[caption caption="Event Fiksi Fiksiana Community"][/caption]Dear Diary...
DUHAI SAHABAT, May memulai hari ini setidaknya dengan hati yang membuncah rindu. Semalam May mimpi bertemu Bang Zeyn. Tidak hanya sekedar bertemu, tetapi kami duduk bersanding di pelaminan dengan rangkaian prosesi adat Bugis yang benar-benar meriah. Bang Zeyn begitu gagah, berpakaian hijau keemasan dengan sigara di kepala dan sebilah keris yang terselip di pinggangnya.  Ia menuntun May menuju baruga menyambut para tamu undangan. May bahagia, benar dimabuk cinta. Tetapi begitulah Sahabat, asmara tidaklah dapat terlampiaskan hanya dengan bermimpi. Fajar yang menyingsing datang diam-diam, lewat kisi-kisi jendela ia membuyarkan kebahagiaan May. Semoga mimpi tidak mengelabui mata, berharap hadirnya mengisyaratkan jodoh tak ‘kan ke mana. Bangun tidur dan menyapanya lewat telepon, Bang Zeyn baik-baik saja. Â
 Ahh…May merindu… Â
TAMAN KOTA, lama nian kaki tak menjejak rumput basah, dan pagi yang gigil tadi May mendapatkannya. Sepertinya rerumputan baru saja dipangkas, ujung-ujungnya terasa menggelitik telapak kaki. Dingin dan geli berbaurlah jadi satu. Hmm... May suka, bau yang alami sedap, nikmatnya mereguk udara segar. Di sanalah bermula saling tatap itu, May duduk di sebuah bangku di sudut taman. Â Tidak jauh dari tempat May duduk, dia sedang asyik di bawah pohon sedang jeprat jepret. Burung yang hinggap di dahan, bunga melati yang mulai bermekaran, bulir-bulir embun yang sedang berbisik pada dedaunan, tidak luput dari tangkapan kameranya. Sesekali ujung matanya menangkap tatapan May. Entah sengaja atau tidak, sebelah alisnya terangkat. Pastilah ia merasa diperhatikan. Apakah alis itu mengerling? Hmm... dan akhir dari bahasa tubuh itu adalah sebuah senyum, Â diiring dua pasang mata yang saling beradu, sedetik dua detik, salam perkenalan.
Waktu bergulir dalam iramanya, singkat rasanya menjadikan setiap temu pandang bagaikan petikan dawai asmara. Di dalam dada, dag dig dug dug dig dag nadanya. Getar-getar yang aneh sejak tatap pertama.  Ketika kemudian bahasa dan isyarat tubuh berubah menjadi sapa yang  menyejukkan. Kami berkenalan, Zeyn namanya. Di lembar-lembar sebelumnya, engkau sudah tahu siapa dia.  Bagaimana ia bercerita tentang dirinya. Bagaimana kami bertukar pikir, berbagi senyum, canda dan tawa. Di lain waktu kami kadang dirundung sedih dan membasuh air mata. Dan di taman ini, perasaan masing-masing benar-benar terungkap. KAMI JATUH CINTA ... tulisnya besar-besar ya? :)
Sahabat... Setahun kepergiannya, sudah seperti sewindu rasanya. Â Sekarang, Dia jauh di tanah Papua, sedang mencari nafkah, ikut temannya bekerja di perusahaan tambang. Kami terpisah demi sebuah cita-cita dan masa depan yang lebih baik, untuknya, untuk kami berdua katanya. Â Meski jauh di lubuk hati ini, menginginkan Bang Zeyn pulang saja. Kapankah kita bersama lagi seperti dahulu... Bilakah kembali... May merindu...
FIRASAT,  inilah yang seharusnya menjadi judul corat moret ini bukannya ‘pecah’... tapi May tidak ingin terbawa suasana hati yang akan menganggu hidup May. Walau May tidak bisa melupakan segala yang terjadi hari ini. Pecah? Firasat? Adakah ia penanda buruk? Ataukah hanya mitos belaka? May juga tidak ‘kan mungkin mengoyak satu hari dalam kalender untuk menghilangkan tanggal 13, sekedar untuk membuang angka yang katanya ‘sial’ itu... Tidak sahabat... cukuplah kamu tahu bahwa apa yang May temui di hari ini terpatri di salah satu atau mungkin dua halamanmu.
Bahwa di saat-saat May bernostalgia mengenang perjumpaan demi perjumpaan dengan Bang Zeyn, sedikit terusik dengan pecahnya salah satu lampu taman, persis di tempat di mana May sering duduk bersama Bang Zeyn. Semua akibat kelalaian si tukang taman, secara gegabah meletakkan mesin pemotong rumputnya hingga gagangnya memecahkan lampu itu, berkeping...
Di warung Sederhana tadi siang, May secara tidak sengaja menjatuhkan gelas minum dan membuat seisi warung kaget, sebagaimana May ikut tersentak bagai tersengat listrik. Bagaimana muka cemberut si pemilik warung dan gumam omel pelayan yang membereskan pecahan gelas, masih jelas terngiang di pelupuk ingatan.
Lalu di arena festival batu akik sore harinya, May membeli bacan sepasang untuk May dan Bang Zeyn. Tetapi lagi-lagi sebuah kejadian sepertinya terulang, pecah! Â Mengapa juga bacan yang seharusnya menjadi milik May, yang sudah siap di pasang pada cincin itu menjadi retak saat si pengrajin mengolahnya. Ohhh...
KAMAR SEPI, malam ini, May membukamu untuk ke sekian kalinya. Tidak ada yang pecah malam ini, selain tangis May. Berdoa semoga sesuatu yang indah, di balik semua kejadian hari ini... Engkaulah yang akan menyimpan tanda-tanda, mengarsipkan segala firasat, ketika esok kita harus berpisah, tatkala esok engkau dapati May sudah tiada. Engkaulah yang akan memberi kabar pada kekasihku, betapa hari ini May begitu khawatir dengannya, betapa May teramat takut kehilangannya... :(
Â