Ditambah lagi dikte pangan dari negara asing. Pada tahun 1969, Indonesia dipaksa menerima syarat dari Amerika Serikat soal impor gandum. Saat itu Amerika sedang kebanjiran produksi gandum sehingga Indonesia dipaksakan menerima impor gandum. Awalnya impor gandum bertujuan bantuan kemanusiaan dibawah Public Law 480 (PL 480) tapi kemudian keterusan karena adanya rekayasa ketergantungan pangan pada rakyat lewat gandum.
Cukong-cukong disekitar Suharto diperintahkan bagaimana agar rakyat bergantung pada gandum tujuannya adalah agar keuntungan pabrik pengolahan gandum masuk ke dalam kantong pribadi Suharto lewat yayasan Harapan Kita dan yayasan Dharma Putera, hal ini disampaikan dalam buku Indonesia: The Rise of Capital (2009:323), karya Richard Robinson.
Disinilah kesalahan utama Suharto selain hanya berfokus pada beras sebagai satu-satunya makanan pokok rakyat, dia malah membawa bahan pangan impor sebagai makanan pokok lainnya dan menggantungkan pangan Indonesia pada impor.
Setelah ketergantungan yang besar rakyat pada gandum, lalu Orde Baru merekayasa pangan rakyat dengan ketergantungan pada minyak goreng berbahan baku sawit. Awalnya Indonesia mengenal minyak goreng lewat kelapa yang banyak dikelola unit-unit rakyat dan bukan merupakan usaha konglomerasi.Â
Tapi oleh Orde Baru lewat pejabat-pejabatnya yang korup minyak goreng diarahkan ke kelapa sawit sehingga terjadi perambahan lahan hijau besar-besaran diubah jadi perkebunan kelapa sawit dan banyak pejabat Orde Baru menerima fee dari perambahan hutan itu dan hasilnya rakyat dipaksa menerima minyak goreng sawit sebagai bagian dari kebutuhan pokok rakyat.
Orde Baru telah tumbang tapi warisannya berupa dikte bahan pangan yang bergantung pada impor dan usaha konglomerasi masih terjadi dan merasuki kehidupan rakyat. Untuk menghadapi ini agar Indonesia tidak terancam kartel pangan dan mafia importir pangan perlu direkonstruksi ulang cara pangan rakyat dengan mempelajari apa yang dilakukan Sukarno dalam mendorong "Kedaulatan Pangan" .
Dengan merekonstruksi ulang pemikiran Sukarno dalam rute kedaulatan pangan Indonesia sehingga bisa dimasukkan ke dalam "Pokok-Pokok Haluan Negara" sebagai program pembangunan jangka panjang. Sehingga pangan Indonesia tidak terancam kartel dan mafia pangan serta rakyat didorong memproduksi makanannya sendiri lewat kekayaan kuliner Indonesia yang bahannya bisa tumbuh di tanahnya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H