Selama bertahun-tahun, dunia kerudung dan jilbab selalu mengalami pergantian trend. Jika dulu pernah ngetrend kerudung dengan model yang dililit-lilit, maka sekarang mungkin trendnya adalah penggunaan pashmina yang terbilang sangat ringkas.Â
Jika dulu kerudung dengan ujung yang mancung menjadi idaman para muslimah, sekarang tak sedikit juga yang dengan percaya diri menggunakan kerudung yang ujungnya menempel dengan dahi ala penyanyi dangdut yang sempat viral beberapa waktu yang lalu.
Selain dari segi gaya model, perihal harga dari kerudung juga mengalami perubahan. Jika dulu kita sudah pede dengan kerudung paris yang harganya 20 ribuan maka sekarang hadir kerudung-kerudung branded dengan harga yang fantastis. Ada yang harganya 100 ribu, 300 ribu hingga mencapai 500 ribu. Sebuah harga yang menurut saya sangat mahal untuk kain penutup kepala kita.
Meski harganya terbilang sangat mahal, nyatanya ada banyak muslimah yang tertarik dan terus-terusan membeli kerudung atau hijab mahal ini. Jujur saya kagum sekali dengan branding dan cara pemasaran yang dilakukan oleh hijab brand ini karena berhasil menciptakan sebuah label eksklusif yang selalu ditunggu kehadiran corak terbarunya. Bahkan ada satu rekan kerja di kantor saya yang setiap kali brand ini merilis corak terbaru dengan cepat melakukan pendaftaran dan membuka jasa jastip untuk teman-temannya yang juga menyukai hijab merk ini. Â
Saya sendiri awalnya tidak pernah berniat untuk membeli kerudung yang kerap saya sebut kerudung sultan ini. Bagi saya, kerudung atau jilbab adalah pakaian yang cepat mengalami rotasi di lemari pakaian kita.Â
Setiap beberapa bulan, mungkin saya akan membeli kerudung baru dengan alasan bosan dengan kerudung lama. Belum lagi kalau misalnya saya jalan-jalan ke pasar dan tergoda dengan rayuan penjual kerudung, maka dipastikan koleksi kerudung saya akan bertambah. Kalau saya membeli kerudung mahal, bisa jebol anggaran belanja bulanan saya jika terus membelinya.
Namun kemudian salah satu rekan kerja memposting di statusnya kalau dirinya menjual beberapa koleksi kerudung mahalnya yang jarang dipakai. Saya pun iseng bertanya berapa dia menjual kerudung yang harga belinya 400 ribu tersebut.Â
Rekan kerja tersebut menjawab kalau kerudung tersebut dijual seharga Rp. 275.000. Entah kesambet apa, saya pun langsung setuju untuk membeli jilbab preloved rekan kerja saya itu. Bisa dibilang ini adalah pengeluaran terbesar yang saya lakukan untuk sebuah barang.Â
Membeli kerudung harga ratusan ribu, apakah worth it?
Jika ditanya alasan saya kenapa akhirnya membeli jilbab atau kerudung dengan harga ratusan ribu, maka saya akan menjawab karena penasaran. Saya penasaran apakah hijab hampir setengah juta yang kini saya miliki memiliki kualitas yang jauh lebih baik dibandingkan kerudung tiga puluh ribuan yang saya beli di pasar seperti yang saya baca dari review orang-orang?
Nah, begitu jilbab preloved yang saya beli ada di tangan, saya langsung membuka dan menyentuh kainnya. Bahan dari kerudung ini memang termasuk bahan yang nyaman yakni voal yang dikenal tidak mudah kusut dan adem. Saya sebenarnya juga memiliki beberapa kerudung dengan bahan voal namun sepertinya bahan voal ini memiliki grade-nya masing-masing karena memang dari beberapa kali pemakaian kerudung mahal yang saya beli terasa lebih adem dibanding yang lain.