Mohon tunggu...
Ervy R
Ervy R Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Sesejuk Embun Pagi dan Sehangat Mentari | ervyanti.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tunggu Aku di Tapaktuan

2 Desember 2012   09:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:19 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Esok hari merupakan jadwal keberangkatanku menuju kota Serambi Mekkah,semua barang sudah aku packing dengan baik. Pakaian sekoper kecil rasanya sudah cukup untuk beberapa hari selama berada di Aceh. Sebuah sarung sutera dari tanah Wajo akan menjadi bingkisan tanganku buat Abang. Kukemas dengan rapi sarung sutera tersebut, sebuah pita berwarna pink menjadi pengikat kadoku. Harapanku jika kelak kami bertemu dan Abang memakai sarung tersebut akan teringat selalu akan diriku meski kami berjauhan. Kupandangi kembali foto Abang yang aku dapatkan dari FBnya.

“Bang, tunggu aku di Pantai Tapak Tuan yah” gumamku dalam hati tidak sabar untuk berjumpa dengannya.

***

[caption id="attachment_219372" align="aligncenter" width="300" caption="www.travel.detik.com"][/caption]

Waktu dilayar HP sudah menunjukkan pukul 15.00 WIB saat tiba di Hotel Tapak Tuan, segera kulangkahkan kaki menuju receptionis Hotel untuk melakukan chek-in, dan mendapatkan kunci kamar 402. Tidak banyak waktu yang tersisa pikirku, setelah rebahan sebentar aku menuju kamar mandi berendam dalam air hangat untuk memberi sedikit relaxasi pada pikiranku setelah perjalanan panjang dari kota Makassar menuju Banda Aceh dan dilanjutkan ke Aceh Selatan tempat Pantai Tapaktuan berada.

Namanya Arief. Aku sering memanggilnya bang Arief. Pria berdarah Aceh yang kukenal lewat sebuah jejaring sosial setahun yang lalu telah berhasil mencuri hatiku. Entah apa yang membuatku tertarik padanya. Awalnya dia hanya menjadi teman chating dikala aku sedang begadang menulis dalam sebuah blog. Cerita-cerita lucunya yang membuatku merasa nyaman dalam berkomunikasi dengannya. Hingga tak terasa kami bisa menghabiskan waktu selama berjam-jam didepan laptop hanya untuk berbagi cerita aktivitas keseharian kami. Tak hanya cerita kamipun kadang berbalas fiksi dan puisi dalam sebuah blog sehingga menambah keakraban kami.

Pidip..pidip.... sebuah sms masuk ke ponselku, membuyarkan lamunanku dari sosok bang Arief.

Bang Arief:

Dek, sudah dimana? Abang segera menuju ke Pantai Tapak Tuan yah. Jangan lama-lama dandannya, entar sunsetnya keburu tenggelam lho.

Tidak sampai satu menit aku balas sms Bang Arief “Sudah di Hotel neh, Okey bang tunggu aku di Pantai Tapak Tuan yah”. Tau aja neh Bang Arief kalo aku suka dandan ujarku dalam hati.

***

Pukul 17.00 di Pantai Tapaktuan

Aku duduk di pojok Cafe menunggu kedatangan Bang Arief. Seperti janjiku dua bulan yang lalu bahwa akan kutemui Abang di Pantai Tapaktuan. Dan hari ini adalah kesepakatan kami untuk bersua di Pantai Tapak Tuan. Namun sosok yang sudah kurindukan belum datang juga. Aku mulai gelisah, jangan-jangan Bang Arief tidak ingin menjumpaiku seperti yang kulakukan padanya dua bulan yang lalu, saat dia berkunjung ke kota Makassar. Segelas Cappucino yang kupesan satu jam yang lalu kini tandas tak bersisa. Sejam berlalu namun tak jua kujumpai batang hidung pria berkacamata asal Aceh tersebut. SMS tidak dibalas dan telpon tidak diangkat. “apa sih maumu bang?” gerutuku dalam hati.

Karena sudah mulai bosan dengan suasana cafe akupun melangkah kearah Pantai untuk menikmati pesona alam Tapaktuan. Debur ombak yang menghantam batu karang kini tak lebih dari nyanyian sendu pengantar rinduku. Andaikan abang datang, akan kuperlihatkan bahwa aku nyata, bukan hanya sekedar maya. Rencong pemberianmu saat ke Pantai Losari kini berada ditanganku.

13544400871959600942
13544400871959600942

Dalam Dimensiku

(by Valencya Poetry Widyanti)

Kekasih... Lihatlah padaku... Berdiri di tepian samudra biru Inilah caraku menemuimu Bergumam mengecupi punggung doa

Jemari yang bergemetaran

Menyusut anak sungai yang meluncur deras dari sudut mata Pada deburan ombak ku titipkan riuhnya rasaku padamu Pada awan berderak di langit lepas aku menenun gumpalan rindu Berharap sampai di seberang langitmu Senja lepas dalam bisu merah saga Tergelincir dalam pucat hari sepoi Yang membawa aroma garam Camar berarak pulang Aku masih terpaku.. Menunggu malam pekat mengantarku duduk di tepi peraduanmu Membelai lelapmu penuh kasih menggenangi kalbu

Kilauan cahaya kuning keemasan dari sinar sunset tetap menemani sepiku. Perlahan cahaya senja mulai berganti pekatnya malam. Tidak terasa sudah tiga jam aku menunggu kedatangan bang Arief. Ada sedikit gurat kekecewaan dalam hatiku, mungkin bang Arief sengaja mempermainkanku ataukah ada sesuatu yang terjadi dengannya, entahlah. Sesaat kupandangi Rencong pemberian bang Arief, sebelum aku menguburkannya. "Mungkin Rencong ini tak berjodoh denganku" gumamku sambil berkemas untuk beranjak menuju hotel.

Artikel terkait:

Asa di Losari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun