Mohon tunggu...
Purbo Iriantono
Purbo Iriantono Mohon Tunggu... Freelancer - Jalani inspirasi yang berjalan

"Semangat selalu mencari yang paling ideal dan paling mengakar" merupakan hal yang paling krusial dalam jiwa seorang yang selalu merasa kehausan kasih...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pentingnya Keseimbangan Pola Pikir Atomistik dan Organismik dalam Sejarah Kontemporer

29 September 2020   10:24 Diperbarui: 29 September 2020   20:17 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

http://sejarah.upi.edu/artikel/dosen/masalah-sejarah-kontemporer-di-indonesia-memahami-beberapa-isu-kontroversial/

Berdasarkan pemahaman di atas, yang ingin penulis garis-bawahi adalah pentingnya keseimbangan, khususnya bagi generasi milenial, dalam penguasaan dua macam pola (filosofi) berpikir di atas (atomistik dan organismik). Selama ini, menurut penulis, kita sebagai bangsa sudah terlampau dalam terbenam di kubangan carut-marut pola berpikir atomistik (historis) semata. Untuk dapat memahami sejarah secara lebih aman dan obyektif, kita perlu semacam penonjolan baru atau keberpihakkan ke arah sudut pandang berlawanan agar tercapai keseimbangan dalam dua macam filosofi berpikir di atas. Jadi, dalam permasalahan ini, kita jangan terjebak dengan kontroversi seperti: "penting atau tidaknya pelajaran sejarah", karena jelas sejarah sebagai memori kolektif tentu sangat penting. Tapi, apa makna memori bila pola berpikir kita sudah terlanjur timpang? 

     Tuntutan keseimbangan pada dua macam pola-pikir ini akan semakin kuat ketika generasi milenial tersandera oleh semacam "unfinished business" warisan sejarah kebangsaan yang hanya terpaku pada cara pandang sesisi (atomistik, historis); bahkan di era kekinian pun para politisi masih terbelah dalam dua kubu yang tak berkesudahan.

     Satu-satunya cara alternatif yang tersedia, kita harus mulai menggalakkan sudut pandang struktural di ranah kesejarahan agar kita dapat melampaui kontradiksi berlarut-larut? Bertolak dari pemahaman ini, langkah awal yang diperlukan adalah "pengambilan jarak" untuk sementara waktu dari semua kejenuhan dan "alergi" pada sejarah tradisional akibat trauma konflik tak berkesudahan. 

     Filsuf Jerman, Hannah Arendt telah mewanti-wanti agar kita menjaga ruang publik, dalam artian "common world", agar para politisi kita dapat sepenuhnya menjalankan vita-activa atau aktivitas fundamental mereka. Aktivitas politisi menurut beliau adalah aktivitas yang mengandaikan pemikiran aktif dan kebebasan sebagai landasan tindak para politisi. Aktivitas ini akan mustahil terpenuhi, manakala ruang publik hanya didominasi oleh kontradiksi jadul tak berkesudahan; kontradiksi warisan sejarah yang "visinya" masih timpang atau "jadul" dan ingin tetap dilestarikan demi kepentingan politik golongan tertentu.

     Bila kita tetap berkutat pada metoda berpikir timpang (hanya menonjolkan pendekatan atomistik) dalam sejarah tradisional, maka berlaku-lah ancaman adagium ini;"The more things change, the more they stay  the same."

Terima-kasih

Sumber lain:

Structuralism and Post Structuralism for Beginners

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun