Mohon tunggu...
Anugerah Akbar Yudha Adistian
Anugerah Akbar Yudha Adistian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN RM Said Surakarta

Sebuah tujuan tidak akan bisa dicapai tanpa adanya pengorbanan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perkawinan Wanita Hamil

28 Februari 2024   19:46 Diperbarui: 28 Februari 2024   19:55 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

1. Anugerah Akbar Yudha Adistian (222121079)

2. Nurul Halimatus Sa'diyah (222121064)

1. Pernikahan wanita hamil dapat terjadi di masyarakat karena berbagai alasan seperti faktor budaya, agama, tekanan sosial atau keputusan pribadi. Beberapa orang mungkin menikah saat hamil untuk menjaga norma sosial atau nilai-nilai keluarga mereka. Selain itu, stigma terkait kehamilan di luar nikah atau keinginan memberikan status hukum kepada anak juga bisa menjadi pertimbangan. Beberapa wanita mungkin merasa tertekan oleh masyarakat atau keluarga untuk menikah saat hamil demi menjaga reputasi atau moral mereka. Faktor agama juga mungkin berperan dalam keyakinan bahwa pernikahan adalah langkah yang diinginkan dalam menghadapi kehamilan. Selain itu, aspek ekonomi, sosial atau budaya setiap individu juga dapat mempengaruhi keputusan tersebut.

2. Ada beberapa sebab pernikahan wanita hamil, yaitu: tekanan sosial, kurangnya pemahaman agama, pergaulan bebas, kesalahpahaman tentang pernikahan, maksiat, kurangnya kontrol keluarga. Beberapa orang mungkin memilih menikah karena tanggung jawab terhadap kehamilan, sementara yang lain dapat melihat pernikahan sebagai bentuk dukungan dan kestabilan untuk keluarga yang akan datang.

3. Pemahaman perkawinan dalam keadaan hamil pertama-tama didasarkan pada pendapat Imam Ahmad bin Hanbal, yang menyatakan bahwa perkawinan antara seorang perempuan dan laki-laki yang hamil karena zina tidak diperbolehkan sampai ia telah melahirkan dalam kandungannya.

Kedua, mazhab Syafii berpendapat, bahwa seorang perempuan diperbolehkan menikah dengan orang yang menghamilinya, agar bisa hamil melalui perzinahan.Hal ini dijelaskan (secara analogi) : “Jika seseorang mencuri buah dari pohon, maka ia haram. Lalu dia beli pohonnya, lalu buahnya masih haram atau halala? Itu halala. Dulu haram, tapi kalau menikah dengan baik, jadi halal". Tapi jangan salah paham. Apakah ia terbebas dari dosa perzinahan atau terbebas dari murka Allah? Sama sekali tidak. Jadi ini dari segi hukum. Menurut pemikiran ini, seorang pezina tidak mempunyai idda. Mengenai perkawinan, maka perkawinan itu tetap sah.

Pendapat ketiga dari Malikiyyah, perkawinan itu tidak sah kecuali dengan laki-laki yang menghamili perempuan itu dan ia harus memenuhi syarat-syaratnya, yakni harus bertobat dulu.

Pendapat keempat merupakan Hanafiyyah dari Madzhab Masih terdapat perbedaan pendapat mengenai pendanaan, antara lain:

1. Pernikahan tersebut tetap sah terlepas dari apakah pria tersebut hamil atau tidak.

2. Perkawinan tersebut sah dengan syarat harus dengan laki-laki yang sedang hamil dan tidak boleh dikawinkan kecuali ia telah melahirkan.

3. Kamu boleh menikah dengan orang lain selama kamu sudah melahirkan.

4. ⁠Boleh kawin asal sudah selesai haid dan kesuciannya, dan sekali menikah tidak boleh diambil, kecuali sudah melewati masa istibur (masa tunggu seorang wanita pasca hamil).

4. 

Sudut pandang sosiologis

Pernikahan wanita hamil di Indonesia dapat dilihat dari sudut pandang sosiologis sebagai refleksi dari faktor-faktor sosial, budaya, dan ekonomi yang kompleks. Hal ini seringkali terkait dengan tekanan sosial, norma-norma budaya, dan keterbatasan ekonomi. Secara sosial, pernikahan dalam kondisi hamil bisa mencerminkan norma-norma yang mengharuskan pernikahan sebagai tanggapan terhadap kehamilan di luar nikah. Faktor ekonomi juga memainkan peran dengan menekankan pada perlindungan sosial atau keamanan finansial yang mungkin diberikan oleh pernikahan. Selain itu, aspek agama dan budaya juga mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap pernikahan dalam keadaan hamil, dengan beberapa budaya mungkin menekankan pada kehormatan keluarga dan pemulihan "kehormatan" melalui pernikahan.

Sudut pandang religious

Dalam konteks agama Islam di Indonesia, pandangan terhadap pernikahan wanita hamil dapat bervariasi tergantung pada interpretasi dan praktik lokal. Secara umum, Islam menekankan pentingnya menjaga kehormatan dan menjauhi perbuatan yang dapat mendatangkan kehinaan dalam masyarakat. Namun, ketika seorang wanita hamil di luar nikah, pandangan agama Islam dapat memberikan solusi dengan menekankan pentingnya menikah sebagai langkah untuk melindungi diri dan anak yang akan lahir.

Beberapa ulama dan masyarakat Islam di Indonesia mungkin melihat pernikahan dalam keadaan hamil sebagai solusi yang lebih baik daripada membiarkan wanita tersebut mengalami stigmatisasi sosial atau risiko lainnya yang terkait dengan kehamilan di luar nikah. Namun, ada juga pandangan yang menekankan pentingnya bertobat dan memperbaiki diri sebelum menikah, serta menekankan perlunya menghindari perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama.

Dalam praktiknya, penyelesaian pernikahan dalam kondisi hamil dapat melibatkan proses yang melibatkan keluarga, tokoh agama, dan proses hukum yang berlaku di Indonesia. Namun, penting untuk dicatat bahwa pandangan agama Islam terhadap pernikahan dalam keadaan hamil dapat bervariasi dan bergantung pada konteks budaya, sosial, dan agama yang spesifik.

Sudut pandang yuridis

Secara yuridis, pernikahan wanita hamil di Indonesia diatur oleh hukum pernikahan yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-undang tersebut tidak secara khusus mengatur mengenai pernikahan wanita hamil, namun secara umum mensyaratkan bahwa pernikahan harus dilakukan dengan persetujuan kedua belah pihak yang ingin menikah.

Sementara itu, dalam Konteks Hukum Islam, Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur tentang pernikahan wanita hamil. Menurut KHI, wanita hamil dapat menikah dengan syarat-syarat yang berlaku dalam hukum Islam, termasuk persetujuan dari kedua belah pihak, wali yang sah, serta memenuhi syarat-syarat lain yang ditetapkan dalam hukum Islam.

Namun demikian, penting untuk dicatat bahwa pernikahan wanita hamil seringkali memunculkan beberapa pertanyaan hukum terkait keabsahan nikah, status anak yang akan lahir, serta hak-hak yang terkait dengan pernikahan dan keluarga. Oleh karena itu, dalam prakteknya, terkadang diperlukan interpretasi hukum yang lebih mendalam untuk menyelesaikan kasus-kasus semacam ini.

5. Generasi muda atau pasangan muda yang ingin membangun keluarga sesuai dengan regulasi dan hukum agama Islam sebaiknya melakukan beberapa langkah penting:

1. Pendidikan Agama: Mempelajari ajaran agama Islam secara mendalam untuk memahami prinsip-prinsip pernikahan, hak dan kewajiban suami istri, serta tata cara pernikahan yang sesuai dengan syariat Islam.

2. Persiapan Mental dan Emosional: Memiliki kesiapan mental dan emosional untuk menjalani tanggung jawab pernikahan dan keluarga, serta menghadapi berbagai tantangan yang mungkin timbul dalam hubungan suami istri.

3. Kepatuhan terhadap Syarat-Syarat Nikah: Memastikan bahwa pernikahan dilakukan sesuai dengan syarat-syarat yang diatur dalam hukum Islam, termasuk persetujuan dari kedua belah pihak, wali yang sah, serta tidak ada halangan yang menghalangi sahnya pernikahan.

4. Komunikasi dan Kepemimpinan yang Baik: Membangun komunikasi yang baik antara suami istri untuk saling memahami dan mendukung satu sama lain dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Selain itu, menjalankan kepemimpinan yang baik dan adil dalam keluarga sesuai dengan ajaran agama Islam.

5. Peningkatan Pengetahuan Hukum Islam: Terus memperdalam pengetahuan tentang hukum Islam terkait pernikahan, perceraian, hak dan kewajiban suami istri, serta hak-hak anak dalam keluarga.

6. Pencarian Bimbingan dan Konseling: Jika diperlukan, mencari bimbingan dan konseling dari ulama atau ahli agama untuk mendapatkan arahan dan nasihat yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dalam membangun keluarga yang harmonis dan berkualitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun