Mohon tunggu...
Aliy Nugroho
Aliy Nugroho Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

melihat dunia, berbagi kebahagiaan, canda tawa, keceriaan...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Di Bawah Bendera Revolusi", Barang Langka Oleh-oleh Lebaran

13 September 2011   02:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:00 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini bermula saat isteri cuti sehabis melahirkan anak kami yang pertama, Februari silam. Suatu pagi, isteri yang masih berada di rumah orang tua di kampung, mengabarkan kalau ada buku tua yang mau di "bersihkan" dari lemari arsip, dia bilang judulnya "Dibawah Bendera Revolusi”, kalau mau diambil aja pas pulang nanti, ujarnya. * Buku ini begitu tabu diobrolkan saat orde baru berkuasa, de-Sukarnoisasi yang ditanamkan pada masyarakat kala itu membuat “parno” orang untuk membahasnya. Saya tahu buku ini saat SMA, kebetulan Mbah Kakung dulu punya sebuah, dah saat ini menjadi kepunyaan Paklik saya. Dulu juga kakak saya yang mahasiswa sejarah sering menceritakan buku ini, yang kemarin katanya pasca reformasi menjadi barang langka yang dicari-cari orang. Buku ini disusun oleh sebuah tim bernama Panitia Penerbitan dibawah pimpinan H. Muallif Nasution pada tahun 1959, dilanjutkan cetakan pada 1963 dan 1964. Selanjutnya pada era reformasi, dengan diprakarsai oleh Yayasan Bung Karno, buku ini diterbitkan kembali pada tahun 2004 dengan berbagai penyesuaian tanpa mengurangi substansi. (sumber informasi)

*kusam bukan karena dibaca, tapi usia (N97)

*Jilidan mulai terlepas (N97) Saya sendiri belum pernah membaca secara penuh bukunya, hanya sekilas-kilas saja dulu membuka punya Paklik. Saya tahunya buku ini berisi tulisan-tulisan yang menuangkan pikiran-pikiran orisinil dari Bung Karno. Namun ketika berselancar di dunia maya melalui mesin pencari dengan kata kunci sama dengan judul bukunya, saya terheran ketika yang keluar ternyata kebanyakan laman yang memperjualbelikan buku itu, seolah-olah buku itu menjadi komoditas karena “keantikannya”, bukan dari isi buku itu sendiri. Sebagai buah pemikiran orang besar macam Soekarno, apakah buku sekelas ini (yang dilaman jual beli dihargai mencapai 50juta rupiah untuk cetakan lamanua) hanya pantas jadi komoditas barang antik dan jadi pajangan di lemari buku?saya bermimpi akan banyak yang membicarakan isinya di ruang-ruang diskusi, sehingga saya bisa menyimaknya, hahaaa....tentunya saya juga berharap bisa membacanya nanti. * Yang pasti, buku ini jadi oleh-oleh yang cukup berharga pasca libur lebaran, bukan cuma karena nilai sejarah dan antiknya, namun saya berharap juga nanti buku itu tak sekedar jadi pajangan di lemari buku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun