"Benih lokal itu jauh lebih unggul. Selain mampu bertahan dan menyesuaikan dengan keadaan alam setempat, Â benih lokal juga memiliki rasa yang jauh lebih nikmat. Ini yang saya rasakan dengan benih padi lokal, yang saat ini saya kembangkan. Rasanya itu jauh lebih nikmat bila dibandingkan dengan beragam jenis padi yang saat ini sedang beredar di masyarakat." Jelas Matias Pagang.
Masih menurut Matias Pagang, persoalan hama dan penyakit baru yang saat ini sedang marak di hadapi oleh petani tidak luput dari adanya proses peredaran benih yang didatangkan dari luar daerah.
"Kalau petani kita masih mau bergantung dengan adanya benih yang didatangkan dari luar maka bukan tidak mungkin kalau petani kita sendiri yang akan kewalahan menghadapi berbagai jenis penyakit dan hama baru yang saat ini terus bermunculan di daerah ini," ungkpanya.
Untuk diketahui, Matias Pagang telah memulai upaya pemuliaan benih padi sejak tahun 1996 silam yang ditandai dengan usaha penangkaran benih padi lokal yang saat ini sudah beredar di kalangan petani dengan nama Si Pagang (SP1 dan SP2).Â
Setelah berhasil melewati upaya penangkaran benih padi lokal, Matias Pagang dengan dorongan dan pendampingan yang insentif dari Yayasan Komodo Indonesia Lestari (Yakines) memulai usaha kawin silang padi lokal yakni padi Laka yang merupakan padi lahan basah atau padi sawah yang berasal dari wilayah Kecamatan Lembor Selatan dengan padi lahan kering atau padi ladang yakni padi Lea yang berasal dari daerah Nisar.
Dari hasil kawin silang padi yang dilakukannya itu, saat ini Matias Pagang berhasil mendulang tidak kurang dari 700an benih padi baru. Sampai saat ini per Maret 2023 sudah memasuki tahap F10.
Semoga usaha dan kerja keras ini akan membuahkan hasil bagi kemandirian dan kepemilikan benih padi oleh petani di Kabupaten Manggarai Barat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H