LEJJA merupakan sebuah kawasan hutan lindung yang di dalamnya terdapat sumber mata air panas yang telah dikelola oleh pemerintah setempat menjadi kawasan wisata alam. Obyek wisata ini terletak di Desa Bulue, Kecamatan Marioriawa, Kabupaten Soppeng, Provinsi Sulawesi Selatan. Air panasnya yang alami menyebarkan aroma kehangatan, uap panas yang keluar menjadikan hutan di daerah pegunungan ini tidak lagi berhawa dingin. Beberapa kolam renang air panas siap untuk menghilangkan rasa penat, mencairkan kebekuan pikiran, merasakan suasana yang lain saat bosan di rumah atau ketika jenuh dengan pekerjaan.
Pikniiik, kita piknik di Lejjaaa !!! Seperti itulah reaksi teman-teman sekantor saat mendapatkan kesempatan berlibur bersama, senang bukan alang kepalang. Alasannya bermacam-macam, ada yang pengen membina keakraban dengan rekan sejawat yang dianggapnya mungkin kurang terjalin karena aktivitas masing-masing, pengen lepas merdeka sejenak dari kesibukan ngantor, tetapi kebanyakan alasannya karena mau merasakan air panas Lejja yang selama ini hanya terdengar dari cerita ke cerita saja.
Maka tanpa penolakan, sesegera mengiyakan begitu mendapatkan ajakan berlibur dari pimpinan. Sabtu (6 Februari 2016), menjadi hari keberangkatan kami meninggalkan kota Bulukumba menempuh jarak kurang lebih 170 km menuju Kabupaten Soppeng. Taman Wisata Alam Lejja adalah destinasi liburan akhir pekan kami.
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 4 jam tibalah kami di ibukota Kabupaten Soppeng. Bertempat di
Museum Daerah Latemmamala atau yang terkenal dengan
Villa Yuliana, rombongan kami disambut oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Soppeng yang didampingi oleh duta wisata Kabupaten Soppeng yang gagah-gagah dan cantik-cantik.
Sebelum melanjutkan perjalanan, kami berkesempatan keliling museum untuk menyaksikan benda-benda peninggalan sejarah masa pemerintahan Hindia Belanda. Dari lantai dua bangunan ini, kita bisa memandang di kejauhan dua buah bukit yang terkenal dengan nama
gunung kembar. Sebagian orang yang melihat bukit ini menyebutnya mirip *maaf payudara. Dari halaman museum, kita juga bisa melihat pemandangan lain yang menjadi ciri khas Kabupaten Soppeng yaitu kelelawar yang banyak menggantung di pohon-pohon sepanjang kota Soppeng, tak salah jika kemudian kota ini disebut dengan
kota kalong.
Setelah beristrahat sejenak, perjalanan menuju Lejja dilanjutkan. Dari jantung kota Soppeng membutuhkan waktu sekitar 1 jam dengan jarak tempuh kurang lebih 45 km. Panorama indah sepanjang jalan berliku melalui kehidupan pedesaan dengan hamparan sawah yang sudah ditumbuhi padi nan hijau, jauh meninggalkan kota jalan semakin menanjak dan berkelok-kelok, di kiri kanan yang tampak hanyalah hutan dengan floranya yang beraneka ragam.
Menjelang sore, kami tiba di tempat tujuan. Di kawasan wisata Lejja, nuansa hutan semakin jelas terlihat, ditandai dengan pepohonan yang tinggi dan tumbuh rapat, seolah tak ada lagi celah buat kita buat memandang langit. Setelah pengurusan karcis masuk selesai, kendaraan bergerak lagi ke dalam sekitar 1 km menuju area parkir yang dekat dengan lokasi permandian. Loket karcis terletak tidak jauh dari gerbang utama. Tarif masuk buat orang dewasa Rp. 12.500, anak-anak Rp.3.000. Untuk parkir mobil dikenakan biaya Rp.10.000 dan motor Rp.5000.
Di area parkir, kendaraan roda dua dan roda empat sudah banyak berjejal, maklum sebentar malam minggu. Oh ya, sebelum tiba di parkiran, ada papan pemberitahuan yang mencolok mata,
SUMUR JODOH, “bagi anda yang belum mendapatkan pasangan/jodoh, silahkan mencoba mata air ini...!!! hahaha, informasi tersebut terang saja membuat sebagian kami tergelak, atau mungkin saja beberapa di antaranya ada yang penasaran ingin mencoba...
hehehe
Di sebuah villa besar yang sudah dipesan jauh hari sebelumnya, kami segera menyimpan tas, lalu tanpa menunggu lama saatnya terjun bebas, di kolam air panas, yang dekat dengan alirannya yang deras, berendam sampai puas, dengan sahabat berbagi tawa lepas, sebentar terbang ke atas, lalu terjun ke air menghempas...
akhhh naluri berpuisi seketika tergugah kala itu.
Terjun bebas? Akh, itu bagi mereka yang sudah terbiasa dengan kolam air panas itu. Jika baru pertama kali, maka jangan coba-coba untuk langsung terjun ke kolam, jika tidak ingin menjerit kepanasan. Bukan apa! Suhu air di sini mencapai 60 derajat Celcius, sehingga terlebih dahulu harus beradaptasi dengan temperatur air kolam ini. Biasanya dengan menyentuh air dengan jari secara perlahan, atau mencelupkan kaki lebih dulu. Setelah terbiasa dengan hawa panas itu, barulah dengan perlahan kita turun dan merasakan panasnya air Lejja.
Kesan pertama memang panas, tetapi semakin lama berendam, aliran panas yang menjalar ke seluruh tubuh secara berangsur berubah menjadi hangat. Kehangatan yang begitu nikmat luar biasa, seakan kita terhipnotis dan maunya terus berendam.
Malam minggu telah menjelang, waktu sholat magrib pun tiba. Satu per satu pengunjung beranjak keluar meninggalkan kolam. Ada yang ke kamar mandi untuk membilas badan dengan air yang lebih bersih atau berganti pakaian. Kamar mandi atau kamar ganti ini disewa dengan tarif Rp.2.000 untuk sekali pakai. Pengunjung yang lain ke villa masing-masing, ada yang terus ke musholla untuk menunaikan shalat magrib dan sebagian lagi langsung pulang.
Di beberapa tempat tersedia air yang dikeluarkan melalui pipa kecil semacam pancuran dan bisa digunakan untuk berwudhu atau sekedar cuci tangan atau kaki. Tetapi mesti hati-hati, sebab air pancuran itu juga adalah air panas sehingga untuk berwudhu harus ditampung dalam ember terlebih dahulu dan kemudian dicampur air dingin.
“Itu yang bikin lakuki air aqua di sini...” ujar seorang ibu penjaga warung menawarkan sebotol air Aqua isi 1 liter.
Awal malam yang tenang, setenang air kolam yang mulai ditinggalkan pengunjung satu-satu. Suasana yang berbeda dengan tempat parkir yang semakin ramai dengan kedatangan pengunjung, semakin malam semakin banyak saja kendaraan yang masuk. Area parkir semakin padat dijejali mobil, bus dan motor. Pengunjung Lejja yang membludak ini kemungkinan disebabkan libur akhir pekan yang sedikit lebih lama dengan tambahan libur Imlek. Dari pengakuan beberapa orang pengunjung bahwa kedatangan mereka ke tempat ini, tidak sekedar untuk piknik saja tetapi sengaja datang untuk melakukan terapi, karena dipercaya bahwa dengan berendam di air panas Lejja dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Sebuah bangunan besar yang disebut baruga menjadi tempat menginap rombongan kami yang berjumlah sekira 80 orang. Baruga berdayatampung 300 orang ini sebenarnya multifungsi, selain menjadi tempat menginap untuk rombongan berjumlah banyak, juga sering menjadi tempat pertemuan atau kegiatan-kegiatan budaya dan kesenian Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Soppeng. Baruga sebagai satu-satunya bangunan berukuran besar ini disewakan dengan tarif Rp.500.000 per malam. Untuk villa berkapasitas 4 orang dikenakan tarif Rp.250.000 per malam. Jika pengunjung membludak, maka gazebo juga laku dengan tarif yang sama dengan menyewa sebuah villa. Ketika tidak ada lagi tempat untuk nginap, biasanya pengunjung bermalam di mobil saja atau tidur di musholla.
Mengawali malam minggu, alunan musik organ tunggal mulai mengalun, satu per satu teman mulai menyumbangkan nada sumbangnya, sambung menyambung menyumbang lagu, sumbang menyambung, sambung menyumbang. Jika ingin menyewa
keyboard (elekton) dan
playernya, maka kita harus menyediakan dana Rp.600.000 untuk 1 malam.
Dari villa yang lain kedengaran musik yang tak kalah seru, seolah si penyanyi antar villa tidak ingin kalah satu sama lain. Dangdut, pop, sampai alunan nanda sentimentil non stop menghibur mereka yang asyik berendam di kolam. Dari pantauan jarak dekat, selepas Isya, kolam-kolam mulai ramai lagi dengan aktivitas berendam dan hingga pukul 24.00, masih saja ada yang berendam di kolam air panas itu.
Minggu pagi, pukul 06.00 suasana masih agak gelap. Saatnya berjalan-jalan di hutan Lejja. Untuk menjelajah hutan nan menawan ini, selain melewati beberapa jembatan, untuk mencapai tempat yang lebih tinggi atau turun ke tempat yang lebih rendah, jika tidak ingin mendaki dengan langsung menjejak tanah yang basah, maka kita dapat menapak tangga yang dibuat sedemikian rupa mengikuti alur kemiringan tanah.
Lebih jauh berjalan, di tempat yang lebih tinggi dan terpisah jauh dari kolam-kolam permandian, kita akan menemukan sumber mata air. Sumber air panas ini sepintas terlihat keluar dari bawah pohon tinggi yang menyerupai ketapel raksasa. Air itu kemudian mengalir di dinding batu hitam yang licin dan tampak mengepulkan asap. Saat menyentuh air di dekat mata air ini terasa panas menyengat, dan bisa membuat terlonjak jika baru pertama kali menyentuhnya. Air inilah yang disalurkan melalui pipa-pipa besi menuju kolam renang.
Sebuah pemandangan unik terlihat di bagian bawah pohon ketapel itu, terdapat banyak botol-botol plastik yang tergantung. Beberapa pengunjung membawa misi tertentu dengan kepercayaan bahwa dengan menggantungkan harapan dan cita-cita yang disimbolkan dengan menggantungkan botol-botol plastik di pohon tinggi itu akan memudahkan tercapainya harapan dan cita-cita. Kelak ketika keinginannya sudah terpenuhi, sebagaimana yang mereka ucapkan saat menggantungkan botol itu, maka mereka akan kembali ke tempat ini untuk melepaskan botol tersebut.
Hmm, ada-ada saja...
Air panas dari bukit batu tadi sebagian lagi mengalir ke kali-kali kecil yang banyak terdapat di dalam hutan wisata. Di beberapa tempat terlihat saluran air panas seperti parit yang dibuat permanen dan berhubungan langsung dengan kali-kali tadi. Jika tidak sedang asyik berendam di kolam renang, pengunjung akan bermain air panas dengan mencelup-celupkan kaki atau tangannya di kali atau selokan kecil itu. Kecipak kecipuk air yang terdengar melengkapi damainya suasana alam. Pada kali yang agak besar terdapat jembatan kayu yang menghubungkan dua sisinya.
Keberadaan jembatan dan tangga-tangga yang cantik semakin menambah eksotisme hutan wisata ini. Tak urung menjadikan kawasan ini sebagai tempat foto yang asyik, apalagi buat yang doyan selfie.
Hari mulai terang, hiruk pikuk suara di kolam mulai terdengar. Dewasa, muda dan anak-anak berbaur bergembira. Jika tidak ingin bergabung dengan pengunjung yang lain, kita bisa menyewa gazebo yang dilengkapi dengan kolam mini dengan tarif Rp.50.000 per jam.
Pokoke, fasilitas di sini lumayan lengkap. Perlengkapan renang juga disewakan seperti ban dan celana renang, semuanya bisa diperoleh di warung-warung yang berjejer dekat parkiran atau penjual yang bertebaran di sekitar kolam permandian.
Sebenarnya ada kolam renang dengan wahana peluncuran yang ukurannya lebih besar ketimbang kolam-kolam yang lainnya. Sayangnya, pada hari itu kolam tersebut tidak bisa digunakan karena baru saja dibersihkan dan sementara proses pengisian ulang. Dari seorang petugas wisata diperoleh informasi bahwa kolam besar itu akan dioperasikan besok (8 Februari 2016) bertepatan dengan libur hari Imlek. Selidik punya selidik lagi, bahwa kolam dengan wahana bermain itu memang jarang difungsikan selain pada hari-hari libur besar seperti lebaran dan tahun baru.
Akhirnya, tiba saatnya kami pulang. Di depan sana terlihat parkiran sudah sesak dengan kendaraan. Lejja seakan tak pernah berhenti kedatangan tamu. Kepergian kami terganti dengan kehadiran yang lain. Selamat Tinggal kehangatan, Selamat menikmati buat yang baru datang... Salam PESONA INDONESIA, Salam hangat dari SULAWESI :)
_________________________________
Bulukumba, 14.02.2016 (Anugerah Os)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya