Sementara itu, praktek ritual kematian Hindu terlihat dari keberadaan lokasi pensucian jenazah pra kremasi di Gatak, lokasi kremasi di Jetis, dan lokasi larung abu kremasi di Kutan. Puing-puing candi tersebut tersebar dan berada di rumah-rumah penduduk.
Jejak sejarah juga terpatri dalam toponimi atau penamaan tempat di sekitar kompleks. Nama-nama seperti Mungkid dan Japun, yang berasal dari kata Mungkad (semedi) dan Japu (mantra), serta Ndowo yang berarti bendungan dalam bahasa Jawa kuno, memberikan petunjuk tentang fungsi spiritual dan infrastruktur kuno di wilayah tersebut.
Masih menurut Krisnanto, Kompleks Ambartawang menunjukkan adanya pusat keagamaan Hindu yang besar dan terencana, yang mungkin setara dengan Borobudur atau Prambanan. Keberadaan sistem petirtaan yang canggih dan tata ruang yang kompleks menunjukkan tingkat peradaban yang tinggi pada masanya.
Sayangnya, warisan budaya ini terancam oleh kurangnya perlindungan. "Situs patung, lumpang sesaji, dan artefak lainnya dijual tanpa ada tindakan apapun dari pemerintah desa," ungkapnya prihatin. Para ahli menyerukan agar dilakukan penelitian lebih lanjut dan tindakan pelestarian segera untuk melindungi situs bersejarah ini.
Temuan kompleks candi Ambartawang ini membuka lembaran baru dalam pemahaman kita tentang sejarah peradaban Hindu di Jawa Tengah. Kompleksitas arsitektur, sistem ritual, dan tata ruang yang terungkap menunjukkan bahwa wilayah ini pernah menjadi pusat spiritual dan peradaban yang signifikan, menyimpan rahasia sejarah yang menanti untuk diungkap lebih lanjut.
Pengaruh Mataram IslamÂ
Seiring berjalannya waktu, pengaruh Kerajaan Mataram Islam mulai terasa di wilayah Ambartawang. Proses islamisasi yang berlangsung secara bertahap dan akulturatif mengubah lanskap spiritual dan sosial masyarakat setempat.
"Dakwah Islam yang dilakukan secara damai di wilayah ini berhasil mengubah mayoritas masyarakat menjadi pemeluk Islam. Namun, proses ini tidak menghapus sepenuhnya warisan Hindu yang ada. Sebaliknya, kita melihat adanya sinkretisme yang menarik antara elemen-elemen Hindu dan Islam." Ujar Krisnanto
Bukti konkret dari transisi ini dapat dilihat dari perubahan fungsi tempat-tempat peribadatan. Beberapa struktur yang semula merupakan candi Hindu diubah menjadi masjid dan mushala.
"Ini adalah upaya yang dilakukan di Desa Ambartawang dalam proses islamisasi di Jawa," tambahnya . "Penggunaan kembali situs-situs suci yang sudah ada membantu mempermudah penerimaan agama baru oleh masyarakat lokal." tambahnya
Salah satu contoh nyata dari transformasi ini adalah bekas Candi Brahma yang kini menjadi Masjid Panjangan, serta bekas Candi Lakshmi dan Saraswati yang kini berfungsi sebagai mushola di Srikuwe. Perubahan fungsi ini menjadi bukti fisik dari proses akulturasi budaya dan agama yang berlangsung di wilayah tersebut.