***
Gigil jemari jepit rokok yang nyaris melengkung
Dihisap kuat sehingga pipi mencekung
Menahan dingin yang merayap sejak subuh
Dibangunkannya gadis kecil semata wayang
Jalan-jalan sudah terang membentang
Siapkan senjata kita perang
Perlengkapan perangnya adalah motor butut dan karung goni
Mesin motor dipanaskan, biar sebentar di jalan tak gampang mati
Dengan sebotol bensin eceran milik tetangga si butut siap menemani
Tak pernah ia mengantre di Pertamina
Khawatir keranjang goni bawaannya mengganggu
Sebab remah sampah yang dipulungnya pasti timbulkan bau
Gadis kecil kemasi buku dan pensil yang tinggal seujung jari
Dengan tas kumal sedikit tambalan siap ke sekolah lagi
Duduklah ia di depan bapak dengan patuh
Senyum dan kecup ibu mengantar mereka pergi
Menunggu mereka pulang petang berkumpul lagi
Begitulah peristiwa di depan petak kontrakan itu dari pagi ke pagi
Naik motor sedikit ringankan kerja
Beda dahulu telanjang kaki keliling kota
Sebab sekarang gadis kecilnya semakin besar saja
Sudah waktunya ia belajar cari ilmu biar tak jadi sampah
Biar ia tahu bapaknya si pencari sampah memang tak sekolah dulu
Kini dibonceng bapaknya pulang pergi sekolah tidak pernah malu
Gadis kecil membantu bapak dan ibu saat sekolah usai
Memilah-milah mana plastik, mana kardus, mana besi
Timbang ditimbang semakin berat penanda rezeki makin berlimpah
Begitulah keluarga pemulung itu menghabiskan waktu
Berharap gadis ciliknya kelak jadi orang berguna
Jadi “orang besar” bukan “wong cilik” seperti dirinya
***
Bulukumba, 19.02.2016
(Anugerah Os)
100 Puisi "orang-orang kecil"
Note :
Nug melihatnya siang itu, saat ia berburu barang bekas di tempat sampah depan sekolah anaknya sembari menunggu buah hatinya itu pulang... :(
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H