Mohon tunggu...
Antonia Rei
Antonia Rei Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Jejak Tinta Sejarah : Menjelajah di Monumen Pers Nasional

19 September 2024   16:47 Diperbarui: 20 September 2024   11:06 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada 15 januari 2013, keluarga wartawan Udin menyerahkan barang-barang peninggalan kepada Monumen Pers Nasional, termasuk kamera dan tas RICOH. Fuad Muhammad Syafruddin adalah wartawan Bernas Yogyakarta. Dia biasa dipanggil Udin. la menjadi korban pelecehan hingga meninggal pada 16 Agustus 1996.

Siapa sangka, sebuah bangunan tua di jantung kota menyimpan begitu banyak kisah inspiratif? Ketika pertama kali melangkahkan kaki ke Monumen Pers Nasional, saya merasa seperti sedang memasuki sebuah kapsul waktu. Setiap sudut ruangan seakan berbisik tentang perjuangan para pendahulu dalam menyampaikan suara rakyat. Terdapat berbagai informasi yang dapat kita baca dan pahami dengan berkeliling di Monumen Pers. 

Pengalaman ini tidak hanya memperkaya pengetahuan saya tentang sejarah pers, tetapi juga membangkitkan rasa nasionalisme dan apresiasi terhadap kebebasan berpendapat. Nilai-nilai dasar jurnalisme yang diajarkan di Monumen Pers tetap relevan. Dengan mengunjungi tempat ini, kita dapat merefleksikan kembali pentingnya verifikasi fakta, independensi, dan akuntabilitas dalam dunia jurnalisme modern. Selain itu, kita juga dapat belajar dari sejarah untuk menghadapi tantangan-tantangan baru yang dihadapi oleh industri media saat ini.

Monumen Pers bukan hanya sekadar bangunan bersejarah, tetapi juga merupakan pusat edukasi yang penting. Melalui berbagai program dan kegiatan yang diselenggarakan, Monumen Pers berupaya menanamkan kesadaran akan pentingnya pers bagi masyarakat, khususnya generasi muda. Dengan mengunjungi tempat ini, kita dapat belajar tentang proses produksi berita, peran media sosial dalam menyebarkan informasi, serta etika jurnalistik. 

Di sisi lain, kunjungan ke Monumen Pers bukan sekadar perjalanan wisata, melainkan sebuah panggilan untuk turut serta menjaga warisan sejarah pers Indonesia. Dengan memahami perjuangan para pendahulu, kita terdorong untuk menjadi agen perubahan, menyebarkan informasi yang benar, dan memperjuangkan kebebasan berekspresi. Mari kita jadikan semangat Monumen Pers sebagai inspirasi untuk membangun masa depan yang lebih baik, di mana kebenaran dan informasi yang akurat menjadi pilar utama kehidupan bermasyarakat

Mari bersama-sama menjaga warisan sejarah pers Indonesia dan mendukung kebebasan berekspresi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun