Teknik distilasi itu mirip dengan proses produksi air dari bunga mawar. Razi menggunakan sebuah gelas kolom berukuran panjang yang ditutup dengan sebuah kondensator (alat pengembun yang mengubah gas menjadi cairan) berpendingin air. Alat yang disebut labu distilasi atau ‘Alembic’ itu dulunya dipakai untuk menyuling minyak zaitun (olive oil). Ketika Alembic dipanaskan terjadi arus konveksi sehingga cairan didalamnya naik dan mengalir keluar ke tempat penampungan dalam wadah khusus.
Metode Razi ini mampu mendeskripsikan minyak seperti kerosin (naffatah) yang digunakan untuk pemanasan dan penerangan dimana hal ini tertulis dalam kitab yang ditulisnya yang dinamakan Al-Asrar (buku tentang rahasia-rahasia).
Dari buku “Al-Asrar” itu kita dapat mengetahui bahwa Razi melakukan beberapa eksperimen kimia seperti distilasi (pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguapnya), kalsinasi (pemanasan dengan suhu tinggi) dan kristalisasi yaitu teknik pemisahan kimia antara bahan padat-cair. Semua teknik itu dilakukan lebih dari 1.100 tahun yang lalu seperti dikutip dari artikel Distillation in Muslim Civilization (2017).
Selain penemuan teknik pengolahan minyak, pada masa Khalifah Al-Mansur (754-775 M) dari Dinasti Abbasiyah juga mengenalkan model awal sistem konsesi untuk kerjasama pengusahaan migas. Model konsesi yang berupa pengenaan Pajak Nafta (Naphta Tax) telah diterapkan di wilayah Baku (Azerbaijan-sekarang) yang merupakan kota penghasil minyak penting yang terjadi pada pertengahan abad ke-8. Hasil pajak digunakan untuk membangun kota Baghdad.
Pajak ini menandai munculnya pengaturan dan kontrol dari pemerintah pusat yang pertama di dunia terhadap kegiatan pengusahaan minyak di wilayahnya. Warisan Abassiyah berupa pajak atau retribusi (levy) oleh pemerintah sebagai pemilik minyak dan gas bumi ini kemudian diadopsi oleh dunia hingga sekarang seperti ditulis oleh Zayn Bilkadi dalam Land of the Naphta Fountain (1995).
Dalam hal senjata untuk peperangan, pada abad ke-9 angkatan perang Muslim juga sudah menggunakan sejumlah besar produk-produk minyak bumi yang mudah terbakar.
Dengan penguasaan teknologi ini, maka disebutkan oleh Partington, J.R : A History of Greek Fire and gun powder” (1960) bahwa di saat sebagian besar orang Eropa masih menggunakan senjata tajam, orang Islam sudah mulai menggunakan senjata api (pembakar).
Teknologi Abassiyah untuk Warisan Dunia
Berbekal semua penemuan dimasa puncak keemasan pemerintahan dinasti Abassiyah di Baghdad itulah, pada abad ke-12 peradaban Islam sudah menguasai proses pembuatan minyak tanah atau minyak ringan hasil sulingan (light distillates) yang lebih dikenal dengan ‘naft’ atau naphtha itu.
Peradaban Islam telah mewariskan teknologi pengolahan aspal melalui teknologi TAQTIR. Mereka lantas menggunakan aspal itu untuk melapisi jalan selain menggunakannya untuk menyembuhkan penyakit kulit serta bahan pengobatan luka-luka bagian luar tubuh.
Seolah mengulang sejarah, kemunduran kota Baghdad masa kini akibat dirundung konflik sektarian dan eksternal berkepanjangan dari waktu ke waktu seperti mengulangi peristiwa memilukan di masa lalu.