Mohon tunggu...
anton
anton Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa S2 Kajian Sejarah FISIP UNNES, Guru SMA

Suka diskusi dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Persaingan dalam Belajar Itu Perlu! (Catatan Seorang Guru)

17 Februari 2023   16:45 Diperbarui: 1 Juni 2023   22:59 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: postplanner.com

Hidup ini penuh dengan persaingan begitulah kenyatanya. Dengan adanya persaingan, dunia ini menjadi lebih dinamis. Lihatlah aneka persaingan disekitar kita! persaingan bisnis, persaingan politik, persaingan antar cabang olahraga, persaingan akademik, festival kesenian, dan lain sebagainya. Semua itu nyata adanya dan dibutuhkan dalam kehidupan manusia. 

Begitu juga dalam dunia pendidikan, berjejer-jejer piala dipajang dengan bangganya di ruang lobi sekolah. Menjamurnya lomba-lomba antar siswa mulai tingkat daerah hingga tingkat internasional. Semua itu digelar dan diikuti dengan antusias dengan harapan menjadi juara yang mampu mengharumkan nama lembaga, daerah atau negara masing-masing.

Pengalaman 8 tahun lebih menjadi guru setidaknya memberikan gambaran kepada saya bagaimana suatu kebijakan begitu berdampak terhadap karkater siswa. Ditambah dahulu juga pernah merasakan menjadi siswa sehingga saya memiliki kesan dan pengalaman bagaimana  gambaran pendidikan di negeri ini.

Entah sejak kapan tepatnya sekolah tidak diperbolehkan menuliskan urutan perangkingan siswa. Alasannya, bahwa setiap siswa memiliki jenis kecerdasannya dan gaya belajar sendiri-sendiri. Alasan tersebut bagi saya cukup rasional dan manusiawi. Faktanya memang di kelas yang saya ajar sendiri pun kemampuan anak-anaknya beragam.

Penulisan peringkat rapot ditiadakan agar tidak menimbulkan perasaan minder bagi siswa. Siswa yang mendapat peringkat menengah ke bawah tetap terjaga semangatnya untuk belajar. 

Selain itu ditambah lagi kisah-kisah sukses (success Story) bahwa ternyata banyak anak yang dahulu saat di sekolah mendapatkan peringkat rendah, namun menjadi orang yang sukses di masa depan. Akan tetapi yang saya rasakan dan saksikan sendiri pasca Ujian Nasional (UN), Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) ditiadakan, terlihat  semangat dan etos kerja siswa semakin menurun. Ditambah badai Covid 19 selama 2 tahun, sangat terlihat etos belajar siswa menurun.
 
Berdasarkan pengalaman saya pribadi saat menjadi siswa, ujian nasional (UN) merupakan momok yang menakutkan. UN adalah puncak perjuangan selama belajar di SMA. Sekolah, guru, siswa semuanya begitu wanti-wanti (mengantisipasi) menyambutnya. Mulai dari bimbel, latihan soal rutin, try out, bahkan doa bersama. 

Semua itu dilakukan dengan harapan semuanya bisa lulus seratus persen. Bahkan yang paling miris dan sempat heboh kala itu di media massa bocoran soal sudah sedemikian rupa dipersiapkan oleh sekolah tertentu untuk meluluskan siswanya. Saat itu bagi saya dan orang-orang disekitar saya menilai Ujian Nasional sangat kejam dan tidak adil.

Bayangkan saat itu tahun 2008, hanya 3 mapel wajib yang diujikan dan menjadi parameter kelulusan. Ketiga mapel wajib tersebut antara lain; Bahasa Indonesia, Matematika dan Bahasa Inggris.  Sebagai anak IPS waktu itu saya harus mampu lulus dengan nilai minimal 4.25. Kurang satu digit saja, maka konsekuensinya saya tidak lulus dan harus mengulang tes paket C.

Saya ingat sekali pada waktu itu, hari pertama ujian langit terlihat sedikit mendung, seakan-akan menggambarkan kegalauan hati saya. Salah satu pelajaran yang membuat saya tidak bisa tidur adalah matematika. Mau bagaimanapun pelajaran ini adalah titik kelemahan saya. 

Jika tidak mampu mengerjakan soal, otomatis mau tidak mau harus gambling (untung-untungan) memilih salah satu jawaban dalam pilihan ganda. Meskipun saat itu  UN terkesan mengerikan, namun dampak positifnya adalah siswa akan lebih menghargai waktu untuk serius belajar dan mempersiapkan diri sebaik-baiknya.

Persaingan adalah kenyataan hidup

Persaingan adalah sebuah kenyataan hidup yang melekat dalam diri manusia bahkan sebelum menjadi manusia. Menghindari persaingan antar sesama manusia bukanlah solusi yang tepat. Kehidupan ini berjalan dinamis karena adanya persaingan itu. Tanpa adanya persaingan maka kehidupan ini akan stagnan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun