Kabar sayembara ini telah tertiup angin sampai jauh ke pelosok hutan. Di sana, di sebuah gubuk kayu berpenghuni seorang ibu setengah baya, terlihat serius dengan anaknya. Anaknya seorang pemuda berpenampilan kekar, dengan otot-otot yang menyembul mencuat seperti hendak menembus kulitnya.
"Anakku Dumbaglet... sudahkah engkau pikirkan matang-matang niatmu ikut sayembara itu? Tidakkah engkau mengetahui bagaimana kesaktian Raja Bobohong, bukankah sudah bertahun-tahun belum ada yang bisa menandinginya?"
"Izinkan ananda ikut mengadu nasib di sayembara itu, Bu! Lihatlah anakmu yang sudah tidak lagi kanak-kanak, sudah saatnya ananda membahagiakan Ibu, ananda yakin inilah waktu yang tepat..." Â
***
Dipukulnya gong di alun-alun kerajaan, menjadi pembuka sayembara berbohong di Kerajaan BBM. Para peserta dari berbagai penjuru kerajaan, maupun yang hadir dari negeri tetangga berkumpul berbaris teratur di hadapan singgasana Raja Bobohong. Di belakang para peserta, terlihat tentara kerajaan bersenjata lengkap siaga mengawal jalannya sayembara sebentar. Kemudian tampak dari sisi kanan singgasana Raja, pada deretan kursi para pembesar kerajaan, Perdana Menteri berdiri dan memberi hormat, di tangannya ia membawa daftar nama peserta sayembara. Â Setelah beberapa saat menyampaikan aturan main, Raja memberi isyarat kepada Perdana Menteri untuk segera memanggil peserta. Â Peserta pertama yang dipanggil bernama Surman.
Lelaki yang bernama Surman itu maju ke depan Raja dan memberi hormat dengan membungkukkan badannya. Â
Raja berdiri dan mendekat ke arah Surman, "silahkan Mansur... mulai," perintahnya.
"Surman, Paduka..."
"Oh iya, Surman, lanjutkan!"
"Rumah hamba itu sangat besar Paduka, melebihi besarnya istana ini. Â Halamannya luas tak terkira mengalahkan luasnya halaman kerajaan Paduka...!" Surman memulai cerita bohongnya.
 "Hahaha, sepertinya kamu lupa anak muda... bukankah Aku hadir dalam peresmian rumah besarmu itu!" Raja Bobohong terbahak-bahak membuat Surman pucat pasi.