Mohon tunggu...
Antonius Christiano Baylon
Antonius Christiano Baylon Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar SMA Kolese Kanisius Jakarta

berkaki dua, bertangan dua

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dilema Moral dan Etika di Kalangan Profesor dan Rektor Indonesia

30 Agustus 2024   09:41 Diperbarui: 30 Agustus 2024   09:41 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rektor dan profesor memiliki peran penting dalam instansi pendidikan bangsa. Mereka menduduki posisi tertinggi dalam tatanan sistem pendidikan, baik di sebuah universitas atau instansi. Posisi yang tinggi, menggiring publik turut berekspektasi tinggi  terhadap peran mereka dalam sistem pendidikan, untuk membawa perubahan ke arah yang positif.

Sudah menjadi tugas dan tanggung jawab bagi para rektor maupun profesor untuk bisa mengemban peranan mereka dengan baik. Namun, tak jarang para profesor dan rektor menyalahgunakan posisi serta wewenang mereka demi kepentingan pribadi. Di Indonesia sendiri, masih marak kasus penyalahgunaan kekusaaan oleh rektor dan profesor, kasus-kasus seperti pelecehan seksual dan korupsi mencoreng nama baik para tenaga didik yang seharusnya bisa memberi contoh. 

Salah satu kasus yang marak terjadi di sebuah instansi pendidikan adalah kasus pelecehan seksual. Motif dan pelaku yang terlibat dalam kasusnya bervariasi, bahkan hingga melibatkan . Salah satu kasus melibatkan seorang rektor atau profesor di Universitas Pancasila. Rektor berinisial ETH (Edie Toet Hendratno) (72 tahun) diperiksa oleh Polisi akibat dugaan kasus pelecehan sekskual terhadap staf kampusnya pads bulan Desember 2023 lalu. Menurut pihak ETH, ia menyayangkan tuduhan terhadap rektor non aktif tersebut karena dinilai sebagai gerakan politik menjelang pemilihan rektor. Pihaknya juga menjelaskan bahwa tuduhan terhadap ETH tidak benar adanya dan menggangap bahwa tuduhan itu merugikan karakter dan nilai ETH. 

Kasus yang sama terjadi juga di Gorontalo. Seorang rektor berinisial AH dilaporkan atas kasus pelecehan seksual. Dijelaskan dalam artikel bahwa AH dituduh melecehkan 12 orang termasuk mahasiswi, dosen, dan stafnya. Atas tuduhan kasus tersebut, AH yang menjadi rektor Universitas NU Gorontalo dilaporkan ke Ditreskrimum Polda Gorontalo. Hal ini membuktikan bahwa masih marak terjadinya kasus-kasus yang melibatkan seorang pendidik atau formator hingga ke posisi tertinggi. Maraknya kasu yang melibatkan rektor maupun profesor di Indonesia dengan berbagai kasus seperti pelecehan sekskual dan korupsi menjadi bukti bahwa Indonesia masih memiliki tantangan yang besar di bidang pendidikan. 

Kompetensi dan kualitas seorang rektor atau profesor yang terpilih untuk memimpin suatu universitas atau institut memanglah penting tetapi karakter dan moral juga kalah penting. Tak bisa dipungkiri bahwa kualitas dan kompetensi para tenaga didik yang ada di Indonesia sudah cukup baik. Namun, secara moral, karakter, etika serta etos kerja para tenaga didik masih perlu dibenahi. Para tenaga didik yang berada di posisi tertinggi seharusnya bisa menjadi contoh yang baik secara kualitas moral dan kompetensi. Bukan menjadi contoh buruk yang tidak layak untuk ditiru. Oleh karena itu, pemerintah dan pihak yang bersangkutan wajib membenahi segera dan mengevaluasi ulang setiap rektor, profesor, dan tenaga didik agar terciptanya lingkup pendidikan yang positif.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun