Dan untuk gaya berpakaian, orang-orang cenderung menggunakan baju dari band yang mereka atau bahkan mereka tidak tahu bandnya sama sekali tetapi menggunakan baju dari band tersebut karena mereka suka dengan desainnya. Baik dengan niat apapun, hal ini juga secara tidak langsung mempengaruhi orang-orang awam untuk berpakaian seperti mereka. Selain itu, outfit skena yang cukup populer adalah pakaian oversize, sepatu docmart, dan tote bag. Gaya berpakaian skena tak hanya didorong oleh keindahan dan minat tetapi juga keinginan untuk diakui oleh lingkungan. Selain itu, gaya berpakaian ini juga digunakan sebagai media berekspresi.
Â
      Seperti yang kita ketahui, setiap hal pasti memiliki baik dan buruknya. Selain komunitas skena ini mempersatukan anak-anak muda untuk berkreasi dan menyukai satu hal yang sama, fanbase ini juga memiliki sisi buruknya. Yaitu Polisi Skena. Istilah tersebut berarti seorang elitis yang mendewakan sebuah konsep indie diatas segalanya. Orang-orang ini berpikir bahwa aliran yang mainstream itu payah dan menurut mereka indie lebih superior. Hal ini jelas memperburuk nama skena dimata khalayak umum. Tak jarang juga orang-orang menyindir polisi skena ini karena membuat orang-orang tidak nyaman. Selain itu, karena ulah dari polisi skena ini, orang-orang menjadi menganggap skena itu adalah negatif dan bukan fanbase yang bagus. Berbagai stereotip buruk pun bermunculan akibat ini dan membuat citra skena menjadi semakin buruk.Â
Â
      Fenomena fanbase skena ini jelas membawa keuntungan bagi orang-orang terutama generasi muda. Mereka jadi bisa menyalurkan minat mereka dan berkumpul dengan orang-orang yang memiliki ketertarikan atau minat yang sama dengan mereka. Hal tersebut membantu mereka berkembang lebih jauh dan memperluas relasi mereka. Selain itu, adanya fenomena skena musik ini mendorong generasi muda untuk berkreasi tanpa batas. Tetapi tidak dapat dipungkiri juga bahwa fenomena ini memiliki dampak buruk bagi orang-orang yaitu salah satunya menganggap dirinya lebih superior daripada orang-orang yang mengikuti alur mainstream. Namun yang terpenting adalah kita sebagai generasi muda mengambil sisi positifnya saja dan meninggalkan yang buruk. Sudah pasti kita ingin berkembang lebih jauh dan berada di suatu ruang lingkup dengan minat dan ketertarikan yang sama. Hal yang bisa mereka lakukan adalah berusaha berpartisipasi dengan cara yang positif dan mengesampingkan rasa etnosentrisme tersebut. Karena pada dasarnya, skena ini hanyalah tempat berkumpul untuk berkarya dan berekspresi. Bukan tempat menyebarkan kebencian dan memecah belah satu sama lain.Â
      Â
Daftar Pustaka Â
Arbina, S., Dadan, S., & Mutahir, A. (2024). SKENA dalam Perspektif Mahasiswa FISIP Unsoed. 4(4), 1879--1890.
Putra, R. R., & Irwansyah, I. (2021). Peningkatan Awareness Skena Musik Independen Indonesia (Studi Konvergensi Media dan Do It Yourself). Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS), 3(3), 962--971.
https://doi.org/10.34007/jehss.v3i3.549
Sutopo, O. R., & Lukisworo, A. A. (2023). Praktik Pertunjukan Musik Mandiri dalam Skena Metal Ekstrem. Resital:Jurnal Seni Pertunjukan, 24(2), 97--111.
https://doi.org/10.24821/resital.v24i2.8328
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H