Mohon tunggu...
Survivor9007
Survivor9007 Mohon Tunggu... Pelaut - Be Happy

Stay Happy

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilu 2019, Ujian Sejarah

16 September 2018   12:15 Diperbarui: 16 September 2018   12:40 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilu 2019 nanti akan menjadi ujian sejarah bagi bangsa ini. Ya, jika wajah-wajah legislatif masih diisi oleh caleg eks koruptor berarti bangsa ini masih ridho memilih pemimpinya yang cacat moral, miskin etika, dan berintegritas rendah.

Pasalnya tak kurang lagi, upaya pihak-pihak pro pemberantasan korupsi menjegal langkah caleg eks koruptor untuk melenggang 'mewakili' rakyat, tapi disaat berlawanan arus perlawanan mereka begitu deras. Dari menggugat bawaslu hingga memidanakan komisioner kpu. Padahal dengan derasnya pemberitaan caleg eks koruptor, ditambah besarnya keinginan agar bangsa ini menjadi lebih baik, seharusnya menyurutkan langkah mereka yang dengan sukarela bersedia mundur.

Tapi syahwat politik tak bicara demikian. Syahwat politik melebihi batas moral, etika bahkan hukum. Apalagi jika sudah tak ada lagi rasa malu. Seperti rasa malu yang dimiliki bangsa jepang.

Praktis, hasil pemilu 2019 nanti sekali lagi akan membuktikan, apakah upaya kelompok-kelompok pro pemberantasan korupsi, mendapat 'applause' positif dari mayoritas bangsa ini, untuk bersepakat memblacklist caleg eks koruptor, tidak membiarkan mereka kembali duduk di kursi anggota dewan terhormat.

Ada rasa pesimis, jika melihat hasil pemilukada beberapa waktu lalu. Dimana seorang walikota terpilih dan wakil gubernur terpilih, yang saudara-saudaranya terlibat korupsi dan mendekam di sel KPK, toh nyatanya masih menang. Bahkan pemilukada serentak 2018 lalu, ada tersangka korupsi yang memenangi pilkada. Rasanya sudah di luar nalar. Hingga rasanya perjuangan untuk mengeliminir korupsi itu nyaris sia-sia, karena pemimpin yang dipilihnya ternyata adalah koruptor.

Namun api optimisme sudah selayaknya dijaga. Hingga perjuangan itu berakhir dengan klimaks. Tentu jika pemilih 2019 nanti adalah pemilih yang cerdas. Bukan pemilih yang pelupa dan pemaaf. 

KPU memang harus galak segalak singa padang pasir,  aktivis pro pemberantasan korupsi boleh berteriak selantang nelson mandela, tapi ujung dari perjuangan tersebut adalah pemilih. Derasnya pemberitaan anti korupsi, maraknya kasus korupsi sepanjang tahun ini, dan meningkatnya edukasi politik, seharusnya sudah cukup memberikan bekal dan pengalaman  bagi pemilih, agar 2019 nanti, kita bersepakat, tidak mencoblos caleg eks koruptor.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun