Mohon tunggu...
Anuar Syukur
Anuar Syukur Mohon Tunggu... -

Nama saya Anuar Syukur tapi sering menulis dengan nama pena Anuar Totabuan Syukur. Saya senang menulis tentang daerah saya, Bolaang Mongondow, dalam bentuk feature, cerita sampai novel. Bolaang Mongondow daerah kebanggaan saya yang merupakan bagian dari Indoensia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Qurban Kepentingan

24 Oktober 2010   11:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:09 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Idil Adha atau lebih dikenal dengan Hari Raya Qurban lahir dari kesadaran religi seorang Ismail yang rela mengorbankan nyawanya karena perintah Tuhan. Terkisahkan, sang ayah (Ibrahim) bermimpi diperintahkan Tuhan untuk mengorbankan anak kesayangannya, Ismail. Ketika mimpi ini diceritakan pada Ismail, serta merta Ismail menyetujuinya. Ketika keduanya hendak melaksanakan perintah Tuhan itu, setanpun tampil mencegah namun keduanya tetap teguh, setan keduanya lempar pakai batu. Puncaknya, ketika Ismail akan disembelih ayahnya, muncullah perintah Tuhan untuk mengganti qurban yaitu Ismail dengan seekor qibas. Inilah yang dijalankan dalam prosesi ibadah Haji bagi kaum muslim.

Di tengah masyarakat kita, terutama di pemerintahan, muncul fenomena yang mirip. Entah sudah insting atau meniru Ismail, mereka punya kerelaan yang tinggi dalam melaksanakan apa pun perintah atasan. Bahkan untuk melindungi kepentingan atasan, mereka akan berbohong sebisa mereka. Lebih jauh lagi, mereka bahkan rela menggantikan pemimpinnya ketika sang pemimpin bersalah; bersalah di mata hukum sekalipun.

Banyak sebutan untuk bawahan seperti ini. Ada yang menyebutnya “penjilat”, “kaki tangan”, “centeng”, dan lainnya. Satu yang pasti, mereka sebenarnya adalah “qurban” yang dikorbankan untuk melindungi kepentingan dari sang pemimpin atau kita sebut saja “Qurban Kepentingan”. Yang luar biasa, mereka rela untuk dikorbankan. Ya, mirip Ismailah!

Satu hal yang pasti, sudut pandang mereka sangatlah berbeda. Ismail berkorban untuk memenuhi perintah Tuhan, suatu zat yang tertinggi, atasan dari siapapun mahluk di bumi. Sementara para “Qurban Kepentingan” berkorban untuk atasan mereka yang suatu saat tentu akan dipanggil oleh “Atasan Tertinggi”, yaitu Tuhan. Jika sang atasan telah dipanggil “Atasan Tertinggi” atau “Atasan Tertinggi” membalikan nasib sang atasan, bagaimana nasib para “Qurban Kepentingan”?

Seharusnya semua ini disadari para “Qurban Kepentingan”. Seharusnya semua sadar bahwa seberapa besarpun loyalitas dan kerelaan berkorban pada atasan, semua pasti akan berakhir.

Namun semua terkembali pada kita semua. Manusia kan telah dibekali akal untuk menganalisa setiap kebijakan yang dia ambil. Mau jadi “Qurban Kepentingan” atau tak ingin membela yang salah, itu tergantung pada pribadi masing-masing. Toh, semua akan ada resikonya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun