Mohon tunggu...
Purbo Iriantono
Purbo Iriantono Mohon Tunggu... Freelancer - Jalani inspirasi yang berjalan

"Semangat selalu mencari yang paling ideal dan paling mengakar" merupakan hal yang paling krusial dalam jiwa seorang yang selalu merasa kehausan kasih...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Gagal Normal

11 September 2020   19:00 Diperbarui: 11 September 2020   18:56 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gagal Normal!

Bayangkan, bila anda sedang duduk dalam posisi sebagai seorang Anies atau Jokowi kekinian; posisi yang harus mengambil keputusan di tengah puncak krisis masyarakat yang sangat dilematis. Anehnya, dalam kondisi yang menuntut "tangan dingin" seorang pemimpin; masyarakat masih saja terjebak dalam perspektif kontradiksi ekstrim antara tetap bekerja (zona normal) dan berhenti sementara (PSBB). Penulis jadi bimbang, benarkah masyarakatnya yang terbelah, atau hanya para politisi beserta jamaah partisannya?

Seharusnya, dalam puncak kritis seperti ini, kita semua, terutama yang merasa jadi pemimpin atau penyuara kelompok apapun pertama-tama wajib menarik rem hasrat radikalitas me-partisan-an, hasrat untuk sekedar mendukung pendapat kelompoknya dan lebih baik diam dan mulai berpikir atau bertindak prososial tanpa banyak bicara.

Kondisi kita sekarang, adalah kondisi perang, di tengah kancah yang berubah cepat ke status kancah yang bak padang pasir; dilemanya, secara makro, sudah bukan semacam dilema ancaman sakit atau kelaparan, melainkan dilema ancaman ke kematian melalui dua macam pilihan cara fatalistik. 

Seharusnya, kondisi ekstrim dari dilema ini sudah kita sadari sejak kita nekat memberlakukan kondisi normal terbatas; dalam kondisi normal terbatas kita tidak dibenarkan menancap gas pada bidang usaha atau pekerjaan, karena upaya seperti itu akan melemahkan atau mengendorkan daya disiplin masyarakat untuk tetap waspada ke arah pencegahan pada pandemik, dan ini harus didukung oleh semua aktor di dunia kerja atau usaha; kita hanya boleh menancap setengah atau sepertiga gas. Tapi itu pun tidak mudah, dan kita telah gagal.

Masyarakat yang terlanjur keluar  atau terbebas dari kondisi pembatasan ketat, tidak mudah untuk tetap waspada tanpa adanya modifikasi lingkungan sosial yang semestinya, yakni lingkungan sosial yang mencerminkan tuntutan kewaspadaan tinggi, baik melalui rekayasa dari pihak keamanan atau pemerintah atau dari swadaya kesadaran masyarakat, meskipun di dalam lingkungan kerja atau usaha. 

Jadi, jangan terjebak pada perspektif kontradiksi ekstrim antara demi kesehatan atau demi penghidupan; kedua hal tersebut saling mengandaikan satu sama lain, kerja butuh sehat, dan sehat butuh nafkah. 

Kita tak dapat terus kerja, bila pandemik meningkat dan negara kian dikucilkan; sebaliknya, kita juga nyaris mustahil terus bertahan dalam kondisi "lock down". Sayangnya, masyarakat belum mampu untuk tetap keukeuh pada syarat kritis berdisiplin agar keduanya dapat berjalan secara bersamaan, untuk menarik setengah rem dan menancap setengah gas. Bisa jadi, kondisi setengah rem dan setengah gas itu memang tidak mudah bahkan memboroskan kampas rem. 

Para pengusaha dan pimpinan instansi semestinya menyadari dan mendukung kondisi seperti ini ("non- tancap gas penuh"), meskipun himbauan ini terdengar "aneh" untuk diterapkan di lingkungan dunia kerja. Para politisi juga diharapkan tidak lagi menonjolkan "ego" untuk selalu memanfaatkan kelemahan masyarakat dalam hal "menjaga kesetimbangan" antara kerja dan jaga kesehatan, melalui politisasi isu-isu pandemik, demi kepentingan pribadi atau kelompok.

Seandainya pembatasan skala besar tetap harus dilaksanakan di wilayah Jakarta, maka kita hanya dapat berharap ini merupakan keputusan yang benar-benar "matang". Yang jelas, dan penting untuk dijadikan pembelajaran, keputusan apapun terkait pandemik dari seorang pemimpin, bukanlah keputusan yang mudah; dan masyarakat atau publik serta para politisi, sebaiknya tidak sekedar berkomentar hanya karena hasrat partisan atau hasrat ego kelompok masing-masing. 

Situasi kita kekinian adalah situasi yang sangat kritis yang menuntut keberanian dan kebijakan pemimpin; dan semuanya akan jadi lebih baik, bila setiap kelompok dan komunitas dalam masyarakat dapat saling mengawasi dan menjaga apa yang telah atau kelak diputuskan melalui kebijakan pemimpin daerahnya. Terima-kasih!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun