Pembangunan smelter ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah dan juga dapat digunakan sebagai bahan baku utama dalam pembuatan baterai lithium.Â
Meskipun menurut Ekonom Faisal Basri, bahwa fasilitas smelter yang ada saat ini masih sampai tahap permurnian 25 persen menuju produk akhir, atau belum mencapai tahap permurnian 35 sampai 60 persen maupun sampai tahap permurnian 99,99 persen yang menjadi bahan utama menghasilkan beterai, namun saya yakin bahwa smelter itu sedang dalam proses menuju kesana, mengingat semua usaha yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk menjadi produsen baterai lithium
Sementara untuk lokasi pendirian pabrik baterai lithium itu sendiri, berdasarkan teori lokasi weber, pembangunan pabrik baterai lithium dapat dibangun  dekat dengan lokasi sumber bahan baku ataupun berada dekat dengan pasar output.Â
Dekat dengan lokasi sumber bahan baku, artinya dekat dengan smelter yang menyediakan bahan baku pembuatan baterai lithium yakni nikel murni berkadar 99,9 persen, sementara dekat dengan pasar output artinya dekat dengan pengguna baterai lithium dalam hal ini produsen mobil listrik.Â
Namun pemilihan lokasi pendirian pabrik baterai lithium dalam kasus di Indonesia, sepertinya tidak dapat dilihat hanya dari sisi teori weber saja. Faktor lain seperti kemudahan investasi dan fasilitas lainnya yang disediakan oleh pemerintah Indonesia lebih banyak berperan dalam menarik minat banyak investor datang ke Indonesia untuk mendirikan pabrik lithium.
Dari sisi regulasi, pemerintah sudah berada pada jalur yang tepat dalam usaha menjadikan Indonesia salah satu produsen baterai lithium di dunia. Dari sisi ketersediaan bahan baku pembuatan baterai lithium, pemerintah sudah melakukan pelarangan ekspor bijih nikel, sampai bijih nikel tersebut mendapat nilai tambah melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 Pasal 66A.Â
Sementara dari sisi ketersediaan pasar baterai lithium itu sendiri, Presiden sudah mengeluarkan  Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Pengembangan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.Â
Di dalam aturan tersebut, perusahaan maupun para pengembang kendaraan bermotor listrik berbasis baterai wajib mengutamakan penggunaan komponen dalam negeri. Ada tiga inti dari industri kendaraan listrik yang sudah dikembangkan oleh negara lain, maupun yang akan dikembangkan oleh Indonesia.Â
Komponen tersebut antara lain mesin, baterai, dan power converter, dimana 40-50% dari harga jual mobil listrik merupakan harga dari baterainya. Pengembangan baterai untuk keperluan kendaraan listrik telah mendorong permintaan nikel sebagai salah satu bahan utama dalam pembuatan baterai meningkat, di sisi lain, ketersediaan cadangan nikel Indonesia telah menjadi faktor penting yang mendukung dari sisi penawaran
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H