Menulis tentang Turnamen Sepak Bola Gala Siswa PGRI CUP 2022 sudah selesai ini ibarat sedang berada di Pelabuhan Larantuka mengantar kekasih pergi menjadi TKW ke Malaysia. Perpisahan yang harus terjadi, kemudian hanya dikuatkan dengan janji akan bertemu lagi tahun depan.
Siapa sangka, kegiatan yang akhirnya melibatkan ribuan masyarakat tiga pulau di Kabupaten Flores Timur ini lahir dari kepala plontos dengan janggut tebal  serta kumis tipis milik Sekbid Olahraga dan Seni PGRI Kabupaten Flores Bapak Geril Hayon, S.Psi.
Saya pernah menuliskan bahwa bagi Pak Geril, untuk mengurusi sebuah turnamen sepak bola itu seperti membuat 'mie goreng'. Tidak rumit bagi seseorang yang sudah paham setiap alur, setiap seluk -beluk sehingga apa yang harus dibuat dan apa yang akan terjadi ke depan sudah dapat diprediksi.
Nilai plus bagi Pak Geril, beliau mempunyai orang-orang di sekeliling yang sudah sepemahaman, kompak dan dilibatkan di dalam Panitia menjadikan Kepanitiaan Gala Siswa PGRI Cup sangat solid walau sering bekerja di bawah terik bermodal air mineral satu gelas, nasi bungkus dan Surya Merah 12 batang satu bungkus. Kopi hitam juga termasuk dalam daftar sumber energi.
Tidak hanya pengurus teknis, warga masyarakat desa Wailolong, teman-teman dari Media, Fotografer seperti abang Odjan Praia Grande , Yutuber dari Chanel Laode Yusman, Chanel Zona Flores yang rutin mendokumentasikan dan melakukan siaran langsung setiap pertandingan dengan suka rela.Â
Kira-kira demikian kerja keras Panitia dan orang baik yang aktif mendukung kegiatan di masing-masing Zona hingga menghadirkan Panggung Megah Final Gala Siswa PGRI Cup 2022 yang mempertemukan SMP Negeri 2 Adonara Timur berhadapan dengan SMP Negeri 1 Larantuka A.
Hadir di Lapangan Gawerato -- Badu Desa Wailolong, ibu-ibu, bapak-bapak bersama kakek, nenek dan anak kecil membawa tas jinjing berisi bekal, nasi sayur dan lauk pauk.Â
Mereka duduk melingkar di bawah pohon Kelapa pinggir lapangan sambil makan siang dan mengunyah siri pinang sembari menunggu waktu kick off . Untuk menyaksikan dan mendukung anak cucunya, mereka melakukan perjalanan jauh, dari Witihama ke Tobilota yang memakan waktu perjalanan kurang lebih 1 jam,Â
kemudian menyeberang dengan perahu motor ke Larantuka lalu menumpang bemo ke Lapangan dengan waktu tempu 30 -- 40 menit.
Adapula kelompok anak-anak muda dengan konvoi sepeda motor hadir, berjejer pula Bus, truk, mobil pick up, dan bemo yang membawa ratusan supporter yang akhirnya berdiri, duduk di sekeliling Lapangan Gawerato.Â
Diramaikan lagi dengan peserta didik, yang didatangkan oleh sekolah untuk mendukung tim sekolah mereka masing, dengan segala perlengkapan bunyi-bunyian seperti drumband, terompet, bendera, dan pernak pernik sesuai warna kostum tim.
Ketika pertandingan berlangsung, riuh suporter terus bergema selama 2 X 30 menit, bersorak, bernyanyi, meneriakan yel yel, sebagian penonton dengan wajah panik dan tegang menyaksikan dengan serius.Â
Sajian tempo permainan yang cepat, bola terus mengalir ke depan lini pertahanan secara bergantian untuk ke dua tim, dipadu dengan komentator pertandingan dengan teriakan khasnya sungguh melengkapi harmoni irama 'Senam Jantung' bagi pendukung kedua tim dan penonton netral.
Kopi hitam dan snack yang disajikan di meja depan untuk para undangan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Flores Timur tidak tersentuh sama sekali. Aura final Gala Siswa telah menyita semua penglihatan, pendengaran, emosi, sehingga nikmatinya kopi dan lembutnya kue radio buatan ibu-ibu Lewolere tidak sempat dinikmati.
Enam menit menjelang pertandingan usai gol kemenanganpun tercipta oleh tim SMPN 1 Larantuka A, supporternya langsung meledak, histeris merayakan gol tersebut. Tim pelatih, guru-guru orang tua semuanya tidak ketinggalan, berlari, berpelukan dan melompat bersama.
Di sisi yang lain, para pemain SMPN 2 Adonara, ada tidur terlentang di tanah, beberapa lagi menunduk, menutup wajah dengan baju, Â beberapa lagi terlihat menitihkan air mata. Para supporternya sebagian terlihat terdiam, dengan tatapan kosong, namun sebagian lagi memberi tepuk tangan, berteriak memberi semangat kepada anak-anak.
Supporter dari sekolahnya sendiri malah lebih keras bernyayi, menyalakan smoke bomb, dengan asap tebal berwarna biru.
Merinding menyaksikan gairah sepak bola yang sangat kental, dengan dua emosi yang berbeda terjadi bersamaan dalam satu lapangan.
Ketika peluit panjang dibunyikan, moment solidaritas penuh cinta terjadi. Pemain kedua tim saling berpelukan, kedua offisial tim pun bersalaman, para supporter turut memberikan pelukan kepada pemain, memberikan semangat dan juga ucapan selamat.
Sepuluh menit berlalu, terlihat tidak ada lagi yang meratapi kekalahan, semua bernyanyi bersama, memberikan terima kasih kepada Masyarakat Badu, setiap tim diberikan Hadiah, Medali dan juga piala. Semua bersatu merayakan kemenangan.
Kisah tentang final tidak berakhir di lapangan, ketika pulang ratusan motor supporter sudah menunggu untuk melakukan konvoi juara. Dan hari ini Tim SMP Negeri 2 Adonara Timur disambut dengan tarian di tanah mereka sendiri. Sangat layak mereka disambut seperti pejuang yang kembali dari area pertarungan.
Demikian indahnya sepak bola, nikmat yang patut disyukuri. Jika ruang kreasi tetap diciptakan oleh guru, maka siswa akan merdeka untuk menemukan, kemudian berprestasi khususnya di jalur sepak bola. Jika panggung itu ada, maka Guru, orang tua, keluarga, bahkan masyarakat secara umum turut menjadi penikmat panggung prestasi peserta didik.
Sampai jumpa lagi nona manis penjual manisan pinggir lapangan, sampai bertemu kembali mama-mama penjual kopi hitam, om sopir dan konjak yang sibuk bolak-balik antar supporter, kita bertemu lagi tahun depan.
Salam Sepak Bola !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H