Mohon tunggu...
ANTONIO
ANTONIO Mohon Tunggu... Wiraswasta - Dosen

seorang yang selalu ingin mencoba dan mencoba hal yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sekolah dan Guruku Terlindungi

27 Juli 2016   09:30 Diperbarui: 27 Juli 2016   09:38 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Libur lebaran telah usai, tahun ajaran baru sudah mulai berlangsung sejak senin lalu, seminggu ini hampir sebagian sekolah mengadakan inisiasi sekolah, sembari memberikan materi inisiasi guru harus dituntut membuat rencana pembelajaran atau memperdalam materi yang akan diberikan semester ini. 

Dalam menyambut tahun ajaran baru dunia pendidikan masih menyisakan memori keprihatinan, masih ada beberapa guru yang masih bergulat dengan kasus yang menimpanya. Beberapa kasus membuat guru menjadi pesakitan di sidang pengadilan ataupun sudah menghuni dinginnya ruang tahanan, sungguh miris nasib mereka untuk mendidik siswa menjadi manusia utuh (kompeten kognitif, afektif, psikomotorik dan rohani) saja harus menuai pahit.

Kalau dipikir-pikir orang tua dengan sendirinya datang ke sekolah menitipkan anaknya  dididik oleh guru tetapi alih-alih terjadi tuduhan pelanggaran kekerasan pada siswa dan melanggar UU perlindungan anak malah orang tua dan siswa sendirilah yang menjadikan guru pesakitan. Jika kejadian seperti ini terus terjadi maka tidak menutup kemungkinan para guru hanya akan mendidik siswanya pada ranah kognitif saja tanpa mendidik perilaku/karakter siswanya, tentu akan berdampak pada karakter siswa setelah lulus dari sekolah. Pertanyaan yang muncul mau dibawa kemana bangsa ini jika lulusan dari sekolah di Indonesia tidak memiliki kualitas karakter dan perilaku yang baik?

Pada awal kemerdekaan sampai menginjak tahun 90 an kita tidak bisa menutup mata bahwa dalam dunia pendidikan guru melakukan kontak fisik dengan peserta didiknya. Sebagai contoh setiap awal minggu sebelum masuk ruang kelas ibu guru selalu memeriksa kuku pada jari tangan siswanya dan jika kukunya panjang/kotor tidak segan ibu guru menyiapkan penggaris untuk disentilkan ke jari. 

Cerita lain, guru senior di salah satu sekolah swasta favorit di Jogjakarta, saat mengajar ada siswa tidak memperhatikan pelajaran alhasil penghapus terbang ke meja siswa itu dan hadiah lari memutar lapangan sepakbola menjadi tambahan. Ekstrim memang mendidik siswa pada waktu itu, tetapi sebenarnya maksud dari ibu guru dan si guru senior ingin membuat siswa mengerti kesalahannya dan mau untuk belajar menjadi benar. 

Dinamika pendidikan pada tahun-tahun itu tidak menjadi masalah dan tidak menjadi bahan menjanjikan untuk menuntut guru ke ranah hukum karena pada waktu itu di Indonisia belum begitu mengadopsi UU tentang perlidungan anak dan UU HAM.

Berbeda dengan beberapa tahun terakhir ini pendidikan seakan tersandra oleh peraturan yang mengatasnamakan HAM, setiap proses mendidik untuk menjadikan siswa unggul dalam kualitas akademik/karakternya terkendala oleh UU perlindungan anak. Dengan peraturan yang selalu mengedepankan apa-apa kena HAM akan menjadikan guru tumpul dalam menindak tegas siswa yang melakukan kesalahan, terutama kesalahan dalam berperilaku, ya hasilnya seperti yang sering kita lihat di media sosial (berkelahi, tidak sopan terhadap guru, tindakan asusila dan kenakalan lainnya).

Dari perisitiwa-peristiwa di atas menurut penulis ada beberapa langkah-langkah yang dapat dilakukan sekolah untuk melindungi guru dan siswanya berproses di dunia pendidikan  sehingga kejadian serupa tidak akan terjadi lagi.

  1. Pihak sekolah wajib memiliki visi dan misi jelas dalam merencanakan proses pendidikan.Visi misi sekolah dibuat untuk mempermudah sekolah melaju dengan baik dan bisa berkembang menjadi sekolah yang handal mendidik siswanya menjadi manusia yang utuh. Visi misi dibuat untuk dipahami oleh civitas sekolah termasuk orang tua siswa juga, visi misi sekolah diaplikasikan kedalam semua kegiatan dan pendampingan siswa.
  2. Pihak Sekolah berani membuat kesepakatan dengan orang tua siswa.Sekolah jangan takut untuk tidak laku karena terlalu ketat peraturannya, penulis menyakini jika sekolah berkualitas maka akan tetap menjadi daya tarik bagi orang tua ataupun calon siswa. Kesepakatan dilakukan pada awal semester setelah siswa resmi diterima dan orang tua siswa diundang ke sekolah untuk mengetahui visi misi dari sekolah dengan penerapannya. Orang tua diajak untuk membuat perjanjian dengan  sekolah akan mendukung semua kegiatan dan peraturan, jika tidak setuju maka bisa dipersilahkan untuk tidak menyekolahkan anaknya di sekolah ini.
  3. Sekolah membuat peraturan yang jelas dan tegas dengan konsekuensinya. Dalam menjalankan proses pendidikan wajib setiap sekolah memiliki peraturan yang dijabarkan dari visi misi. Peraturan yang dibuat meliputi peraturan administrasi keuangan, akademik, ketertiban siswa, kepegawaian, dan peraturan pendukung lainnya.
  4. Sekolah membuat kesepakatan dengan siswa.Pada saat siswa diterima di sekolah, setiap siswa diberikan formulir kesepakatan selama siswa belajar di sekolah, jika perlu di atas materai. Siswa akan mengikuti dan menaati peraturan yang dibuat sekolah, Jika siswa melanggar peraturan akan mendapat konsekuensi dari perbuatannya dan ini semua sudah diketahui siswa dari awal  dan tidak ada alasan lagi siswa tidak mengetahuinya.
  5. Sekolah membimbing siswa dengan berbagai kegiatan yang bisa mengembangkan kemampuan siswanya. Sekolah wajib menyediakan kegiatan yang bisa membuat siswa berkembang dalam segala bidang, melaui berbagai kegiatan akademik, ekstrakulikuler, kegiatan pembentukan karakter dan kegiatan pengembangan lain yang menjadi sarana siswa berkreasi. Jika siswa terlibat dalam kegiatan di sekolah, siswa akan tearahkan fokusnya pada kegiatan itu sehingga mengurangi kegiatan negatif.
  6. Sekolah secara berkala melakukan pembinaan kepada guru/staf untuk berkemban. Indikator dari sebuah sekolah maju adalah seberapa banyak karya yang dihasilkan oleh guru dan stafnya yang bermanfaat untuk pelayanan di dalam sekolah ataupun di masyarakat. Untuk menjadikan guru dan staff  berkembang, sekolah harus selalu mengikutkan/mendorong/menciptakan kegiatan pengembangan(kursus keahlian, pendampingan rohani, pengembangan kurikulum, pengembangan karakter, melek internet) sehingga akan membuat guru dan staf berkompeten di bidangnya.
  7. Sekolah melakukan pendampingan Cura Personalis. Mengadopsi dari visi misi lembaga yang dikelola oleh Serikat Jesus/romo-romo SJ yang berkarya di pendidikan menerapkan cura personalisyang sudah terbukti menghasilkan banyak manusia yang berhasil dalam bidangnya masing-masing.cura personalis adalah sikap hormat dan penuh penghargaan bagi setiap pribadi manusia dan mengakui kebaikan serta keluhuran martabatnya. Cura personalis menerapkan kepedulian akan setiap pribadi, memandang setiap orang sebagai insan yang dikenal, dipanggil dan dicintai secara pribadi oleh Allah sendiri. Aplikasi dari cura personalis siswa akan diberi kesempatan, melalui berbagai kegiatan yang terencana dan terpadu, untuk mengembangkan relasi yang lebih mendalam dengan dirinya sendiri dan dengan sesama rekannya satu alma mater hingga terbentuklan komunitas sekolah, selain itu siswa perlu dibimbing untuk bersikap peduli akan pandangan, gaya hidup dan kesejahteraan dirinya sendiri serta sesama. Dengan pendampingan dan langkah-langkah di atas, semoga tercipta suasana kedewasaan dan keharmonisan antara guru, siswa dan keluarganya. Semoga gagasan ini bisa menjadi alternatif untuk melindungi guru dan siswa dalam proses pendidikan.

#selamatkan GURU dan SISWA.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun