Mohon tunggu...
Anton Tambun
Anton Tambun Mohon Tunggu... -

seorang pria yang terlahir tanpa busana

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sajak Ngeri Bagi Negeri

16 Agustus 2011   16:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:43 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Lambaian kasar nyiur menghias pantai,

membaur dalam debur ombak berantai,

camar memekik keras mencerai cakrawala,

menisbikan laut yang tak patut lagi dibela.

Hutan membisu riuh dalam kaku,

meratap tandus,botak dan terpaku,

hewan sahabat juga tak lagi betah,

bersama menikmati dalam gerah.

Sawah dan ladang ikut tampak murung,

menangis tersedu sedan melihat lumbung,

anak petani melangkah mantap menuju kota,

meraih mimpi nan harapan yang hampir buta.

Gunung tinggi menjulang tak lagi congkak,

membalut diri yang kian membotak,

riam deru sungai membias suram,

merias hampa dalam sepinya kelam.

Tinggi gedung menjulang hamparan langit,

menggilas sukma dalam ruang sempit,

kuda besi seakan mengacaukan tiap sudut,

terjaring lintas yang tak juga gendut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun