Mohon tunggu...
Anton Suparyanta
Anton Suparyanta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis+Editor Buku; -kiperbukulejen Detik Detik UN- xixixixiixixixiiiiiiii.....

Selalu belajar. Ikuti proses. Panen sukses. =========== yuuukkkkk, direviuuu buku saya ini! cocok utk konten en proyek merdeka belajar. BUKA Buku Baca Buku Cuan Resensi (Diandra, 2022) JENAMA dan Jemawa, selilit esai dan kritik sastra (Beranda Intrans Publishing, 2023)

Selanjutnya

Tutup

Book

"Dicari Orang Muda Pencerah Bangsa", Gegar Politisi 2024

9 Mei 2023   11:33 Diperbarui: 9 Mei 2023   14:11 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menilik buku lawas yang apik utk 2024. (ig ptkanisius)

Ancang-ancang nyali dan nyawa bangsa 2024 makin riuh. Riset kredibel berseliweran. Anies, Ganjar, Prabowo, Mahfud, Sandiaga, Erick, Agus makin berkubu-kubu. Apa yang terbaca dari sosok-sosok idola ini?

Setidaknya kaum jelata rakyat kebanyakan kudu melek-baca, melek-literasi, melek-referensi agar bening memandang kibaran nama-nama pendekar bangsa. Buku lawas Protopia Philosophia ini menawarkan ingatan. Penggelontor kering tenggorok, penyejuk kuping merah, pendingin batok kepala, pengencer tuturan kelisanan karena tembakan daya nyinyir anak bangsa yang mendadak menjadi bandit pun sindikat "waton omong" di jagat medsos. Anda di golongan mana? 

WHO mendata kurang lebih 1.000.000 orang meninggal karena bunuh diri setiap tahun. Berarti setiap 40 detik, ada 40 orang bunuh diri di seluruh dunia. Selama 45 tahun terakhir, tingkat bunuh diri meningkat 60 persen. Kini bunuh diri menjadi salah satu dari tiga penyebab utama kematian dari kategori usia 15-44 tahun. Lebih dari 90 persen kasus bunuh diri disebabkan depresi berkepanjangan. Fatalnya, kini banyak orang muda di setiap negara mudah bunuh diri (hlm 4).

Buku ini menghendaki negara protopia, bukan negara utopia. Jika negara memaksa protopia sekaligus utopia, rerata bunuh diri semakin menggila. 

Protopia yang didukung SDM dengan ciri kecerdasan politik tentu akan memahami kemajuan selangkah demi selangkah. Protopia tidak menarik dijadikan cerita. Protopia tidak bombastis seperti dahaga utopia, tetapi protopia bisa diwujudkan (hlm 263). Pesona masyarakat adil dan makmur di Indonesia memang sebuah utopia. Ia tidak akan sepenuhnya terwujud. Namun, usaha yang pelan dan pasti untuk mewujudkannya bisa terus dilakukan. Inilah klaim protopia.

Siapa pun politisi Indonesia di masa depan, perlu menyandang ciri kecerdasan politik. Di hadapan selubung korupsi, radikalisme, terorisme, dan curah politik identitas yang berkedok agama, politisi wajib menjadi petarung yang bernyali. Di hadapan kesalahpahaman yang memecah persatuan bangsa, politisi menjadi penyatu yang lembut dan penuh welas asih. Politisi yang bijaksana menari antara keutamaan petarung dan penyatu. Politisi memainkan peran yang dibungkus keadaan. Sikap terbuka, jernih berpikir, dan jeli melihat keadaan sangat dibutuhkan.

Kompulsif! 

Membaca buku Protopia Philosophia memperoleh kesimpulan tentang hidup kompulsif. Abad XXI menggeser hidup seperti menari. Tarian sering bergerak tak berpola. Tarian tanpa arah. Intinya hidup terus bergerak. Terus bekerja selalu menjalin hubungan dengan orang lain. Bahagia dan derita diramu. Namun, klimaksnya tarian berubah menjadi gerak kematian.

Politisi menari bukan untuk merayakan kehidupan, melainkan merusak dan menebarkan petaka. Di berbagai sendi kehidupan, politisi bergerak, gaduh, tidak ke arah kebaikan bersama, tetapi ke arah kehancuran bersama. Di banyak bidang kehidupan, kehancuran terjadi perlahan, namun pasti (hlm 367).

Ini semua terjadi karena kita hidup tanpa kesadaran. Kita hidup dalam kompulsivitas. Artinya, kita melakukan sesuatu tanpa pertimbangan matang. Tanpa sadar, kita terus menari menuju liang kematian beralaskan semua keputusan yang kita buat. Hidup kompulsif adalah hidup yang dijajah oleh kebiasaan diri sendiri dan menggiring aneka bentuk derita yang sia-sia.

Buku ini merupakan gerilya untuk ikut merayakan berpikir kritis dan kreatif dari ribuan konteks hidup manusia agar mampu menghadirkan sudut pandang terbaru yang lebih mencerahkan. Ada tiga konteks besar di dalamnya. Pertama, manajemen diri yang dijabarkan dengan peranti filsafat Asia, Zen, Stoa, dan riset neurosains. Harapannya bisa membantu manusia untuk menjalani hidup optimal. Mengapa keutamaan pikir Zen dan Stoa diremehkan politisi kita? Konteks kedua dan ketiga adalah aksesori, yaitu berebut kursi politik nasional dan global (hlm vi). Konteks aksesori ini menjadi medan pertengkaran hidup kompulsif.

Medan pertengkaran kompulsif inilah biang kegagalan menalar hidup secara protopia (bedakan dengan utopia dan philosophia). Terbaik, protopia adalah proses bertekun dalam kompleksitas hidup dan berusaha melampaui berbagai tantangan secara perlahan, namun pasti. Protopia berarti kemajuan secara bertahap. Lagi-lagi Zen dan Stoa menawarkannya.

Ada tiga fakta yang justru protopia dirayakan dengan hidup kompulsif. 

Pertama, beragam contoh tampil sangat jelas adalah suhu politik nasional. Orang hidup berpolitik secara kompulsif sehingga gampang jatuh ke dalam nafsu kekuasaan dan kesombongan. Tidak heran, banyak politisi tampil dengan kerakusan dan karakter tak tahu diri menjadi cap tahun politik 2019 silam. Orang hidup beragama juga secara kompulsif sehingga mudah tergelincir ke dalam radikalisme yang memancing konflik, diskriminasi, kriminalisasi, dan memecah belah bangsa.

Kedua, di tingkat politik global, banyak kebijakan dibuat tanpa kesadaran penuh. Kebijakan ekonomi dirancang secara kompulsif, yaitu sekadar mengikuti kebiasaan dan ketergesaan. Akibatnya kesenjangan ekonomi global justru makin menganga. Legallah oligarki. Muncul pula celah baru untuk berebut makan dan perpecahan. Timur Tengah dan Afrika Utara contoh real. Maukah Indonesia terjerat?

Ketiga, prinsip kompulsif berulang menyasar dalam hidup pribadi. Kita berpikir dan merasakan hidup kompulsif sehingga senantiasa mengulang memori menyakitkan yang sudah terjadi. Inilah biang segala derita batin dan penyakit kejiwaan. Fakta abad XXI dengan segala temuan digital dan akselerasi sains, tingkat depresi dan bunuh diri selalu melonjak secara global.

Buku ini menawarkan solusi. Kita harus keluar dari hidup kompulsif, yaitu hidup yang dijajah oleh kebiasaan tidak sadar menuju hidup sadar. Hidup sadar berarti hidup dengan pertimbangan matang dari saat ke saat (protopia philosophia). Hanya dengan cara ini, kita bisa menari dalam hidup ini. Di titik inilah kita berjamaah menari untuk merayakan kehidupan dan bukan untuk mendekati kematian.

Sayang, buku tambun ini masih menyembulkan sikap bersungut-sungut untuk kasus penyuntingan. Nyaris setiap esai menyajikan typo dan selilit salah kebahasaan. Hai, orang muda! Anda sudah membaca zaman? ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun