Artikel karya Pak Ari yang berjudul "Merindukan Sosok Pemimpin Humoris" menjadi salah satu karya menarik yang perlu diunggah dan dibahas.Â
Karya tersebut membahas tentang Abdurrahman Wahid, yang dikenal sebagai Gus Dur, presiden ke-4 Indonesia. Gus Dur seringkali menghadirkan cerita lucu dan pengalaman humor dalam kehidupannya, yang ia sampaikan sebelum, saat, dan setelah menjadi presiden.Â
Pengalaman dan cerita tersebut ia sampaikan melalui berbagai bentuk, seperti pidato, dialog, dan teks anekdot yang sering dibuatnya. Melalui teks-teks dan pengalaman lucu yang dihadirkan dalam bentuk anekdot dan pidato, Gus Dur juga menyampaikan kritik terhadap kinerja pemerintah dan pejabat negara.Â
Ia tidak segan untuk menyenggol dan menyindir pejabat pemerintahan yang melakukan tindakan salah, seperti korupsi dan nepotisme.Â
Hal ini menjadikan Gus Dur sebagai sosok yang disegani dan ditakuti oleh para pejabat pemerintah yang berperilaku sewenang-wenang hanya karena kedudukan mereka yang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat biasa.Â
Karya Gus Dur memotivasi masyarakat Indonesia untuk menyuarakan opini dan aspirasi mereka secara bebas dan terbuka, serta berani mengkritik hal-hal yang seharusnya tidak dibenarkan, dengan tujuan membawa perubahan yang lebih baik bagi bangsa dan negara Indonesia.
Teks anekdot adalah jenis teks yang unik. Keunikan teks anekdot terlihat dari sifatnya sebagai sebuah cerita, baik itu fiksi maupun nyata.Â
Teks anekdot dapat membuat orang terhibur karena mengandung unsur humor di dalamnya. Selain humor, teks anekdot sejatinya diciptakan untuk menyampaikan kritik atau sindiran terhadap suatu topik atau individu. Tujuan kritik ini adalah agar topik atau individu yang disinggung dapat menyadari kesalahan yang telah terjadi atau dilakukan.Â
Teks anekdot seharusnya ditulis atau dibentuk bukan untuk mencemarkan nama baik, melainkan untuk membangun kritik terbuka agar masyarakat yang membacanya dapat menjadi sadar akan hal-hal yang terjadi di sekitar mereka.
Contoh anekdot di atas, berjudul "Ikan Curian Gus Dur jadi Halal," mengundang tawa karena mengandung unsur lucu. Selain mengundang tawa, teks tersebut juga menyampaikan pesan lain. Peran Gus Dur dalam "Pencurian Ikan" dapat diibaratkan dengan para pejabat pemerintah. Para pejabat memiliki kekuasaan dan wewenang untuk memberikan perintah kepada bawahan mereka. Namun, yang sering terjadi adalah bawahan yang mengerjakan perintah tersebut tanpa dibantu oleh atasan mereka.Â
Atasan hanya duduk manis di ruangan yang nyaman, sementara bawahannya berjuang keras untuk menyelesaikan perintah tersebut hanya demi mendapatkan gaji. Setelah perintah dan tujuan tercapai, seringkali yang mendapat pengakuan atau apresiasi hanyalah atasan, bukan bawahan yang sebenarnya melakukan kerja keras untuk menyelesaikan perintah tersebut. Hal ini menjadi keprihatinan yang perlu diatasi. Sebagai seorang pemimpin, tanggung jawabnya besar. Seharusnya ia bekerja bersama dengan orang lain dan berkolaborasi untuk menyelesaikan masalah, bukan berjalan di atas orang lain dan menunggu mereka menyelesaikannya.
Teks anekdot memiliki peran penting sebagai kritik yang membangun. Dalam konteks anekdot, Gus Dur menggunakan kritik membangun terhadap pejabat pemerintah yang hanya menerima hasil akhir dan memberikan apresiasi, tanpa bekerjasama dengan bawahannya. Peran dominan teks anekdot adalah untuk memperkaya hubungan antarindividu dan membawa tawa kepada sesama. Anekdot merupakan karya yang harus dipandang sebagai demikian, bukan sebagai ejekan atau ujaran kebencian.
Cerita anekdot yang diberikan mengingatkan kita untuk menghadapi kehidupan dengan humor, seperti yang dilakukan oleh Gus Dur. Ketika Gus Dur digulingkan dari jabatannya sebagai presiden, ia tetap mampu membuat anekdot-anekdot dan mengolah perasaannya menjadi karya seni. Bahkan saat menjabat, ia sering kali membuat anekdot yang mengkritik berbagai hal, mulai dari sistem pemerintahan hingga koruptor di Indonesia.Â
Hal ini mencerminkan kepribadian sebenarnya Gus Dur, yang "outspoken" dan mahir menggunakan kata-kata dalam berbagai kesempatan, baik sebagai senjata untuk menyerang maupun untuk mengelabui orang lain. Gus Dur tetap berani menyuarakan pendapatnya meskipun seringkali menimbulkan kontroversi. Menurut saya, artikel karya Pak Ari Indarto sudah bagus, tetapi dapat dilengkapi dengan lebih mendalam tentang motivasi pemerintah dalam menyembunyikan suara kritik, yang seharusnya menjadi panduan penting bagi perkembangan dinamika demokrasi di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H