Mohon tunggu...
anton
anton Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa S2 Kajian Sejarah FISIP UNNES, Guru SMA

Suka diskusi dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Arya Wiraraja : Pakar yang disia-siakan (Kisah Kandasnya Ekspedisi Pamalayu Kertanegara)

18 Januari 2023   22:01 Diperbarui: 19 Januari 2023   06:15 1233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin dalamnya rasa cinta manusia akan sebanding dengan kebenciannya. Kesetiaan dan penghianatan bagai dua sisi mata uang. Garis waktu yang akan membuktikan perjalanan hidup manusia. Bagai rembulan, manusia memiliki sisi gelap sekaligus sisi terang. Tinggal kita mau memandangnya dari sisi yang mana.

Dalam sejarah manusia, kita akan melihat anak manusia yang pada mulanya saling mencintai, saling mendukung, saling membela, saling berkorban, lalu berubah menjadi saling membenci, saling menjatuhkan, dan saling membinasakan.

Benar kiranya kata pepatah "Cinta manusia tak ada yang abadi". Pagi mengatakan cinta, malam mengatakan benci. Hati manusia bagaikan air. Mendidih jika dipanaskan, dan beku bagaikan es jika didingnkan.

Di tempatnya yang baru, Arya Wiraraja masih menyimpan kekecewaan atas keputusan Sang Prabu Kertanegara. Keberhasilan penaklukan Kerajaan Dhamasraya dalam ekspedisi Pamalayu menjadikannya tersingkir ke Sumenep Madura. Raja menurunkan jabatan dan memutasi dirinya. Ia menyesalkan tindakan sang raja. Untuk apa ada penasehat jika yang diinginkan raja hanyalah pembenaran semata?!

Meskipun Kertanegara adalah keturunan Wangsa Rajasa, ia kurang menyukai peran orang- orang Wangsa Rajasa yang banyak mencampuri kebijakannya. Ketidaksukaanya diwujudkan dalam bentuk penurunan dan pemindahan posisi seperti Pendeta Santasmerthi (dari pendeta kerajaan menyingkir ke pegunungan), Patih Mpu Raganatha dari Patih ke Jaksa. Arya Wiraraja dipindahkan hingga jauh pusat kerajaan menjadi "Adipati" di Sumenep. Pemindahan besar-besaran ini terjadi pada tahun 1269 Masehi.

Pada mulanya Ia sebagai penasehat termuda di Singosari menyampaikan ketidaksetujuannya atas keinginan sang raja mengirim pasukan dengan jumlah besar ke Sumatra. Ia berpendapat bahwa Singosari harus mempelajari secara detail medan yang akan ditempuh. Selain itu Singosari harus mengukur diri kekuatan yang dimiliki. Singosari jangan merasa aman dengan pencapaiannya selama ini. Jangan merasa bahwa tidak ada lagi ancaman yang mengintai. Mengirimkan pasukan dalam jumlah yang sangat besar ke Sumatera dengan membiarkan negara dalam keadaan kosong, bukanlah rencana yang bijak. Ia melihat bahwa ada kemungkinan kekuatan-kekuatan yang berpotensi makar jika ekspedisi tersebut diteruskan.

 Raja merasa tersinggung dengan pandangan tersebut. Seolah-olah Arya wiraraja ingin mengatakan bahwa Singosari adalah kerajaan yang terpecah belah dan lemah. Dari situlah awal dari ketidaksukaannya kepada Arya Wiraraja.

Sebagai mantan penasehat muda yang cerdas nan gemilang, Ia sangat paham situasi politik di Singosari. Rasa sakit hati mendorongnya untuk melakukan makar secara terselubung. Permainnya tidak terlihat namun nyata jelas menusuk jantung kekuasaan. Ia tidak menggunakan tangannya sendiri, namun menggunakan tangan orang lain untuk menwujudkan cita-citanya. Ia mengirim surat kepada Bupati Gelang-gelang Jawakatwang untuk mengambil kesempatan kosongnya Singosari. Ia berkirim surat kapada Jayakatwang.

Arya Wiraraja sangat paham bahwa Jayakatwang adalah kekuatan lain yang berpotensi membangkang. Jayakatwang adalah keturunan wangsa Kediri yang tersisa. Wangsa Kediri dalam sejarah adalah wangsa yang ditaklukan oleh nenek moyang Kertanegara yakni Ken Arok. Jayakatwang mengikuti saran Arya

Wiraraja. Semua telik sandi disebar untuk mengukur kekuatan. Hingga jelas dan nampak kekuatan yang akan dihadapi kelak.

Tibalah waktu yang tepat untuk melakukan Serangan ke Singosari. Bagaikan air bah Gelang- gelangmembumihaguskanSingosari. Kertanegara tewas ditangannya. Siasat Arya Wiraraja berhasil. Hatinya merasa puas mendengar Singosari hancur berkeping-keping di Serang Jayakatwang.

Menantu Kertanegara Reden Wijaya mengungsi Ke Sumenep Madura. Mereka berjalan berkilo-kilo menuju kediaman Adipati Arya Wiraraja. Sang Adipati mengatur siasat kembali dengan keturunan Wangsa rajasa tersebut. Ia bersedia mendukung Raden Wijaya merebut Singosari dari tangan Jayakatwang. Dari sinilah Arya Wiraraja sudah melepaskan diri dari mendukung Jayakatwang. Ia yang pada mulanya mendorong Jayakatwang memberontak, kini ia justru berbalik bersekutu melumpuhkan Jayakatwang. Entah setan apa yang menjadikan begitu cepatnya Arya Wiraraja berubah pikiran. Gerak-geriknya memang sulit dimengerti.

Mungkin pertimbangan seandainya Jayakatwang tetap berkuasa, sulit baginya untuk memperoleh bagian kekuasaan. Perbedaan wangsa menjadi sebab utama pandangan Ini. Meskipun ia telah berjasa memberikan usulan untuk menyerang Singosari, Arya Wiraraja menilai bahwa Kelak Jayakatwang tidak akan memprioritaskan dirinya. Ia tidak akan mendapatkan porsi kekuasaan yang layak. Watak kekuasaan tidak mengenal balas budi.

Dengan demikian ia merencanakan makar selanjutnya kepada Jayakatwang sejak awal berdirinya. Apalagi ia beranggapan bahwa tidak akan lama lagi bangsa Mongol pasti akan mendarat di Pulau Jawa untuk menghukum raja jawa. Kedatangan Bangsa mongol inilah yang nanti diagunakan untuk memukul habis Kediri. Atas usulannya, Raden Wijaya diminta untuk menyerahkan diri ke Kediri. Arya Wiraraja akan mengirim surat ke Jayakatwang agar bersedia menerima Raden Wijaya sebagai abdi Kediri.

Jayakatwang menerima Wijaya sebagai abdi Kediri. Bahkan sang raja memberikan tanggung jawab kepada Raden Wijaya untuk membangun tempat wisata perburuan di hutan Tarik. Kepercayaan dari raja dimanfaatkan untuk membangun basis kekuatan secara sembunyi- sembunyi. Buah dari kesabarannyapun selama bertahun-tahun akhirnya membuahkan hasil. Hutan yang pada mulanya sepi lalu menjadi ramai dan dinamis. Ia membangun segala hal yang diperlukan layaknya membangun sebuah negara. Semuanya dibangun secara rahasia. Hingga pada saatnya telik sandi Kediri melaporkan hal-hal yang mencurigakan kepada Jayakatwang. Namun sayang Majapahit sudah cukup memiliki kekuatan untuk memberontak. Pasukannya telah terlatih untuk berperang.

Disisi lain Arya Wiraraja membangun komunikasi dengan Mongolia. Kemampuan diplomasi dan pengalaman internasionalnya selama menjadi pejabat di Sumenep sangat membantu siasat ini. Terjalinlah kerjasama antara Mongolia dan Majapahit. Ia akan memukul Kediri dengan memanfaatkan tentara Mongolia. Monggolia tidak tahu bahwa raja yang mereka maksud sebenarnya telah tewas ditangan Jayakatwang. Siasat Arya Wiraraja berhasil dengan mulus. 

Majapahit yang dibantu pasukan Mongolia berhasil memukul Kediri. Tentara Mongol tidak sadar bahwa mereka sedang masuk skenario Arya Wiraraja. Mereka dengan sukaria merayakan kemenangan dengan meminum arak. Majapahit menyediakan arak Jawa dalam jumlah besar. Pengaruh arak menjadikan tentara Mongolia tak berdaya. Dalam keadaan lemah itulah Majapahit dengan segenap kekuatannya menyerbu tentara Mongolia. Banyak tentara Mongolia yang tewas. Sebagian menuju pantai lalu pulang ke negeri asalnya dan tidak pernah kembali lagi. Mereka pulang ke tempat asal dengan membawa kekalahan.

Singosari berakhir, Mongolia terusir. Siasat yang telah direncanakan bertahun-tahun dengan kesabaran akhirnya terwujud. Raden Wijaya dinobatkan menjadi Raja Majapahit. Arya Wiraraja medapatkan bagian kekuasaan yang ia minta yakni menjadi penguasa wilayah Timur yakni Lumajang dan Blambangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun