Mohon tunggu...
Anton Agus Setyawan
Anton Agus Setyawan Mohon Tunggu... -

Saya adalah peneliti dengan minat diskusi pada masalah-masalah ekonomi, bisnis, sosial dan politik

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Untung Saja Saya Batal Jadi Penyanyi Rock

14 Juni 2010   05:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:33 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ribut-ribut tentang Ariel Peterpan yang jadi idola anak muda sungguh mengundang keprihatinan saya. Meskipun saya tidak begitu suka Peterpan tetapi saya menganggap ia adalah salah satu musisi paling berbakat di Indonesia saat ini. Hanya saja kejadian ini mungkin bisa mempengaruhi karier musiknya yang cemerlang. Beberapa musisi dunia atau Indonesia seringkali tersandung masalah simpel tetapi fatal akibatnya. Mulai dari tahun 60-an sang legenda Jim Morrison vokalis The Doors yang tewas karena overdosis, gitaris Rolling Stones Brian Jones, drummer Led Zeppelin John Bonham dan banyak musisi lain yang mati muda karena obat bius.

Banyak juga musisi yang kariernya terganggu karena sensasinya sendiri, saya jadi ingat vokalis rock dari Inggris Pete Doherty yang lebih banyak membuat sensasi daripada menulis album, sehingga musiknya yang sebenarnya jenius malah tidak bisa dinikmati. Mungkin semua itu terjadi karena mereka sangat sukses diusia muda, punya banyak duit, dikelilingi wanita dan dipuja banyak orang sehingga terkadang malah lengah untuk melakukan kontrol diri.

Tahun 1991 waktu masih SMU saya paling suka dengan lagu-lagu Grunge atau Alternative Rock dari Nirvana, Pearl Jam, Soundgarden atau British Pop seperti Pulp, Blur, Oasis dan The cure. waktu itu saya masih ABG umur 17 tahun yang pengen keren, dengan meniru musisi-musisi itu. Saya kemudian belajar main gitar dan menyanyi, kata teman2 saya suara saya gak jelek2 amat. Saya kemudian menabung uang saku saya untuk membeli satu gitar akustik yang saya pakai untuk bermain gitar. Ibu saya marah karena setiap hari bisa 4-6 jam saya main gitar. Hasilnya....permainan gitar saya ya begitu2 saja...mungkin karena tidak begitu berbakat. Namun saya tidak menyerah dan malah membuat grup band alternative rock dengan teman2 saya. Grup band itu diberi nama RMB kependekan dari Ramutu Blas (tidak bermutu sama sekali) karena memang kemampuan bermusik kami memang pas2an dan penampilan atau wajah kami juga sangat pas2an kalau tidak bisa dikatakan jelek.

Tahun 1992 kami mulai tampil di pentas mulai dari 17 agustusan sampai dengan masuk menjadi pembuka grup band terkenal di tahun 1995. Grup kami cukup populer bukan karena bagus atau personelnya ganteng tetapi karena waktu itu di kota kami hanya RMB yang memainkan lagu2 grunge yang terkadang gak enak ditelinga.

Persoalan kemampuan bermusik yang pas2an membuat kami agak susah meniru band terkenal karena lagu2 mereka sulit ditiru chord-nya atau pemain gitar kami mengeluh skillnya tidak bisa mengikuti permainan gitar musisi terkenal. Akhirnya saya memutuskan untuk menulis lagu sendiri. Nah...karena lagu saya tulis sendiri, teman2 dengan mudah memainkannya. Pada saat tampil di panggung kita juga memainkan lagu2 kita sendiri, diluar dugaan banyak penonton yang suka dan menanyakan apa sudah ada albumnya. Lha...kita jadi bingung karena memang kita belum pernah merekam lagu itu kecuali dengan rekaman seadanya untuk kepentingan latihan. Selain itu kita tidak punya manajer jadi gak ada yang sempat mengurus rekaman dan sebagainya. Alhasil lagu kami hanya dikenal dan didengan saat kami bermain di panggung.

Tahun 1997, di tahun terakhir saya kuliah di Fakultas Ekonomi sebuah PTS di kota kami, grup kami berhasil masuk dalam rekaman album kompilasi grup band lokal yang diproduseri sebuah stasiun radio lokal. Pada saat diedarkan singel kami masuk top chart provinsi sebagai lagu paling sering diputar pada tahun 1997. Saya beranggapan inilah titik balik karier musik saya sebagai musisi, penyanyi dan penulis lagu. Saya kemudian mengumpulkan honor kami selama pentas dan menggunakannya sebagai modal membuat demo grup band kami untuk ditawarkan pada perusahaan rekaman di Jakarta. Hasilnya adalah salah satu lagu kami disukai tetapi dipakai oleh grup band lain yang akan diproduseri oleh perusahaan rekaman itu dan saya dikontrak sebagai penulis lagu untuk satu singel. Saya setuju karena menganggap ini sebagai batu loncatan. Namun, nampaknya Allah SWT menggariskan jalan hidup yang lain bagi saya. Krisis ekonomi tahun 1998 yang berujung pada kerusuhan di Jakarta ternyata juga menyebabkan master rekaman yang sudah dibuat oleh perusahaan rekaman itu, yang juga berisi lagu saya ikut terbakar. Ternyata itu juga mengakhiri karier musik saya.

Tahun 1999 saya diterima menjadi dosen di PTS tempat saya menuntut ilmu, tahun 2002 saya mendapat kesempatan meneruskan S2 di UGM dan tahun 2005 juga menempuh S3 di kampus yang sama. Saat ini sedang proses menulis disertasi. Selain bermain musik, ternyata saya juga mempunyai hobi lain yang dulu tidak pernah saya kembangkan yaitu menulis. Diluar dugaan karena bekerja sebagai dosen saya juga dituntut bisa menulis, tentu yang saya tulis adalah bidang ilmu saya yaitu Ekonomi. Akhirnya saya menjadi kolumnis di beberapa surat kabar lokal dan nasional, menulis di majalah ilmiah dan menjadi trainer serta pembicara seminar pada tingkat nasional sampai internasional. Baru sekarang saya menyadari ternyata saya akhirnya juga terkenal tetapi bukan sebagai musisi tetapi sebagai ekonom, meskipun masih dalam taraf lokal. Namun dalam 2 tahun terakhir ini saya merintis publikasi karya ilmiah saya di tingkat internasional dengan hasil yang cukup menggembirakan. Dari sisi finansial, penghasilan saya tentu lebih kecil daripada seorang penyanyi rock. Tetapi saya cukup gembira karena saya saya punya fans setia yaitu istri saya dan 2 jagoan kecil saya.

Kalau saya jadi penyanyi rock, mungkin ada 2 kemungkinan dengan karier saya:

1. Saya bisa tersandung masalah yang biasannya menghinggapi penyayi rock, yaitu kecanduan narkoba atau ganti-ganti pasangan.

2. Saya bisa seperti Bono U2 yang jadi penyanyi rock tetapi juga aktivis sosial.

Maaf, kalau artikel ini agak narsis.....mungkin karena itu memang sifat dasar saya...he..he....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun