Mohon tunggu...
Anugrah Rahmatulloh
Anugrah Rahmatulloh Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Researcher

Ketika kita membaca, kita membuka jalan. Ketika kita menulis, kita berbagi cerita. Dan ketika kita berbicara, kita merawat ingatan

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

"Instanisasi" Kuliner Indonesia

2 Mei 2019   19:25 Diperbarui: 3 Mei 2019   22:17 934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tindakan sederhana dalam budaya memasak, tentu pada awalnya dimaksudkan untuk membuat makanan lebih higienis dan lebih beraroma. Dengan begitu, kita bisa menyimpulkan bahwa berkembangnya dietetik makanan beriringan dengan berkembangnya budaya memasak." --Massimo Montanari, 2015: 51

Penggalan dalam Food is Culture tersebut menggambarkan bagaimana dalam makanan terdapat budaya yang selalu berkembang, termasuk dalam budaya memasak. Dalam perkembangan manusia, berkembangnya budaya makan juga didukung penuh dengan berkembangnya budaya memasak. 

Penggalan kalimat diatas juga menggambarkan bagaimana cara pembuatan suatu makanan berawal dari sesuatu yang sangat sederhana. Hal tersebut kemudian sejalan dengan munculnya berbagai bahan makanan juga berbagai cara makan yang dikenal manusia, sehingga secara otomatis budaya memasak mau tidak mau akan berkembang pula.

Dewasa ini perkembangan cara memasak berkembang seiring dengan makin kompleksnya kebutuhan manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Terutama jika dikaitkan dengan mobilitas masyarakat yang semakin tinggi membuat kebutuhan masyarakat akan makanan semakin lama juga akan semakin tinggi. 

Hal tersebut tentu mengakibatkan berkembangnya cara masak yang dilakukan agar makanan tersedia dengan cepat dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Semua permasalahan tersebut kemudian bermuara pada satu solusi yang mulai dimanfaatkan orang mulai pada akhir abad ke 20: Makanan Instan.

Seperti yang terlihat hari ini, serbuan makanan instan secara perlahan tapi pasti mulai dirasakan oleh masyarakat. Berbagai kebutuhan akan makanan yang cepat disajikan dan memungkinkan segera dinikmati secepat mungkin, termasuk dalam hal ini makanan daerah secara perlahan mulai mengalami proses "instanisasi" sebagai wujud dari tingginya kebutuhan masyarakat akan makanan. 

Secara singkat, keberadaan makanan instan sangat membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, terlepas dari efek yang dihasilkan bagi kesehatan. Besarnya kebutuhan akan makanan instan juga kemudian berpengaruh pada budaya memasak makanan di masyarakat sendiri.

Istilah instan sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti langsung (tanpa dimasak lama) atau dapat diminum atau dimakan. Dalam arti kata KBBI saja, istilah instan langsung diidentikan dengan makanan atau minuman, yang kemudian bisa ditarik kesimpulan bahwa makanan instan ialah makanan yang tidak memerlukan waktu lama dalam proses pemasakan dan/atau makanan yang bisa langsung dimakan tanpa diolah terlebih dahulu.

Jika menilik lebih jauh sejak kapan makanan instan dikenal masyarakat Indonesia, sebenarnya bentuk makanan yang menyerupai makanan instan yang mulai berkembang dewasa ini sudah ada sejak masa Pemerintah Kolonial. A.G. Van Veen dalam tulisannya yang berjudul Nutrition Studies in Indonesia (1950) menyatakan bahwa bentuk makanan instan sudah beredar di kalangan tentara Hindia Belanda pada periode 1850-1918. Bentuk dari makanan instan tersebut terlihat dari beras yang ditambahkan pemutih (atau dikenal sebagai beras yang dipoles/polished rice). 

Dalam tulisan yang dipublikasikan oleh Documenta Neerlandica et Indonesica de Morbis Tropicis ini juga menjelaskan bentuk serupa kemudian dikonsumsi oleh masyarakat pribumi pada 1930 dengan cara beras yang tersedia ditumbuk untuk dimakan. 

Masyarakat lebih menyukai beras yang digiling dan diberi pemutih dibanding dengan bahan makanan lain yang harus melalui berbagai proses terlebih dahulu seperti umbi-umbian. Adapun penyebab tingginya keinginan mengonsumsi beras instan ini terlihat dari metode yang salah serta kurang suksesnya masyarakat dalam melaksanakan penanaman tumbuhan konsumsi di Hindia Belanda.

Melihat kenyataan di atas, penyebab besarnya kebutuhan masyarakat akan makanan instan lebih didasarkan pada desakan atas krisis pangan yang terjadi di masyarakat. Kurang berkembangnya lahan pertanian yang menghasilkan beras berkualitas disertai tingkat kebutuhan masyarakat akan beras yang semakin lama semakin tinggi membuat beras instan sangat diminati oleh masyarakat. 

Ketergantungan terhadap beras instan sendiri kemudian menimbulkan permasalahan import beras yang tinggi serta beras instant tersebut menimbulkan penyakit beri-beri. Permasalahan itu kemudian memaksa pemerintah untuk melakukan strategi diversifikasi pangan.

Bagaimana dengan sekarang? kebutuhan masyarakat akan makanan instan bukan disebabkan oleh desakan krisis yang dialami sama seperti ketika masa kolonial, tetapi kebutuhan masyarakat akan makanan instan lebih disebabkan oleh semakin kompleksnya mobilitas masyarakat yang menuntut makanan disajikan dengan proses yang sangat cepat.

Kebutuhan akan makanan instan ini kemudian mendorong bermunculan produk-produk makanan instan, termasuk kemudian memodifikasi cita rasa makanan khas berbagai daerah di Indonesia dalam bentuk yang lebih praktis dan bisa dengan cepat dinikmati. 

Dengan semakin cepatnya perkembangan masyarakat, tentu eksistensi makanan khas daerah Indonesia kemudian harus menyesuaikan dengan kebutuhan pasar dan kebutuhan masyarakat yang ingin menikmati makanan khas tanpa harus repot membuat makanan tersebut. Sehingga mendorong berbagai perusahaan memodifikasi dan menginstanisasi makanan khas daerah Indonesia.

Proses instanisasi masakan khas Indonesia setidaknya sudah dimulai pada bumbu masakan sekitar tahun 1960-an. Setidaknya itulah yang dijabarkan Michiko Kubo dalam tulisan yang berjudul The Development of an Indonesian National Cuisine: A Study of New Movement of Instant Food and Local Cuisine (2010). 

Dalam tulisannya tersebut Kubo menekankan bahwa proses instanisasi pada produk masakan khas daerah Indonesia dimulai dari pembuatan bumbu masak yang merupakan campuran rempah-rempah yang biasa digunakan dalam memasak dan ditandai dengan didirikannya perusahaan raksasa bumbu masak di Indonesia pada 1969. 

Munculnya penyedap yang terdiri dari campuran rempah-rempah khas daerah kemudian menarik perhatian masyarakat untuk menggunakannya, serta dengan ketertarikan masyarakat yang kuat juga membuat perusahaan tersebut membuat berbagai bumbu instan yang digunakan untuk membuat sebuah masakan khas daerah nusantara dengan citarasa yang tidak jauh berbeda dengan aslinya. 

Kubo juga menegaskan proses instanisasi kemudian dilanjutkan dengan berdirinya raksasa makanan instan yang bergerak pada pembuatan mie, snack dan berbagai makanan instan lain pada tahun 1994. 

Terutama pada produk mie, perusahaan ini memberikan sebuah inovasi dengan menyediakan mie dengan rasa khas makanan daerah Indonesia. Kemudian hari ini kita banyak mengenal mie instan dengan rasa rendang, soto, maupun rasa empal gentong yang biasanya hanya ditemui di suatu tempat tertentu.

Bagaimana kemudian pengaruh instanisasi makanan daerah melalui berbagai produk terhadap masyarakat? Pada satu sisi, kemunculan produk-produk tersebut memudahkan masyarakat untuk mengonsumsi makanan khas daerah dengan cara yang lebih baru, selain itu juga dengan bentuk yang praktis kemudian dapat dinikmati dimana saja dan kapan saja. 

Namun, permasalahan yang akan timbul lebih besar yang dibayangkan dari sebelumnya, jika penggunaan berbagai produk instan tersebut melebihi batas wajar. Jelas permasalahan terbesar akan muncul dari segi kesehatan, dengan banyaknya bahan pengawet akan berpengaruh buruk terhadap kesehatan masyarakat. Tetapi lebih dari itu, dari segi budaya permasalahan yang timbul bisa lebih serius.

Dengan banyak berkembangnya produk-produk instan dalam masyarakat, terutama produk-produk bumbu masak yang dengan mudah didapatkan di supermarket berbentuk produk bumbu instan sachet, membuat masyarakat malas untuk membeli rempah-rempah secara terpisah di pasar tradisional.

Lebih jauh lagi, kecenderungan tersebut sedikit-sedikit akan membuat budaya masyarakat Indonesia sebagai masyarakat pasar hilang hingga budaya tersebut hilang dari kepribadian masyarakat. 

Selain itu, dengan penggunaan bumbu masak instan ini membuat kemampuan masyarakat akan pengetahuan rempah-rempah khas berbagai daerah sedikit-sedikit berkurang bahkan hilang. Maka tidak aneh jika masyarakat sekarang tidak ingat, bahkan tidak tahu rempah-rempah yang digunakan sebagai bumbu masak seperti jahe, kencur, lada, dsb.

Permasalahan yang terjadi selanjutnya ialah dengan semakin instannya produk makanan khas daerah membuat kemudian rasa khas dari makanan daerah tersebut perlahan-lahan hilang dari memori masyarakat. Ingatan masyarakat akan rasa khas makanan daerahnya akan terkalahkan dengan rasa yang ada dalam produk tersebut, sehingga kekhasan dalam makanan daerah menjadi hilang. 

Bagaimanapun juga, sesuatu yang dibuat dengan cara tradisional dan sesuai prosedur akan meninggalkan suatu sensasi tersendiri dibanding mengolahnya melalui berbagai hal yang bersifat modern. Sentuhan budaya memasak kemudian hilang karena segala sesuatu digunakan dengan cepat menggunakan bahan-bahan instan.

Pada akhirnya, tetap segala sesuatu yang berkembang di masyarakat, termasuk hal yang berkaitan dengan masyarakat harus berkembang dan menyebar sesuai takaran. Sebenarnya makanan instan bercita rasa makanan khas daerah dibolehkan untuk dikonsumsi selama jumlah konsumsinya terbatas dan juga digunakan dalam waktu yang pas. 

Tetapi perlu ditekankan juga bahwa penggunaan tersebut juga harus dibatasi agar masyarakat tidak kehilangan sentuhan yang muncul melalui budaya rasa masakan dan budaya memasak yang sudah berkembang secara turun temurun. 

Apalagi dengan mengorbankan cita rasa yang membangkitkan memori kolektif masyarakat akan proses pembuatan dan rasa yang berkembang di masyarakat, jelas hal tersebut kemudian harus ditekan agar anak cucu kita suatu saat nanti masih bisa mengenal rempah-rempah khas daerah, rasa khas yang berbicara mengenai karakter suatu daerah juga budaya masak yang membuat cita rasa khas tersebut tetap berkembang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun