Mohon tunggu...
MAX
MAX Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar / SMA STELLA DUCE 2 YOGYAKARTA

Hobi saya bermain basket (Olahraga) Saya suka Jalan-Jalan dan bermain

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senja Di Bawah Pohon

21 November 2024   10:54 Diperbarui: 21 November 2024   10:59 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

         Di pinggir sebuah danau yang tenang, berdiri pohon flamboyan besar yang daunnya rindang. Pohon itu telah menjadi tempat pelarian bagi Dira, seorang pemuda yang gemar menulis. Setiap sore, ia duduk di bawah pohon itu, ditemani buku catatan usangnya dan secangkir kopi dari termos kecil.

         Senja adalah waktu yang selalu ia tunggu. Langit berwarna oranye keemasan, memantul di permukaan danau yang jernih. Bagi Dira, senja di bawah pohon flamboyan bukan hanya tentang keindahan, tetapi juga saat untuk merenung dan mencatat fragmen hidup yang kadang terlewat begitu saja.

         Suatu hari, ketika ia sedang menulis, seorang gadis datang. Gadis itu tampak asing, dengan rambut panjang yang dikepang dan mengenakan gaun putih sederhana. Ia duduk di sisi pohon tanpa berkata apa-apa, hanya menatap danau sambil menggenggam buku sketsa.

         Dira melirik sekilas, tapi enggan mengganggu. Ia melanjutkan tulisannya, namun tak bisa sepenuhnya fokus. Gadis itu memancarkan aura yang tenang, namun juga membuat Dira penasaran. Setelah beberapa saat, ia memberanikan diri bertanya, “Suka melukis?”

         Gadis itu tersenyum kecil dan mengangguk. “Iya, ini tempat yang indah untuk mencari inspirasi.”

         Mereka mulai berbicara, saling memperkenalkan diri. Gadis itu bernama Rania. Ia baru pindah ke desa itu karena ibunya yang sakit ingin tinggal di tempat yang tenang. Rania bercerita bahwa melukis adalah caranya untuk mengabadikan momen-momen yang ia anggap istimewa.

         Hari itu, mereka berbagi keheningan di bawah pohon flamboyan. Dira menulis, Rania melukis, dan senja menyelimuti mereka dengan warna-warna hangatnya.

         Setiap sore setelahnya, Dira dan Rania selalu bertemu di tempat itu. Mereka tak pernah merencanakan, tapi seolah-olah pohon flamboyan itu tahu cara mempertemukan mereka. Dira mulai menulis lebih banyak cerita tentang harapan dan keindahan, sementara Rania melukis senja yang kini terasa lebih hidup.

        Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Suatu sore, Rania tak datang. Dira menunggu hingga matahari tenggelam, tapi gadis itu tak juga muncul. Keesokan harinya, dan hari-hari setelahnya, Rania tetap tak ada.

        Hingga akhirnya, Dira mendengar kabar bahwa ibu Rania telah berpulang. Rania dan keluarganya memutuskan kembali ke kota besar.

         Pohon flamboyan itu kini terasa sepi. Namun, Dira masih datang setiap sore. Ia menulis tentang gadis yang pernah berbagi senja dengannya, tentang percakapan sederhana yang meninggalkan bekas mendalam, dan tentang harapan bahwa suatu hari mereka akan bertemu lagi.

         Senja di bawah pohon flamboyan tetap indah, tapi kini terasa seperti kenangan. Bagi Dira, pohon itu bukan hanya tempat untuk merenung, tapi juga tempat untuk menjaga sebuah kisah yang tak pernah selesai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun