Mohon tunggu...
Antonius Ruron
Antonius Ruron Mohon Tunggu... Guru - Guru Penjas Sekolahan

You'll never write alone

Selanjutnya

Tutup

Diary

Menikmati Timor #1 Disambut dengan Keramahan

1 Agustus 2024   00:17 Diperbarui: 1 Agustus 2024   00:19 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antonius Ruron bersama keluarga bapa Tinus (Dokpri)

Pagi yang sejuk sembari gerimis tipis menjadi pembuka hari pertama kami berada di Kota Kefa. Suasana pagi khas pedesaan masih terasa. Suara ayam berkokok, suara burung berkicauan di sekitar tempat tinggal kami yang letaknya agak di pinggir perkampungan, dekat dengan kebun warga menjadi iringan yang unik dan mententramkan hati. Sementara itu gerimis yang kadang turun lalu berhenti sejenak, kemudian gerimis lagi membangkitkan gairah untuk tidur lagi dan lagi. Cuaca di kota ini memang sulit diprediksi. Gerimis, berawan dan matahari bersinar terang bergantian dengan begitu cepatnya.

Rabu 31 Juli 2024 pukul 07.00 pagi grub WhatsApp kampus mulai sibuk, teman-teman yang hari ini mulai melapor diri ke kampus saling membuat janji dan menyibukan bagian kepegawaian dengan beberapa pertanyaan meminta petunjuk. Pukul 09.00 kami bertemu di kampus dan menyelesaikan beberapa berkas awal. Kami difasilitasi dengan baik untuk mempersiapkan semua dokumen yang menjadi syarat beberapa urusan kampus.

Sore hari, kami kemudian bergegas ke kampung Kaenbaun. Beberapa hari sebelumnya kami sudah membuat janji mengunjungi keluarga Bapa Tinus, keluarga yang sudah kami kenal lebih dari 10 tahun. Kami pergi bersama Kak Nofri, anak bapa Tinus yang berdomisili di Kupang. Jarak dari tempat tinggal kami ke Kaenbaun kurang lebih 20 km.

Medan jalan ke Kaenbaun seperti rute khas Flores yang berkelok-kelok. Wilayah perbukitan yang sejuk dengan banyak tikungan menjadi track yang mesti ditaklukan. Didukung dengan jalan yang mulus dan lebar perjalanan ke sana terasa sangat nyaman.

Mama Dorotea, istri bapa Tinus terlihat sedang menyapu halaman depan rumah ketika kami tiba. Setelah melihat kedatangan kami, mama Dorotea langsung menyambut kami dengan senyum dan tawanya yang khas, "weee Antonio su datang !" suaranya yang terdengar saat itu masih terngiang di kepala saya ketika menulis diary ini.  

Mama Dorotea kemudian menyuguhkan semangka dan kopi untuk kami. Beberapa tetangga turut datang membersamai kami. Bapa Tinus terlihat segar dengan potongan rambutnya yang baru. "Rambut ini saya gunting di Kefa bayar lima belas ribu, kami pung tukang gunting di kampung su pergi merantau di Bali, naik pick up pp sepuluh ribu pi Kefa untuk gunting". Kira-kira begitu cerita bapa Tinus tentang rambutnya.

Mama Dorotea kemudian bercerita akhir-akhir ini mereka ke kebun dan mengumpulkan asam untuk ditimbang. Per kilonya dijual Rp. 7.000,- "Biasa kalau orang datang timbang, dong bilang enam setengah (Rp. 6.500) saya bilang neo lanjut dulu ! Kalau tujuh ribu baru saya mau timbang, kali ini kami su timbang sampai delapan ratus (keuntungan Rp. 800.000,-)"

Bapa Tinus dan Mama Dorotea lanjut menanyakan dimana tempat tinggal kami, kebutuhan kos apakah ada yang masih kurang. Bapa Tinus kemudian menawarkan satu pot daun sop dan sebilah parang untuk kami. "Anak sebentar parang ini bawa ke kos supaya bisa potong kayu api untuk masak, kayu api di sini ju banyak, sebentar saya ikat ko bawa memang dari sini".

Bapak, kami tidak memasak dengan kayu bakar di kos.

Mama Dorotea pun menawarkan niru yang ia anyam sendiri untuk kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun