Mohon tunggu...
Anton DH Nugrahanto
Anton DH Nugrahanto Mohon Tunggu... Administrasi - "Untung Ada Saya"

Sukarnois

Selanjutnya

Tutup

Politik

Blusukan Dalam Sejarah : Dari Sambernyawa sampai Jokowi

24 Juli 2013   20:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:05 3235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_268436" align="aligncenter" width="283" caption="(Bung Karno ketika Blusukan senang melihat sawah dan ke pasar-pasar rakyat, sumber photo : Bung Karno centrum)"]

13746731792007146120
13746731792007146120
[/caption]

Setelah tahun 1950, Bung Karno senang blusukan ke berbagai daerah, tapi yang kerap ia lakukan adalah incognito. Pernah suatu saat Sukarno blusukan ke Pasar Senen, lalu Bung Karno duduk di depan tukang sate ayam. Saat rakyat mendengar suara Sukarno bicara pada tukang sate ayam, beberapa orang di Pasar mengenalinya dan berteriak "eh, itu kan bapak...itu kan bapak..." lalu beberapa orang mengerumuni dan pasar tiba-tiba menjadi gaduh.

Bung Karno amat menyukai kebersihan kota dan senang mengontrol monumen-monumennya. Ia amat mencintai Jakarta, salah satu obsesinya adalah Jakarta menjadi kota yang berbudaya. Bung Karno sering naik Jeep Hardtop dan keliling Jakarta ditemani beberapa orang mengontrol kota Jakarta, penentuan Jalan Sudirman sebagai central bisnis sebenarnya ditetapkan saat Bung Karno duduk di tepi jalan dekat kampung Senayan, saat blusukan Sukarno terbayang gambar daun semanggi di pikirannya, lalu ia teringat jembatan besar di Amerika Serikat, dari sinilah Sukarno kemudian terinspirasi membangun Jembatan Semanggi, yang sampai saat ini masih jadi Jembatan Jalan Raya terindah di Indonesia. Sukarno juga merencanakan Boulevard Sudirman sebagai pusat bisnis sampai Jalan Thamrin dan kemudian di seputaran Monas adalah gedung-gedung milik negara.

Yang ditanyakan Sukarno saat blusukan biasanya soal-soal kehidupan sehari-hari, ada satu cerita dimana Bung Karno menyelidiki sendiri penyebab langka-nya beras di Jakarta, ia langsung blusukan mengontrol gudang beras bersama Gubernur Jakarta saat itu, Henk Ngantung. Saat itu Bung Karno memperkirakan langkanya beras karena permainan politik karena disaat itu Bung Karno sedang ramai di demo mahasiswa dan ada isu akan ada 'sanering' alias potong nilai uang.

[caption id="attachment_268437" align="aligncenter" width="540" caption="(Pak Harto Juga Gemar Blusukan, Sumber Photo : Buku The Untold Story)"]

13746732301154478761
13746732301154478761
[/caption]

Pak Harto juga suka blusukan, terutama sekali di awal-awal kekuasaannya. Ia berkeliling di Jawa, kadang-kadang Suharto naik kuda besar Australia keliling sebuah desa. Di Kemusuk, kampung halaman Suharto sering melihat Pak Harto kalau pulang kampung dia berjalan-jalan dengan naik kuda besar. Di dalam salah satu biografi soal Pak Harto diceritakan Pak Harto blusukan ditemani Try Sutrisno. Yang terpenting dalam blusukan model Suharto ditemukan cara berkomunikasi dengan rakyat desa, bagi Suharto berkomunikasi dengan rakyat desa lewat Kelompencapir atau Paguyuban-Paguyuban Tani adalah cara lain dalam menandingi model komunikasi Sukarno yang amat jago berpidato di podium. Biasanya setelah bicara Suharto langsung melakukan blusukan, bagi pengeritik Suharto, kerap mengatai desa yang dimasuki Suharto adalah desa Potempkin, desa Potempkin adalah suatu istilah dari Rusia, bahwa desa itu diatur seperti memiliki kehidupan yang baik tapi sebenarnya dibaliknya tidak seperti itu. Namun apapun kritikan terhadap Suharto, faktanya memang Suharto suka blusukan.

[caption id="attachment_268438" align="aligncenter" width="540" caption="(Blusukan Gaya Jokowi Yang Genuine dan Sulit Ditiru Dalam Pemenuhan Kegembiraan Rakyat, Sumber Photo : Jokowi Jakarta Baru)"]

1374673586892166784
1374673586892166784
[/caption]

Kini blusukan melekat pada diri Jokowi,  banyak yang merasa iri dengan popularitas Jokowi ketika Blusukan, karena tokoh lain tidak mendapatkan sambutan rakyat banyak dalam blusukan. Kenapa Jokowi mendapatkan sambutan yang luar biasa dalam blusukan, karena Jokowi melakukan dengan rasa tulus, Jokowi mempunyai kesenangan bertemu dengan orang, ia genuine dalam segala tindakannya dalam blusukan. Dan ini yang tidak dipunyai hampir semua tokoh saat ini dalam seni blusukan, Jokowi melakukannya dengan otentik, dia menemui rakyat sebagai 'pribadinya sendiri' yang lahir dari kegelisahan rakyat. Itu yang membedakan.......

-Anton DH Nugrahanto-.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun