Pernahkah pada masa jaya-jayanya sebagai pemain bola ia berpikir akan melatih sepakbola jauh ke negri konflik model pakistan? Atau ke negri kecil model Vietnam dan Laos?
Lalu mengapa kemudian dia ada di negara kita, Indonesia?
AR adalah misionaris. Dia misionaris sepakbola. Kecintaannya pada sepakbola, membawa dia masuk dalam pusaran konflik sepakbola Indonesia. Ilmu yang dia miliki telah membawa sejarah di negara Vietnam, Laos dan tentu Indonesia. Suka tak suka, dia adalah bagian dari keriaan dan sukacita suporter Indonesia di AFF lalu.
Bila saja, kondisi sepakbola kita tidak dalam konflik seperti ini, saya yakin, kita seluruh rakyat indonesia sepakat, Alfred Riedle adalah salah satu pelatih timnas terbaik yang pernah ada.
Atas dasar itu, di kalangan oportunis, AR dianggap mesin penyedot simpati. Alat pencitraan. Dan sayangnya, AR tergiur. Nilai obyektifitas yg dulu dia pegang teguh, sekarang terbukti sarat kepentingan.
Dulu dia begitu teguh berpegang pada asas legalitas. Sekarang justru bekerja untuk yang ilegal. Dulu, begitu menolak intervensi pihak luar, sekarang justru mengabdi pada orang yang selalu intervensi. Dulu, selalu bicara aturan, aturan, aturan.. Sekarang malah ikut kelompok yang ga tau aturan.
Kemanakah Riedle yang tegas, cerdas dan penuh komitmen? Apa yang kelompok separatis itu tawarkan, hingga AR seperti kehilangan jati diri dan karakter? Kau bukan Riedle yang bekerja mengikuti arah angin sepakbola. Kau Riedle yang terbuai dengan kursi jabatan, tumpukan uang dan kemegahan. Kau bukan Riedle yang dulu pernah ke Pakistan, Vietnam dan Laos.
Lunturlah sudah kebanggaan terhadap AR. Tak pantaslah gelar misionaris sepakbola yang pernah kusanjugkan buatnya. Sekarang ,dia tak lebih dari seorang bule perantau,yang mencari sesuap nasi dari sepakbola, tanpa idealisme, tanpa kehormatan. Mentalnya tak jauh beda seperti penerusnya RD, yang lari tunggang langgang justru ketika negara membutuhkan.