas dan menyukai genre musik underground. 

 

            Skena Indie ini dapat terbentuk karena di generasi muda sekarang, banyak anak-anak muda yang menggunakan istilah ini untuk menggambarkan orang-orang yang sangat tertarik dengan musik underground dan selalu datang ke acara-acara musik yang cukup kecil dan terkadang dibanderol dengan harga tiket yang cukup terjangkau (Sutopo & Lukisworo, 2023). Selain itu, berkembangnya musik-musik baru di pasar skena juga mengundang para generasi muda untuk mencobanya. Sehingga anak-anak muda tersebut menjadi sebuah satu fanbase yaitu skena musik. Mereka menjadi satu komunitas karena tertarik dengan budaya skena yang memang populer akhir-akhir ini dan memberontak dari aliran musik mainstream yang repetitif. Inilah mengapa skena indie Indonesia berkembang dengan pesat.

 

            Fenomena skena indie ini memberi dampak yang cukup besar dari segala aspek. Berdasarkan pengalaman saya pribadi, banyak aspek yang berubah terutama dalam bidang musik, gaya berpakaian, hingga gaya bicara. Dalam bidang musik, sekarang cukup banyak orang-orang yang menyukai lagu indie daripada lagu yang pasaran seperti Saturday Night Karaoke yang membawakan lagu-lagu dengan genre melodic punk, Muchos Libre yang bergenre garage rock, Rekah yang bergenre Post-Hardcore, The Rang-Rangs yang bergenre Punk Rock, The Adams yang bergenre Indie Rock, dan band lainnya. Musik-musik baru ini membawa warna baru dalam industri musik yang tidak itu-itu saja dan tidak pabrikan. Banyak Musisi-musisi zaman sekarang yang mengikuti formula yang sama dan tergolong generic sehingga mudah dilupakan oleh banyak orang. Anak-anak muda zaman sekarang lebih memilih untuk mengeksplor dunia musik yang baru dan tidak repetitif. Selain itu, banyak juga generasi muda zaman sekarang yang ikut serta dalam berkreasi di dunia musik indie ini. Seperti Dongker, The Jansen, Perunggu, dan band lainnya. Band-band ini memiliki genre yang berbeda-beda sehingga menarik banyak perhatian para generasi muda dan dapat meraih ketenaran yang cukup besar.

Selain itu, muncul juga artis yang bernama lelakidivjvngtandvk yang membawa genre unik yaitu disco punk. Sebuah hal yang jarang ditemui di Indonesia dan unik. Artis ini jelas menarik perhatian orang-orang dan respon mereka terhadap musik lelakidivjvngtandvk sangat baik. Hal ini juga membuktikan bahwa skena musik indie memiliki regenerasi setiap tahunnya dan akan berkembang seiring berjalannya waktu. 

 

Hal ini jelas bisa dibuktikan dengan band-band indie zaman dahulu seperti Pure Saturday, Rumahsakit, White Shoes and The Couples Company, The Adams, Sore, Efek Rumah Kaca, Mocca, The SIGIT, dan band lainnya. Mereka masih berkarya hingga sekarang karena memiliki penggemar yang loyal dan terus bertambah seiring berjalannya waktu. Hal ini jelas tidak dapat dicapai jika skena Indonesia tidak ramai dan tidak aktif. Itulah mengapa saya berani bilang bahwa skena indie itu tidak akan ada matinya sampai kapanpun. Karena faktanya, setiap generasi pasti memiliki komunitas skena itu sendiri. Generasi-generasi muda akan berusaha untuk mengikuti skena indie ini untuk berbaur dengan lingkungannya. 

 

            Munculnya gigs juga membantu berkembangnya band-band underground ini berkembang lebih lanjut. Selain membantu band-band ini, gigs secara tidak langsung juga mempersatukan para peminat musik underground ini. Gigs-gigs ini berlatar dimana saja seperti studio, caf, bahkan parkir basement kampus. Karena hal ini, para peminat skena dan para pelaku tidak memiliki Batasan untuk berekspresi. Belum lagi, gigs-gigs ini secara konsisten menjunjung tinggi nilai Do It Yourself (DIY). Nilai ini sangat baik untuk menjaga idealisme dalam bermusik di masa sekarang dan masa yang akan datang. Komunitas-komunitas skena juga berperan penting dalam menghidupkan suasana gigs. Contohnya seperti skena disko yang menggunakan media sosial sebagai media untuk memperkenalkan komunitasnya secara online. Selain itu, skena disko juga menggunakan media sosial untuk mempopulerkan kembali lagu-lagu tahun 80an dan berinteraksi dengan komunitasnya. Hal ini diraih dengan cara meningkatkan brand awareness agar nama mereka semakin dikenal dan menarik banyak perhatian. Dengan cara membangun identitas, mengedukasi, berinteraksi dengan followers, dan lain-lain (Putra & Irwansyah, 2021).

 

            Dan untuk gaya berpakaian, orang-orang cenderung menggunakan baju dari band yang mereka atau bahkan mereka tidak tahu bandnya sama sekali tetapi menggunakan baju dari band tersebut karena mereka suka dengan desainnya. Baik dengan niat apapun, hal ini juga secara tidak langsung mempengaruhi orang-orang awam untuk berpakaian seperti mereka. Selain itu, outfit skena yang cukup populer adalah pakaian oversize, sepatu docmart, dan tote bag. Gaya berpakaian skena tak hanya didorong oleh keindahan dan minat tetapi juga keinginan untuk diakui oleh lingkungan. Selain itu, gaya berpakaian ini juga digunakan sebagai media berekspresi.

 

            Seperti yang kita ketahui, setiap hal pasti memiliki baik dan buruknya. Selain komunitas skena ini mempersatukan anak-anak muda untuk berkreasi dan menyukai satu hal yang sama, fanbase ini juga memiliki sisi buruknya. Yaitu Polisi Skena. Istilah tersebut berarti seorang elitis yang mendewakan sebuah konsep indie diatas segalanya. Orang-orang ini berpikir bahwa aliran yang mainstream itu payah dan menurut mereka indie lebih superior. Hal ini jelas memperburuk nama skena dimata khalayak umum. Tak jarang juga orang-orang menyindir polisi skena ini karena membuat orang-orang tidak nyaman. Selain itu, karena ulah dari polisi skena ini, orang-orang menjadi menganggap skena itu adalah negatif dan bukan fanbase yang bagus. Berbagai stereotip buruk pun bermunculan akibat ini dan membuat citra skena menjadi semakin buruk. 

 

            Fenomena fanbase skena ini jelas membawa keuntungan bagi orang-orang terutama generasi muda. Mereka jadi bisa menyalurkan minat mereka dan berkumpul dengan orang-orang yang memiliki ketertarikan atau minat yang sama dengan mereka. Hal tersebut membantu mereka berkembang lebih jauh dan memperluas relasi mereka. Selain itu, adanya fenomena skena musik ini mendorong generasi muda untuk berkreasi tanpa batas. Tetapi tidak dapat dipungkiri juga bahwa fenomena ini memiliki dampak buruk bagi orang-orang yaitu salah satunya menganggap dirinya lebih superior daripada orang-orang yang mengikuti alur mainstream. Namun yang terpenting adalah kita sebagai generasi muda mengambil sisi positifnya saja dan meninggalkan yang buruk. Sudah pasti kita ingin berkembang lebih jauh dan berada di suatu ruang lingkup dengan minat dan ketertarikan yang sama. Hal yang bisa mereka lakukan adalah berusaha berpartisipasi dengan cara yang positif dan mengesampingkan rasa etnosentrisme tersebut. Karena pada dasarnya, skena ini hanyalah tempat berkumpul untuk berkarya dan berekspresi. Bukan tempat menyebarkan kebencian dan memecah belah satu sama lain. 

             

Daftar Pustaka  

Arbina, S., Dadan, S., & Mutahir, A. (2024). SKENA dalam Perspektif Mahasiswa FISIP Unsoed. 4(4), 1879--1890.

Putra, R. R., & Irwansyah, I. (2021). Peningkatan Awareness Skena Musik Independen Indonesia (Studi Konvergensi Media dan Do It Yourself). Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS), 3(3), 962--971.
https://doi.org/10.34007/jehss.v3i3.549

Sutopo, O. R., & Lukisworo, A. A. (2023). Praktik Pertunjukan Musik Mandiri dalam Skena Metal Ekstrem. Resital:Jurnal Seni Pertunjukan, 24(2), 97--111.
https://doi.org/10.24821/resital.v24i2.8328

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun