[caption id="attachment_319378" align="aligncenter" width="630" caption="Rhoma Irama (Gambar Diambil Dari : Official Website PKB)"][/caption]
Pemilu 2014 yang diperkirakan akan menjadi panggung bagi "Jokowi Effect" ternyata tidak berbunyi, justru yang jadi bintang atas "Pengaruh Figur" adalah Oma Irama dan Nazaruddin, dimana peran mereka dalam lapangan politik mampu menggerakkan suara secara signifikan.
PKB yang pada tahun 2009 mengalami kebangkrutan politiknya dan nyaris didepak dari list Partai Resmi karena kurang suara, kini (sampai tulisan ini ditulis) mendapatkan 9,8% suara melalui hitungan Quick Couunt dan jadi lima besar, artinya ada peningkatan signifikan dari 5% di tahun 2009 ke 9,8% di tahun 2014. Ada dua yang mempengaruhi kenaikan PKB yaitu adanya "mulai dilupakannya kelakuan "kurang ajar" Muhaimin pada Gus Dur, karena kelompok Muhaimin secara smooth mengadakan ishlah politik dengan kubu Gus Dur di akar rumput, kemudian juga munculnya Oma Irama dalam gelanggang politik PKB.
Oma Irama yang banyak ditertawakan kelas menengah atas Indonesia, bahkan jadi sasaran banyol di sosial media karena kegagapannya dalam melakukan komunikasi politik, terbukti efektif melakukan serbuan politik utamanya di Jawa Timur.
Di Jawa Timur munculnya Oma Irama menjadikan kekuatan basis fanatik dangdut yang tumbuh secara organik di masyarakat bergerak signifikan.
Sementara "Nazarrudin Effect" -yaitu peristiwa rentetan korupsi yang bermuara di Nazarrudin-Anas Urbaningrum-Â menjadikan Demokrat nyaris bangkrut, di tahun 2009 Demokrat amat jumawa mendapatkan suara di kisaran 26%, kini Demokrat melalui hitungan Quick Count menjadi 9,79%. Dengan adanya hasil ini Demokrat akan menjadi Partai Tengah.
Potensi PKB dan Demokrat
PKB akan mencari kepastian kemenangan politik, garis politik Muhaimin jelas yaitu : "Masuk ke dalam sistem". Muhaimin jelas enggan menjadi oposisi. Sementara Demokrat sendiri diperkirakan tidak akan mampu membangun koalisi, karena sejak awal Partai Besan Demokrat yaitu : PAN sejak awal diindikasikan bila Hatta Rajasa mendapatkan kursi Wapres, mereka akan merapat ke PDIP.
Bila PAN merapat ke PDIP, maka dipastikan PKB akan ikut merapat juga ke Teuku Umar (jalan tempat Megawati tinggal). Dan sepertinya sudah menjadi "kutukan sejarah" Golkar yang akan menentukan seluruh konfigurasi ini.Bila PDIP gagal mengantisipasi kondisi dialektis di dalam tubuh Golkar, dipastikan PDIP akan mengalami blunder kembali dan terpaksa menggantungkan sepenuhnya pada figur Jokowi. Padahal koalisi Parlemen yang sifatnya permanen perlu diambil secara dini oleh PDIP sehingga akan terjadi "posisi aman" bagi Jokowi bila ia gol menjadi Presiden RI.
Sekarang adalah tinggal kemampuan PDIP membangun kemampuan komunikasi politik untuk koalisi setelah secara realitas politik yang muncul adalah Oma Irama Effect dan Nazarrudin Effect.
-Anton DH Nugrahanto-.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H