Mohon tunggu...
ANTONIO
ANTONIO Mohon Tunggu... Wiraswasta - Dosen

seorang yang selalu ingin mencoba dan mencoba hal yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Sepakbola Mengajarkan Aku

25 Oktober 2016   17:14 Diperbarui: 26 Oktober 2016   03:25 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melewati jalan Magelang Jogja, tepatntya di daerah Sleman di pusat perkantoran kabupaten Sleman saya teringat  15 tahun yang lalu pada saat saya mulai merintis menjadi pemain sepakbola yaitu pada saat menjadi skuad tim junior PSS Sleman untuk menghadapi kejuaraan piala Suratin yang setiap tahun diadakan oleh PSSI, event yang selalu diadakan untuk memperingati jasa pendiri PSSI yaitu Bapak Soeratin Sosrosoegondo. 

Selama tiga bulan saya mengikuti seleksi di Stadion Tridadi markas Tim elang Jawa panggilan akrab tim PSS SLEMAN dan akhirnya saya menjadi bagian tim ini, setiap siang sepulang sekolah pukul 14.00 wib saya harus berangkat dari kota klaten tempat tinggal saya menuju Kabupaten Sleman, menerobos ramainya jalanan Jogja Solo menuju Kabupaten Sleman bagi seorang anak masih remaja yang belum memiliki surat ijin mengemudi pada waktu itu adalah sebuah keputusan yang nekad atau mungkin orang lain menyebut “Mburoq” (melakukan tindakan tanpa mikir). 

Pernah ada pemeriksaan kelengkapan di jalan ringroad Jogja saya terpaksa berhenti menunggu sampai pemeriksaanya selesai ‘biar tidak ketangkap polisi menjadi kenangan yang mengelikan karena harus nunggu sampai harus akting menjadi orang mau beli barang di depan ruko alat bangunan di sekitaran Kampus UPN’.

Rutinitas latihan sepakbola di Sleman dan  pulang sampai rumah di klaten jam 19.30 wib saya rutin lewatin itu kira-kira enam bulanan, Proses latihan sepakbola yang saya lalui penuh dengan kedisiplinan dan komitmen, latihan dimulai jam 15.30 saya tidak boleh terlambat, saya dari sekolah terkadang tidak langsung pulang ke rumah melainkan sekalian membawa peralatan bermain sepakbola dari sekolah. 

Pembentukan fisik, teknik, mental saya dapatkan didalam latihan dan seorang pelatih yang selalu saya ingat didalam pikiran saya adalah Almarhum Bang Maman Durachman, seorang legenda tim sepakbola DIY yang merupakan mantan pemain Perkesa Mataram dan pelatih PSIM Jogjakarta yang dikemudian hari saya juga bergabung dengan tim itu untuk karir profesional saya.

Sosok humble dan santai jadi teringat dalam pikiran saya pesan yang bagi saya menjadi bagian terpenting yaitu “ menjadi seorang pemain sepakbola harus mendahulukan sepatu sepakbola nya dulu untuk dibersihkan setelah selesai dipakai dari pada badan pemakainya” bagi saya ternyata refleksi yang sangat dalam dan jauh sampai masuk ke dalam seluruh ranah kehidupan, bahwa sesuatu modal/senjata(kompetensi)yang dipakai untuk bisa maju dan berhasil harus selalu dirawat dan di asah sehingga akan menjadi awet dan bahkan akan menjadi berkembang menjadi baik.

Ilustrasi: dreamstime.com
Ilustrasi: dreamstime.com
Sepakbola adalah kejujuran

‘Bagi saya sepakbola adalah jujur’. Kita para pemain di atas lapangan diuji untuk menampilkan semua kemampuan dimiliki setiap tim pada sebuah pertandingan selama 45 menit x 2 adalah ujian bagi kami sebagai pemain sepakbola dengan sebuah hasil kemenangan atau  kekalahan adalah sebuah konsekuensi yang harus siap untuk diterima. 

Bagaimanapun sakitnya hasil jika tim kita mengalami kekalahan ya sebagai pemain n kesatria lapangan hijau harus siap dan menerimanya, kalau tim kalah maka dengan kejujuran mengakui kondisi itu sehingga dengan itu akan bisa melakukan evaluasi dengan jernih sehingga akan memperbaiki kelemahan tim untuk mengahadapi pertandingan ke depan. 

Ini “berbeda dengan kondisi beberapa bulan ini pada saaat PON berlangsung di Jawa barat, banyak kontingen yang  melakukan protes dan bahkan ada beberapa cabang olahraga terjadi perkelahian massal gara-gara melihat adanya tuduhan ketidak jujuran dalam pertandingan”. 

Pengalaman dan ujian yang saya alami dan saya merasa bersyukur dapat melewati itu di usia saya yang baru mencapai 17 tahun, saya harus diuji dengan keadaan dimana kejujuran itu harus ditegakkan dan saya harus mengambil sebuah keputusan meskipun saya harus mengalami kesedihan. Masih berkaitan dengan tim junior saya di PSS, waktu itu sebelum saya bergabung di Tim junior PSS Sleman saya mengikuti sebuah kejuaraan Piala Suratin mewakili daerah asal saya yaitu tim PSIK Klaten dalam ajang Piala Suratin 1 tahun sebelum saya bergabung di Tim Junior PSS Sleman. 

Kabupaten Klaten masuk dalam provinsi Jawa tengah, sedangkan jawa tengah memiliki kabupaten yang begitu banyak maka Klaten masuk dalam Karisidenan Surakarta yang terdiri dari Klaten, Surakarta, Boyolali,  Salatiga, Karanganyar, Sukoharjo, dan Wonogiri. Saking besarnya Jawatengah maka diseleksi daerah antar karisidenan dahulu baru setelah menajdi juara di Karisidenan akan mewakili di tingkat provinsi.

Ternyata pada saat saya memperkuat tim kabupaten saya di ajang Piala Suratin di Karisidenan Surakarta itu saya sudah dianggap sudah mengikuti Event Piala Suratin jadi tidak boleh memperkuat tim lain dalam Event yang sama, meskipun saya waktu itu memperkuat Tim PSIK Klaten satu tahun sebelum saya bergabung dalam Tim PSS Junior tetapi dalam regulasi PSSI dianggap sudah tidak boleh mengikuti tim lain.

Singkat cerita nya dua hari sebelum pertandingan PSS Sleman Junior saya membaca koran lokal bahwa tim tetangga yaitu PSIM Junior mengalami kekurangan amunisi dikarenakan salah satu pemainnya ternyata sudah mengikuti kejuaraan Piala Suratin dalam penyisihan yang juga dilaksanakan di tahun yang sama dengan waktu saya membela kabupaten saya. Ternyata pemain yang dianggap tercoret dari Skuat PSIM adalah berasal dari Wonogiri dan merupakan lawan tanding saya pada saat main di Karisidenan Surakarta. 

Akhirnya malem itu setelah saya membaca koran lokal itu saya berpikir dan banyak pertimbangan yang menyakut posisi saya di tim, dan timbulkan percakapan batin saya ‘kalau saya bilang ke pelatih pasti akan dipulangkan dan persiapan enam bulan ini akan sia-sia karena saya tidak akan bisa turun main di event itu dan saya harus pulang ke Klaten tanpa hasil apa-apa dan tentunya akan mengecewakan orang tua saya, dan pertimbangan lain lagi kalau saya tidak bilang ke pelatih saya maka saya merugikan tim PSS Sleman dan teman-teman satu tim akan mengalami diskualifikasi jika ketahuan salah satu pemainnya pernah mengikuti tim lain sebelum bergabung di PSS Sleman dan tentunya merugikan banyak orang’. 

Dan akhirnya paginya dengan perasaaan sedih saya beranikan diri mengahadap pelatih saya yaitu Bang Maman Durachman dan bilang ke beliau bahwa saya pernah ikut event yang sama pada tahun lalu dan merupakan penyisihan dari beberapa karisidenan, tanpa ekspresi dari pelatih saya itu hanya bilang “Ya sudah Ton kamu sudah berani bilang ke saya dan saya ucapkan terima kasih atas kejujuranmu, jika kamu tidak bilang dan kamu dimainkan maka kalau ketahuan oleh panitia dan tim lawan maka tim PSS akan didiskualifikasi”.  

Akhirnya saya pulang ke daerah saya dengan kesedihan tetapi saya mengalami kelegaan dan kebahagiaan dalam hati saya. buah dari kejujuran adalah berkat meskipun awalnya kesedihan, ttahun depan nya saya langsung dipanggil memperkuat Tim PSS Sleman junior itu dan selanjutnya malahan bukan saja menjadi pemain junior PSS Sleman tetapi malah menjadi pemain Prapon DIY, PSS U 23 dan akhirnya menjadi pemain PSS Sleman Senior dan akhirnya sampai bergabung di PSIM Yogyakarata. Refleksi saya buah dari Kejujuran tidak berarti hancur tetapi buah nya adalah kebaikan dikemudian hari meskipun pada awalnya mengalami kesedihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun