Mohon tunggu...
Anton DH Nugrahanto
Anton DH Nugrahanto Mohon Tunggu... Administrasi - "Untung Ada Saya"

Sukarnois

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Chaerul Saleh Pahlawan Tambang Minyak Nasional

18 Mei 2012   08:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:08 2526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika Hatta  melakukan politik kompromi pasca Madiun Affair 1948 dan Serangan Desember Yogyakarya 1948.  Dengan politik diplomasi lewat delegasinya ke PBB serta membangun lobi-lobi di Den Haag tentang usulan pemberhentian perang yang dibantu pihak Amerika Serikat. Tan Malaka menolak keras, bahkan Sudirman pengikut fanatik Tan Malaka malah memilih bergerilya terus menolak gagasan menerima ditangkap demi lancarnya politik diplomasi, sesuai sidang kabinet terbatas di Gedong Agung Yogya, 1948.

Chaerul Saleh membangun pos-pos militer, pasukannya terus menembaki Belanda. Di Yogya dan Solo ada Serangan Umum Militer yang luar biasa hebat, bahkan di Solo pasukan yang dipimpin Slamet Riyadi mampu menjadikan kota Solo sebagai neraka dua bulan bagi pasukan Belanda. Perang Yogya dan Solo inilah yang kemudian menjadikan Amerika Serikat mendesak agar Belanda menyerah saja pada Republik.

Akhirnya untuk menghilangkan muka Belanda karena kalah atas serangan militer Indonesia,  diadakan Perundingan KMB 1949 di Den Haag, hasilnya Sukarno boleh pulang ke Djakarta dan Indonesia ganti rugi soal biaya perang 1945-1949.

Chaerul Saleh marah besar, sementara Tan Malaka tak jelas rimbanya, baru diketahui Tan Malaka dibunuh di Jawa Timur. -heran bagi Chaerul Saleh, kenapa Tan Malaka musti ke Djawa Timur? bukankah basis pasukan Tan Malaka ada di Jawa Barat, ini pertanyaan besar. Jika di Jawa Barat pasti Tan Malaka akan dilindungi Pasukan Chaerul Saleh, sementara Djawa Timur  Tan Malaka sama sekali tak kenal medan-nya.

Chaerul Saleh menyatakan perang dengan Pemerintahan resmi, ia gerilya dari gunung ke gunung, ia naik ke Gunung Gede, dan mendirikan benteng-benteng militer, seraya turun ke kota serta menembaki Pos-Pos Militer.  laporan-laporan serangan militer sampai ke meja Nasution yang saat itu menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat. Nasution marah besar dengan Chaerul Saleh dan bersumpah menangkap Pasukan Chaerul Saleh.

Politik makin panas apalagi pasukan eks KNIL Westerling mencoba masuk ke Djakarta dengan membunuhi  perwira-perwira yang sedang berjalan kaki di Jalan Lengkong, Bandung. Buruan pasukan Westerling adalah Sri Sultan Hamengkubuwono IX.  Penumpasan Westerling ini kemudian dibarengi dengan operasi pasukan Republik mencari sisa-sisa laskar pemberontak lainnya, laskar penolak KMB yang juga musuh Westerling jadi sasaran pasukan TNI, termasuk pasukan Bambu Runcing Chaerul Saleh, mereka terus diburu di gunung-gunung.  Tapi Chaerul Saleh sangat cerdik ia bisa meloloskan diri dari sergapan pasukan TNI.

Pada tahun 1956 di Gedung Parlemen Lapangan Banteng, empat orang anggota Parlemen dari Partai Murba (Partai Murba adalah Partai bentukan Tan Malaka tahun 1948) - Maroeto Nitimihardjo, Pandu Kartawiguna, Kobarsih dan Sudijono Djojoprajitno memukul-mukul meja Parlemen dan berteriak menolak kelanjutan KMB pada Rapat Parlemen.  Usulan Maroeto ini mendapat sambutan hangat.

Maruto berkata : "Bayangkan, kita yang punya ini Republik, tapi kita hanya bengong melihat hasil-hasil kopra untuk bayar hutang KMB 1949 sebagai ganti rugi perang dengan Belanda, hasil-hasil minyak tak kita punya, kita melihat kekosongan kas Departemen Keuangan, sementara di Korea sana sedang terjadi perang dan harga-harga komoditi naik tinggi, setinggi-tingginya".

Gerakan Maruto di Parlemen mendapatkan sambutan hangat, usulan ini menggelinding. Hingga akhirnya Parlemen memaksa Sukarno mencabut perjanjian KMB 1949. Tentulah Hatta yang tanda tangan perjanjian ini merasa malu dan tidak gentleman bila perjanjian ini dicabut begitu saja, sebagai pertanggungjawaban atas sikap gentleman-nya, Hatta akhirnya mundur di tahun 1956.

Mundurnya Hatta justru membuat bingung Partai Murba, karena Partai Murba sangat percaya pada Hatta, sementara dengan Sukarno sering bentrok. Hatta adalah orang yang teramat jujur dan paling bisa dipegang kata-katanya, begitulah penilaian Partai Murba. Untuk mendekati Sukarno, Partai Murba mengutus Adam Malik. Sementara Sukarno sendiri minta Chaerul Saleh turun gunung, soal bentrokannya dengan Nasution, Sukarno pasang badan jangan sampai Chaerul Saleh 'diapa-apakan'.

Lalu Chaerul Saleh disuruh sekolah ke Jerman Barat. Chaerul Saleh juga mendapatkan pesan dari Partai Murba untuk mempelajari seluruh dimensi pembangunan di Jerman Barat. Disana Chaerul Saleh terpesona dengan kemajuan industri-industri besar Jerman Barat, lalu setelah sekolahnya selesai, ia membawa setumpukan map berisi dokumen-dokumen untuk rencana pembangunan industri berat yang ia akan tawarkan pada Sukarno.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun