Banyak kemungkinan yang bisa diprediksi apabila hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah kemungkinan Djarot untuk naik dan menggantikan Ahok pada saat pelantikan Gubernur DKI.
Bagaimana hal tersebut bisa terjadi?
Mari kita bahas melalui sudut pandang hukum .
Pertama-tama adalah pasal yang akan digunakan oleh jaksa untuk kasus dugaan penodaan agama ini berdasar pada pasal 156 dan 156a KUHP. Â Hukuman pidana dengan pidana penjara yang terdapat pada pasal tersebut dikatakan maksimal selama 5 tahun. Andaikan kedua pasangan ini nantinya berhasil memenangkan Pilkada DKI 2017, pelantikan akan dilaksanakan pada bulan Oktober 2017. Namun, apabila hingga saat itu proses hukum Ahok belum selesai dan masih berstatus sebagai terdakwa, maka Ahok akan tetap dilantik kemudian posisinya digantikan oleh Djarot. Meski seperti itu proses hukum masih akan memasuki tahapan yang panjang sebelum dinyatakan inkrah(in kracht van gewijsde; keputusan berkekuatan hukum tetap).
Menanggapi hal tersebut, Djarot bersama dengan tim kampanye menampiknya. Djarot mengatakan bahwa ia sangat tidak ingin berandai-andai dengan hal tersebut. Untuk saat ini Djarot menegaskan bahwa tidak ada istilah bahwa ia akan menggantikan posisi Ahok sebagai gubernur apabila diputuskan terpidana. Ia mengatakan tidak bisa untuk menggantikan posisi Ahok sebagai Gubernur nantinya. "Misalkan diganti? Yah ora iso, gila nggak tuh," kata Djarot kepada warga pendukung di Rumah Lembang. Djarot menghimbau masyarakat untuk berpikir positif serta menghimbau untuk dating ke Tempat Pemungutan Suara nanti pada tanggal 15 Februari 2017.Â
Seperti pada kutipan percakapan Batman dan Robin pada awal artikel ini, mereka adalah satu kesatuan, sebuah tim! Kepercayaan satu sama lain adalah hal terpenting yang dilakukan demi terselesaikannya tugas membela kebenaran.
Salam Kompasiana
Jakarta, 212
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H