Mohon tunggu...
Anton Suparyanta
Anton Suparyanta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis+Editor Buku; -kiperbukulejen Detik Detik UN- xixixixiixixixiiiiiiii.....

Selalu belajar. Ikuti proses. Panen sukses. =========== yuuukkkkk, direviuuu buku saya ini! cocok utk konten en proyek merdeka belajar. BUKA Buku Baca Buku Cuan Resensi (Diandra, 2022) JENAMA dan Jemawa, selilit esai dan kritik sastra (Beranda Intrans Publishing, 2023)

Selanjutnya

Tutup

Book

"Dicari Orang Muda Pencerah Bangsa", Gegar Politisi 2024

9 Mei 2023   11:33 Diperbarui: 9 Mei 2023   14:11 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buku ini merupakan gerilya untuk ikut merayakan berpikir kritis dan kreatif dari ribuan konteks hidup manusia agar mampu menghadirkan sudut pandang terbaru yang lebih mencerahkan. Ada tiga konteks besar di dalamnya. Pertama, manajemen diri yang dijabarkan dengan peranti filsafat Asia, Zen, Stoa, dan riset neurosains. Harapannya bisa membantu manusia untuk menjalani hidup optimal. Mengapa keutamaan pikir Zen dan Stoa diremehkan politisi kita? Konteks kedua dan ketiga adalah aksesori, yaitu berebut kursi politik nasional dan global (hlm vi). Konteks aksesori ini menjadi medan pertengkaran hidup kompulsif.

Medan pertengkaran kompulsif inilah biang kegagalan menalar hidup secara protopia (bedakan dengan utopia dan philosophia). Terbaik, protopia adalah proses bertekun dalam kompleksitas hidup dan berusaha melampaui berbagai tantangan secara perlahan, namun pasti. Protopia berarti kemajuan secara bertahap. Lagi-lagi Zen dan Stoa menawarkannya.

Ada tiga fakta yang justru protopia dirayakan dengan hidup kompulsif. 

Pertama, beragam contoh tampil sangat jelas adalah suhu politik nasional. Orang hidup berpolitik secara kompulsif sehingga gampang jatuh ke dalam nafsu kekuasaan dan kesombongan. Tidak heran, banyak politisi tampil dengan kerakusan dan karakter tak tahu diri menjadi cap tahun politik 2019 silam. Orang hidup beragama juga secara kompulsif sehingga mudah tergelincir ke dalam radikalisme yang memancing konflik, diskriminasi, kriminalisasi, dan memecah belah bangsa.

Kedua, di tingkat politik global, banyak kebijakan dibuat tanpa kesadaran penuh. Kebijakan ekonomi dirancang secara kompulsif, yaitu sekadar mengikuti kebiasaan dan ketergesaan. Akibatnya kesenjangan ekonomi global justru makin menganga. Legallah oligarki. Muncul pula celah baru untuk berebut makan dan perpecahan. Timur Tengah dan Afrika Utara contoh real. Maukah Indonesia terjerat?

Ketiga, prinsip kompulsif berulang menyasar dalam hidup pribadi. Kita berpikir dan merasakan hidup kompulsif sehingga senantiasa mengulang memori menyakitkan yang sudah terjadi. Inilah biang segala derita batin dan penyakit kejiwaan. Fakta abad XXI dengan segala temuan digital dan akselerasi sains, tingkat depresi dan bunuh diri selalu melonjak secara global.

Buku ini menawarkan solusi. Kita harus keluar dari hidup kompulsif, yaitu hidup yang dijajah oleh kebiasaan tidak sadar menuju hidup sadar. Hidup sadar berarti hidup dengan pertimbangan matang dari saat ke saat (protopia philosophia). Hanya dengan cara ini, kita bisa menari dalam hidup ini. Di titik inilah kita berjamaah menari untuk merayakan kehidupan dan bukan untuk mendekati kematian.

Sayang, buku tambun ini masih menyembulkan sikap bersungut-sungut untuk kasus penyuntingan. Nyaris setiap esai menyajikan typo dan selilit salah kebahasaan. Hai, orang muda! Anda sudah membaca zaman? ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun