oleh
Ferdinandus Mau Manu
Koordinator Program Yayasan Komodo Indonesia Lestari (Yakines), Labuan Bajo
Elizabeth (2007) dalam artikelnya yang dikutip oleh  Komolawati, dkk (2012) menjelaskan bahwa perempuan memiliki peran ganda yang terdiri dari perannya sebagai ibu rumah tangga dengan tugas utama mengurusi kebutuhan suami dan anak, perempuan juga berperan menjadi pencari nafkah. Kedua peran ini dapat dijalankan oleh seorang perempuan petani. Ia dapat menjalankan peran ganda ini baik sebagai ibu rumah tangga maupun sebgai pencari nafkah. Sebagai pencari nafkah perempuan petani dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan ataupun sebagai pencari nafkah utama.  Sebagai  ibu rumah tangga, perempuan petani dapat berperan sebagai tenaga kerja keluarga, yang walaupun tidak langsung menghasilkan pendapatan, namun secara produktif dapat mendukung kaum pria (kepala keluarga) untuk mencari penghasilan.Â
Perempuan sebagai pencari nafkah dalam kegiatan pertanian, memiliki peran yang sangat penting dalam membangun pertanian. Dalam proses pendampingan yang dilakukan oleh Yayasan Komodo Indonesia Lestari (Yakines), Labuan Bajo mendapati sejumlah perempuan yang berperan sebagai kepala rumah tangga. Kaum perempuan ini menjalani tugasnya sebagai kepala rumah tangga dan mereka bekerja sebagai petani yang bergerak dalam bidang pertanian. Mereka mengusahakan tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan. Â Perempuan petani sebagai kepala rumah tangga tersebut menjadikan pertanian sebagai penyangga perekonomian keluarga. Kaum perempuan yang menjadi kepala rumah tangga ini terjadi dengan banyak faktor. Â Ada yang ditinggal mati oleh suami, atau suami yang pergi dengan alasan merantau dan tidak pernah kembali. Kaum perempuan penyandang kepala rumah tangga yang dijumpai ini pada umumnya memilki semangat kerja dan hidup bersolider. Mereka menjadi sangat aktif dalam berbagai kegiatan baik sosial maupun pemerintahan termasuk juga kegiatan yang diadakan oleh Yakines. Â Secara kasat mata mereka tampak tegar dan kuat menjalankan roda perekonomian rumah tangga. Mereka sanggup membiayai sekolah anak-anak mereka secara mandiri. Meski tampak aktif secara keorganisasian namun mereka juga seringkali bersifat pasif dan menerima saja perlakuan yang tidak adil terhadap mereka baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat sekitar.
      Aida Hubeis (1993 dalam Nasir. 2012) yang juga dikutip oleh Komolawati, dkk (2012) menjelaskan bahwa pelaksanaan pembangunan pertanian akan berhasil jika dapat melibatkan seluruh sumber daya yang tidak hanya terdiri dari kaum pria saja tetapi juga oleh kaum perempuan petani yang tinggal di pedesaan. Melibatkan kaum perempuan dalam proses pembangunan dalam bidang pertanian dapat mengatasi krisis pangan akibat berkurangnya lahan produktif seperti yang sedang dialami dalam dunia dewasa ini.
      Tulisan ini merupakan analisis atas usaha yang dijalankan oleh kaum perempuan petani dalam rangka menopang kehidupan perekonimian rumah tangga mereka. Analisis sederhana ini dilakukan atas sejumlah kaum perempuan petani yang berada di wilayah Translok, Blok C, Desa Golo Tanggar, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, NTT. Proses ini bermula dari kegiatan monitoring yang dilakukan penulis atas sekelompok perempuan petani yang aktif melakukan pengembangan tanaman sayur untuk menyanggah perekonomian rumah tangganya.
Menurut pengakuan salah seorang perempuan petani pengrajin usaha tanaman sayur dari wilayah tersebut yang bernama Margreta Gawut, menjelaskan bahwa dengan mengembangkan sayur secara mandiri dan bervariasi, mereka telah mendapatkan banyak keuntungan. Keuntungan yang mereka peroleh antara lain meningkatkan pendapatan keluarga, memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga, dan sisa hasil pembersihan sayur dapat dijadikan pakan ternak. Keuntungan lain adalah sayur dengan teknologi pertanian organik sangat membantu untuk menghemat biaya dalam proses produksi dan memperoleh hasil dengan kualitas yang baik.
Meningkatkan pendapatan keluarga.
Pengembangan sayur telah memberikan nilai tambah yang sangat signifikan dalam aspek pendapatan.Selain kebutuhan rumah tangga terpenuhi, dari hasil penjualan sayur dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sosial. Margaretha Gawut salah satu perempuan petani yang dijumpai saat melakukan monitoring kegitan mengungkapkan, "Kami yang hidup di kampong dituntut untuk harus selalu memiliki uang di tangan. Karena hampir setiap waktu, baik tetangga maupun anggota keluarga kita selalu menyelenggarakan acara sosial dan juga keluarga besar sering menyelenggarakan acara keluarga. Maka kita dituntut harus memiliki anggaraannyaSalah satu sumber yang juga menjanjikan adalah dari hasil penjualan sayur. Saya sendiri tidak pernah malu menjual sayur, baik di pasar maupun penjualan dari rumah kerumah. Orang lain mungkin merasa gengsi, tapi bagi saya ini peluang yang baik bagi seorang perempuan, bahwa dia harus mandiri dalam keluarga. Tidak boleh hanya berharap penghasilan yang dicari oleh suami".
Konsumsi keluarga
Manfaat lain yang dirasakan adalah untuk konsumsi keluarga. "Keluarga saya tidak pernah mengalami kekurangan sayur, dan kami tidak pernah membeli sayur. Sayur yang kami makan adalah sayur yang kami hasilkan sendiri dan kami selalu makan sayur yang bervariasi dan terdiri atas beragam macam jenis. Maka sangat lucu kalau ada sebagian petani yang mengeluh ketiadaan sayur. Sebenarnya ada banyak sayur yang dapat ditanam dan dapat dimakan". Ungkap Margaretha.
Sisa Hasil pembersihan sayur dapat dijadikan sebagai pakan ternak
Sisa dari pembersihan sayuran yang hendak dijual, biasanya kami jadikan untuk pakan ternak babi dan atau sebagai bahan dasar dalam pembuatan pupuk organic. Manfaat lain yang kami rasakan juga adalah ternak kami tidak mengalami kesulitan untuk mendapatkan pakan ternak babi.
Sayur dengan teknologi pertanian organik sangat membantu untuk penghematan dan pengawetan
Salah satu keuntungan tambahan yang diperoleh yakni menanam sayur dengan teknologi pertanian organik (menggunakan pupuk dan pestisida organik). Sayur dikonsumsi rasanya lebih  nikmat dan lebih awet. Tidak mudah basi dan kalau belum diolah sayurnya tetap hijau dan tidak mudah layu.Â
Begitupun dalam teknik budidaya, menurut pengakuan mama Remon bahwa menanam sayur dengan teknologi pertanian organik lebih menghemat air. Meskipun dua hari hanya disiram sekali namun kondisi tanaman sayur tetap subur dan hijau. Pengelaman ini menampilkan beberapa pelajaran penting tentang pergumulan dan perjuangan kaum perempuan petani untuk mengusahakan kemajuan atau peningkatan ekonomi keluarga.Â
Perempuan petani dalam pusaran perekonomian keluarga
Perempuan petani tidak hanya sebagai pelengkap hidup dalam keluarga, atau hanya mengurus hal-hal yang sifatnya lokal tetapi perempuan juga dapat menghasilkan atau pencari nafkah utama dalam keluarga. Namun perempuan pun dapat mengembangkan diri dan kemampuannya untuk menolong keluarga terutama dalam aspek ekonomi.Mengapa harus perempuan? Alasannya, karena kondisi dan situasi yang terjadi dalam keluarga yang paling mengetahui dan merasakan adalah kaum perempuan. Maka   sudah sepantasnya perempuan  harus berkembang mandiri dan tidak hanya bergantung kepada para suami. Cerita Ibu Margareta hendak memberikan pelajaran kepada kita sekalian bahwa perempuan sesungguhnya sangat mampu. Hanya mungkin mental dan kemauannya perlu dibina secara baik.
Gengsi atau malu tidak akan dapat menolong perempuan keluar dari keterpurukan
Dari cerita pengelaman diatas menunjukan semangat kaum perempuan petani yang bekerja dengan sungguh dan melepaskan diri dari cengkraman rasa gengsi atau malu dalam mengembangkan ekonomi keluarganya. Mereka tidak pernah merasa risih atau canggung dalam memasarkan sayurnya. Tidak hanya di pasar umum, tetapi juga mereka berani menjualnya dari kampung ke kampung dan dari rumah kerumah.
Semakin disayang suami.
Di tengah-tengah kesibukannya sebagai petani sayur Margaertha Gawut juga berusaha untuk memelihara ayam. Dengan kesibukannya ini ia lebih sering dimengerti oleh sang suami, Jack. Selain mengerjakan tugas utamanya memelihara ternak sapi, mengurus ladang dan sawah, Jack juga ikut membantu istri itu untuk menyiapkan lahan, pembibitan, menanam, menyiram dan merawat sampai pada pemanenan dan menjualnya di pasar. Tidak sampai di situ Margaretha menurut suaminya juga turut mengusahkan untuk beternak ayam. Sementara itu sang suami sendiri mengungkapkan bahwa ia sendiri lebih sibuk dalam mengurus sawah,ladang, memelihara ternak besar seperti sapi. Kehidupan keluarganya sangat harmonis dan tidak pernah saling menyalahkan satu sama lain. Setiap kekurangan selalu ditutupi bersama-sama melalui diskusi yang baik dalam keluarga. "Saya sangat menyayangi isteri saya, karena selain dia melahirkan dan mendidik anak-anak kami, dia juga  bekerja keras untuk menghidupi keluarga. Kami saling menolong membangun ekonomi rumahtangga," demikian Jack.
Perempuan menjadi lebih percaya diri
Seiring dengan bangkit dan berjalannya ekonomi rumahtangga maka kepercayaan diri perempuan akan semakin meningkat. Mereka semakin berani menunjukan kemampuannya di depan banyak orang. Jaringan yang dibangun akan semakin luas dan mereka akan semakin mengenal dunia yang lebih luas. Keluarga akan semakin rukun dan damai dalam perjalanan hidup. Pendidikan anak mendapatkan perhatian serius. Dan kesehatan keluarga akan semakin terjaga dengan baik.*
oleh: Ferdinandus Mau Manu, Koordinator Program Yayasan Komodo Indonesia Lestari (Yakines), Labuan Bajo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H