Di Everest, Doug Scott dan Dougal Haston sempat membuat takjub dunia alpinis dengan menghabiskan malam beku dalam sebuah bivak darurat 100 meter di bawah puncak utama, tanpa tabung oksigen, tanpa sleeping bag, dan luarnya biasanya juga tanpa radang dingin dan frostbite. Meskipun bukti itu sudah cukup untuk membuat nama Doug Scott sebagai salah satu alpinis dengan stamina dan ketahanan yang luar biasa, namun kejadian yang menimpanya di Baintha Brakk tahun 1977, memiliki komposisi yang lebih kompleks untuk membuktikan ketangguhan seorang Doug Scott.
Ekspedisi Pendaki Inggris ke Gunung Baintha Brakk Tahun 1977
Tahun 1977, Doug Scott, Chris Bonnington, Mo Anthoine, Clive Rowland, Nick Estcourt, dan Tut Braithwaite, berangkat ke Pakistan guna mencoba mendaki Puncak Baintha Brakk, sebuah puncak gunung yang sampai saat ini dapat dikatakan sebagai salah satu puncak tinggi Karakoram yang sulit untuk didaki. Sebelumnya puncak Baintha Brakk telah coba didaki pada tahun 1971 dan 1976, namun semuanya berakhir dengan kegagalan.
Baintha Brakk sendiri, adalah salah satu puncak Pegunungan Karakoram yang memerlukan lebih banyak keterampilan teknis rock climbing dibandingkan pendakian gunung salju dan es pada umumnya. Puncak-puncak yang ada di sekitar tempat Baintha Brakk berdiri, adalah puncak-puncak dengan gerigi-gerigi terjal yang menonjol tajam dan curam, sehingga membuat permukaannya (terutama menjelang puncak) kadang sama sekali terbebas dari adanya es dan salju.
Kondisi ini tentu menjadi 'taman bermain' yang sempurna untuk seorang pemanjat tebing. Namun berbeda ceritanya jika tempat itu berada di ketinggian 6.000--7.000 meter. Selain keterampilan rock climbing yang mumpuni, kemampuan untuk bertahan dibawah cuaca ketinggian yang ekstrim adalah syarat lain yang harus dipenuhi jika ingin bermain di Baintha Brakk atau The Ogre.
Pendakian tahun 1977 pada awalnya dibagi dalam dua tahap yang berbeda. Doug dan Tut lebih memilih South Pillar, sebuah tebing granit setinggi lebih dari 1.000 meter yang sangat tidak mudah untuk didaki. Sementara itu, empat anggota tim lainnya; Chris, Nick, Clive, dan Mo memilih rute tenggara, yang dinilai lebih mudah, namun pada kenyataannya tidak kalah parah dengan South Pillar.
Belum begitu jauh ekspedisi dimulai, Doug terpaksa harus segera membatalkan pendakiannya di South Pillar karena Tut terluka dihantam rock fall. Namun di sisi tenggara, Chris Bonnington dan Nick Estcourt berhasil mencapai Puncak bagian barat atau West Ogre dari Baintha Brakk (lebih rendah dari puncak utama The Ogre), setelah menghabiskan lima hari tertahan di atas ketinggian 6.100 meter.
Setelah Puncak West Ogre tercapai, keenam anggota ekspedisi ini kembali lagi ke base camp. Nick dan Tut memutuskan untuk beristiahat di base camp, sementara empat pendaki lainnya kembali lagi ke tebing untuk mencoba mencapai puncak utama.
Empat orang pendaki Inggris ini akhirya kembali mencapai West Ogre untuk yang kedua kalinya. Mereka kemudian mendirikan sebuah camp berupa goa salju yang dibuat di punggungan (col) yang menghubungkan antara West Ogre dan Main Ogre (puncak utama). Camp ini berada pada ketinggian 7.000 meter, dan ini adalah camp tertinggi ekspedisi itu.
Fisrt Ascent dan Musibah di Gunung Raksasa
Dari camp ini, puncak utama masih berjarak 250 meter lagi, dan itu adalah bagian paling sulit, di mana tebing granit nyaris tegak lurus menghadang langkah kaki mereka. Diputuskan kemudian yang akan melanjutkan pendakian ke puncak utama The Ogre adalah Doug Scott dan Chris Bonnington, karena diakui atau tidak, keduanya adalah yang paling berpengalaman dan berkompeten dalam tim tersebut. Keputusan seperti ini juga dibuat pada dasarnya merupakan hasil musyawarah dari kesemua anggota tim, bukan dominasi atau perintah seseorang. Karena sedari awal tim itu sudah menyepakati untuk mendaki tanpa ada yang harus menjadi pemimpin atau leader, dan semua keputusan dibuat berdasarkan suara kolektif.